Opini
PERJALANANKU DI TANAH BORNEO (TANAH DAYAK)
Oleh : Candidat Dr. Cand. Effrata, S.Pd, M.Si Dosen Sosiologi di Universitas PGRI Palangka Raya dan Peneliti di Bidang Budaya
Daerah hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999. Pada awalnya Malinau adalah pemukiman kawasan yang semula dihuni suku Tidung.
Daerah ini selanjutnya menjadi Kampung, berubah menjadi kecamatan, dan sekarang menjadi ibukota kabupaten.
Berdasarkan keterangan tokoh masyarakat Tidung, asal mula nama Malinau yaitu saat kedatangan orang belanda ke Pemukiman yang dulunya bernama Desa Selamban. Di Desa Selamban tinggal penduduk dari kalangan keluarga suku Tidung. Sedangkan di seberang sungai terdapat Desa Pelita Kanan, yang terletak di tepi sungai Kabiran tempat bermukimnya suku Abai.
Pada saat Belanda datang ke desa ini, terjadi dialog dengan sekelompok suku Abai yakni kaum ibu yang sedang membuat sagu dari aren.
Orang Belanda lantas bertanya:” Apa nama sungai ini?”. Yakni maksudnya nama sungai di desa mereka. Penduduk yang mendapat pertanyaan tersebut tidak mengerti. Mereka hanya menduga maksud pertanyaan orang Belanda tersebut mereka sedang mengerjakan atau melakukan apa.
Lantas salah satu seorang dari mereka mejawab “Mal inau Dako”. Yang maksudnya sedang mengolah atau memasak sagu (enau/aren). Mal artinya membuat sedang-kan Inau artinya pohon aren.
Orang Belanda yang bertanya mencatat semua yang dikatakan oleh si Ibu tersebut. Jadi nama Malinau lahir secara tidak sengaja. Kemudian nama Malinau dalam peta dan administrasi Hindia Belanda yang menyebutkan ada nama sungai Malinau.
Sejak saat itulah daerah ini disebut dengan nama Malinau. Seiring dengan perkem-bangannya, daerah Malinau semakin banyak penduduknya yang mulai menyebar ke sebelah hulu dan hilir desa Selamban sebelumnya.
Pada Hari pertama Focus Diskusi Dayak Londayeh kami membahas tentang kekuatan atau budaya dayak, dengan salah satu agenda hari ini yaitu diskusi budaya dayak dan launching buku, yang diadakan di Desa Wisata Pulau Sapi. Pada Focus Group Diskusi (FGD) Bhineka Tunggal Ika yang dihadiri oleh beberapa perwakilan suku dayak yang ada di kalimantan utara seperti dayak Kenyah, Kayan, Berusu, Tagol, dan suku dayak Lainnya. Tema yang diangkat pada forum ini adalah “ Budaya Dayak Mantapkan Budaya Bangsa” yang pada kesempatan ini yang hadir sebagi narasumber yaitu:
1. Dr. Yansen TP., M.Si selaku ketua umum DPP persekutuan dayak Londayeh (PDL)
2. Dr. Marthin Billa, MM
3. Dr. Wilson, M.Th
4. Henock Merang
5. Ricky Yakub Belang dari Malaysia
6. Yuweasi Ashar
7. Dr Cand. Effrata, M.Si
8. Masri Sareb Putra, MA (Moderator)
Pada acara ini membahas bagaimana keber-langsungan suku dayak, bagaimana sikap dayak menghadapi situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.
Selain itu juga membahas budaya dayak yang semakin hilang tergerus oleh era modernisasi seperti misalnya bahasa dayak.
Paparan yang diberikan oleh para nara-sumber yang sudah melakukan banyak penelitian ke berbagai tempat, telah mem-buka dan memberikan wawasan kepada para peserta diskusi bahwa ternyata suku dayak kaya akan seni dan budaya.
Di akhir acara, Dr. Yansen TP melaunching sebuah buku yang berjudul “Dayak Lundayeh Idi Lun Bawang”. Dimana dalam buku ini mengupas sejarah Dayak Lundayeh yang memiliki keunikan budaya walaupun hidup terpisah tetapi tetap satu dalam budaya serumpun.
Pada hari berikutnya kami melakukan makan bersama bersama masyarakat dayak Lundayeh disela makan kami juga mela-kukan obrolan ringan tentang budaya makan bersama ini.
Mereka mengatakan bahwa setiap tamu wajib makan bersama sebelum pulang sebagai wujud tradisi dari suku dayak Lundayeh.
Pada saat makan disajikan ulat sebagai menu utamanya dimana dari sini kita dapat melihat bahwa suku dayak khususnya dayak Lundayeh memiliki tradisi yang kaya dan unik yang membuat mereka berbeda dari suku-suku lainnya.
Pada Focus Group Diskusi selanjutnya mengambil judul budaya Mempersatukan Bangsa. Dikatakan bahwa budaya merupa-kan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya juga terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakian, banguana, dan karya seni. Terdapat banyak sekali budaya dalam kehidupan kita tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri.
Setiap kelompok masyarakat pasti memiliki budaya yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain, sehingga muncul keberagaman budaya yang didasarkan oleh beberapa faktor seperti faktor adat istiadat, agama, tempat tinggal, kebiasaan, tradisi, dan suku.
Karena keberagaman inilah sering muncul masalah budaya dalam masyarakat sehingga dapat memicu kerusakan social, hal tersebut sebenarnya terjadi karena sebuah kepentingan individu atau kelompok yang memanfaatkan budaya sebagai pem-beda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Ada banyak budaya yang berkembang dalam masyarakat terutama budaya masya-rakat perbatasan. Budaya masyarakat perbatasan sering diartikan sebagai hasil pertemuan antara budaya dalam masya-rakat majemuk yang menempati suatu wilayah tertentu khususnya budaya antar Negara.
Karena kondisi wilayah di perbatasan maka kemungkinan terjadinya hubungan budaya antar masyarakat bisa saja terjadi contoh-nya seperti Indonesia dan Malaysia.
Perbatasan bukanlah batasan untuk bersatu dengan budaya bangsa lain. contohnya seperti masyarakat perbatasan Indonesia dan Malaysia, semua bisa bersatu padu dalam kehidupan bermasyarakat dalam wilayah perbatasan Negara. Dan semua terrealisasi dalam festival budaya ACO LUNDAYEH ini.
Dimana ACO Lundayeh merupakan acara dimana budaya Lundayeh dengan segala kapasitas budayanya berkumpul di desa wisata pulau sapi untuk bersilahturahmi, untuk bersama-sama melaksanakan ber-bagai macam kegiatan sampai dengan membicarakan beberapa hal yang berkaitan dengan sosial budaya dan ekonomi masyarakat Lundayeh. Karena memiliki budaya yang beragam dan berkenaan dengan salah satu komitmen Malinau membangun dunia pariwisata, dimana budaya menjadi salah satu kekuatan dan pilarnya.
Inilah yang menjadi latar belakang diadakan-nya ACO Lundayeh untuk memperlihatkan nilai-nilai budaya Lundayeh sebagai suatu kesatuan nilai budaya dayak yang mem-perkaya budaya nasional.
Di era modernisasi sekarang ini dimana budaya mempunyai banyak versi sesuai tempat, wilayah, dan adat istiadatnya. Menjadi tugas kita sebagai pelaku budaya untuk terus mengembangkan budaya kita dan menghilangkan perbedaan budaya yang ada yaitu dengan cara:
1. Sadar bahwa setiap manusia diciptakan berbeda
2. Sadar bahwa semua manusia tidak bisa menentukan akan terlahir sebagai suku apa
3. Menjadikan perbedaan sebagai kekayaan bukan kekurangan
4. Menyebarkan berita positif jika terjadi perselisihan
Dengan cara diatas secara tidak langsung kita telah menciptakan persatuan dan menghilangkan perbedaan budaya tersebut.
Jadi kesimpulannya kebudayaan di Indo-nesia beragam dan mempunyai banyak jenis budaya yang berbeda-beda dimana itu didasarkan atas faktor adat istiadat, agama, lingkungan, kebiasaan, tradisi, dan suku yang berbeda-beda.
Karena keberagaman budaya maka juga sering terjadi perbedaan budaya yang menyebabkan konflik dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan solusi agar perbedaan dan konflik tersebut dapat dihindari dengan membangun kesadaran khususnya kesada-ran diri sendiri yaitu sadar bahwa setiap manusia berbeda, sadar bahwa setiap manusia tidak bisa memilih ingin lahir sebagai suku apa dan bangsa apa.
Alangkah lebih baik jika perbedaan tersebut tidak dijadikan penghalang untuk saling berbagi dan bersilahturahmi, melainkan menciptakan persatuan dan perdamaian yang berlandaskan 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Begitu banyak pelajaran dan pengalaman yang berharga selama acara Focus Group Diskusi yang kami laksanakan di Kaliamntan Utara tersebut. Kami disambut dengan tradisi dan budaya yang luar biasa dari dayak Lundayeh khususnya.
Mengadakan diskusi yang membahas dengan dayak Lundayeh dan pergeseran tradisi dan adat istiadat yang dipengaruhi oleh modernisasi, pola kreasi generasi muda yang merubah wujud kehidupan masyarakat seakan akan bergeser kearah modern.
Mengenal dayak Lundayeh dari sisi sejarah, kehidupan masyarakat, sistem pertanian, pengetahuan, dan keterampilan, dll. Hal inilah yang menjadi pembelajaran yang berharga tentang dayak Lundayeh yang sebenarnya sangat kaya akan budaya dan adat istiadat serta bahasanya.
Dan semua itu dapat terealisasi melalui acara ACO Lundayeh ini yang menyajikan berbagai budaya, adat istiadat, pakaian, tarian, peralatan, dan mengadakan forum diskusi dengan narasumber dari berbagai budaya yang berbeda-beda pula sehingga dapat memberikan wawasan tidak hanya dari satu budaya tapi berbagai budaya yang tersebar di nusantara bahkan di luar negeri.
Dayak Lundayeh dengan berbagai budaya dan kegiatanya diharapkan dapat terus berkembang dan acara ACO Lundayeh terus dilaksanakan tiap tahunnya agar menambah keberagaman budaya yang ada di Kali-mantan khususnya dan harapanya budaya Lundayeh ini dapat dikenal tidak hanya di Indonesia tapi juga di internasional.
Dan pada acara terakhir ACO Lundayeh ditutup dengan performance Dayak Maanyan yang dibawakan oleh saya selaku narasumber yang menceritakan tentang tangguh dan perjuangan wanita dayak dengan judul Nilai-Nilai Kearipan Lokal Tarian Wadian Dadas Suku Dayak Maanyan Di Daerah Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah dan Dayak Ngaju tentang kuliner suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah yang dibawakan oleh Ibu Yuwensi. Dan semakin menambah kekaguman saya akan budaya-budaya Kalimantan khususnya dan budaya nasional pada umumnya.
Akhir kata “ Yang diucapkan akan berlalu tetapi yang dicatat dan ditulis akan diingat sdan abadi di anak cucu kita selamanya”