JATIM

Gubernur Berharap Jatim Menjadi Smart Province Lewat Digital Ekonomi

SURABAYA, JATIM, BN – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo berupaya agar Provinsi Jawa Timur dapat menjadi smart province lewat digital ekonomi. Penerapan digital ekonomi tersebut menjadi kebutuhan dan keniscayaan dalam menghadapi persaingan pasar bebas.

“Mereka yang jadi pemenang dalam persaingan pasar bebas adalah yang mampu bergerak dan menangkap peluang lebih cepat,” tegas Pakde—panggilan akrabnya, di hadapan media saat melakukan Jumpa Pers terkait Hari Jadi Provinsi ke 73 Prov. Jatim di ruang bhinaloka Kantor Gubernur Jl. Pahlawan No. 110 Surabaya, Kamis (11/10) petang.

Dikatakannya, penerapan digital ekonomi berperan dalam mempercepat kesejahteraan masyarakat. Penerapan tersebut sebagai solusi untuk meningkatkan daya saing, terutama pada proses produksi, pembiayaan dan pasar.

“Ini penting dilakukan karena prosesnya akan menjadi lebih efisien dan efektif,” ujarnya.

Digital Ekonomi tambahnya, harus mampu mendorong sektor industri. Melalui digital ekonomi itulah, segala informasi tentang penyediaan bahan baku industri di masing-masing daerah bisa tersedia. Dengan begitu ketika ada suatu daerah atau perusahaan membutuhkan bahan baku, bisa mengambil dari daerah lain dan tidak perlu impor dari luar negeri.

“Kami mencoba dalam forum gubernur untuk berupaya mendeteksi apa saja bahan baku yang dibutuhkan di 34 provinsi. Tujuan kami adalah bisa mengurangi bahan baku impor. Proses substitusi seperti ini harus menonjol sehingga ekspor impor negara kita tidak defisit,” ungkap Pakde Karwo sapaan akrabnya yang juga menjabat sebagai Ketua APPSI.

Dalam kesempatan itu, Pakde Karwo juga menjelaskan, pada Tahun 2016 usaha mikro kecil menengah (umkm) memberi kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim sebesar 57.52 persen.

Kontribusi UMKM sangatlah besar dalam mewujudkan peran digital ekonomi di Jatim. Berdasarkan sensus ekonomi yang dilakukan pada tahun 2006 jumlah UMKM Jatim hanya sebanyak 4,2 juta dan pada 2012 meningkat jadi 6,8 juta. Jumlahnya terus meningkat dan tumbuh pada Tahun 2016 menjadi 12.1 juta umkm.

“UMKM Jatim terbukti telah mampu menopang pertumbuhan perekonomian di Jatim. Sekaligus tulang punggung atau backbone perekonomian Jatim,” imbuhnya.

Dihadapan media yang hadir, Pakde Karwo yakin, bahwa pendidikan double track SMA/MA dilakukan untuk mengisi kekosongan terhadap proses industrialisasi di Jatim. Dalam konsep tersebut terdapat link and match antara pendidikan dengan tercukupinya lowongan tenaga kerja. Penerapan double track dilakukan dengan menambahkan kurikulum kompetensi di SMA, yakni menyisipkan pendidikan vokasional.

“Penerapan konsep double track untuk menghadapi pertarungan global dan mengisi tenaga kerja pada sektor industri,” tambahnya.

Pakde Karwo memandang, bahwa pemerintah harus hadir serta mengintervensi terhadap masyarakat bawah atau wong cilik. Bentuk intervensi tersebut membuktikan bahwa Jatim adalah provinsi yang bukan menganut sistem liberal.

Pemprov Jatim, lanjutnya terus melakukan intervensi terhadap wong cilik melalui berbagai cara antara lain pemberian suku bunga murah dan memberikan stimulus kredit murah dengan metode loan agreement melalui perbankan.

“Inilah keberpihakan kita yakni makmur bersama wong cilik. Yang kalah dalam pertarungan pasar harus kita support dan intervensi dari pertarungan pasar bebas,” tutupnya. (dji)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button