BALI

Dualisme Yayasan Dwijendra, Merasa Didzolimi Chandra Jaya Lakukan Perlawanan

DENPASAR, BALI, BN –   Kisruh yang kini merembet bak bola liar di internal Yayasan Dwijendra Denpasar, hingga kini masih berlangsung dan belum ditemukan muara penyelesaian antara pihak- pihak yang bertikai.

“Ini bermula dari kasus pengambilan uang  yang dilakukan oknum pembina yayasan, yakni dr. I Ketut Karlota dan I Nyoman Satia Negara. Kejadian ini kemudian bergulir ke meja hukum, dan merembet saya dilengserkan sebagai Ketua Yayasan Dwijendra pada 12 Maret 2018. Padahal mestinya saya menjabat sampai 20 September 2018,” kata Dr. MS Chandra Jaya M Hum, Ketua Yayasan Dwijendra yang lama, dalam jumpa pers dengan awak media di aula kampus Universitas Dwijendra, Jalan Kamboja Denpasar, Kamis (29/11/2019).

Chandra Jaya melanjutkan, ada dugaan dirinya dilengserkan karena untuk menghilangkan barang bukti (BB), terkait kasus pengambilan uang yang sudah bergulir ke ranah hukum.

“Karena ada pihak-pihak yang tidak bisa menunjukkan kesalahan saya terkait kasus diambilnya uang, maka saya diberhentikan dan digantikan Ketut Wirawan. Padahal saya tidak korupsi dan tidak menyebabkan yayasan pailit. Jadi saya benar-benar didzolimi. Saya tidak diberi kesempatan untuk membela diri, maka saya kemudian menggugat pemberhentian saya, ini kesewenang-wenangan namanya,” katanya.

Dia melanjutkan, padahal sejak dirinya menjadi Ketua Yayasan Dwijendra, maka gedung SMP Dwijendra yang semula berlantai 2, kemudian dibangun jadi lantai 5. Juga ada pembangunan SMK di Peguyangan. Begitu juga lahan parkir dulu krodit, dan kini telah dialihkan ke basement.

“Nah, semua upaya saya memajukan yayasan ini tidak dianggap. Malah saya benar-benar didzolimi. Dianggap tidak minta izin atau melakukan tindakan dengan persetujuan pembina. Kan aturannya, pembina tidak boleh bertindak mencampuri,” katanya.

Bahkan, kata Chandra, dirinya telah dituduh tidak memberikan laporan keuangan selama masa menjabat sebagai ketua pengurus yayasan. “Ini sama sekali tidak benar,” tepisnya.

Disebutkan, apa yang diomongkan Wirawan di luar sana tidak berpengaruh sedikitpun sepanjang dia tidak menunjukan legalitasnya.

Sementara itu, penasihat hukum Yayasan Dwijendra, Nyoman Gde Sudiantara menyebutkan, di Yayasan Dwijendra saat ini tengah bergulir persoalan perbuatan hukum (PMH) atau pidana serta kasus perdata.

“Termasuk persoalan pengambilan uang. Padahal aturannya kan pembina tidak boleh mengambil uang yayasan. Hal ini dikarenakan yayasan itu tujuannya sosial, bukan seperti PT yang mencari keuntungan,” katanya.

Menyinggung terjadinya kericuhan pada yang 14 November dan 26 November 2018, itu karena ada unsur pemaksaan kehendak. Dalihnya mau rapat dan sembahyang, maunya dengan target utama penguasaan yayasan,” ujar Sudiantara, didampingi tim Yudistira Association.

Sudiantara yang akrab dipanggil Ponglik menjelaskan, mestinya pihak-pihak ini menghormati perjalanan proses hukum. Bukannya malah memaksakan kehendak, yang berujung ada kericuhan.

“Dan Pak Chandra bukan ngotot mempertahankan jabatan. Tapi kenyataannya kan Ketut Wirawan yang ditunjuk sebagai pengganti, tidak mampu menunjukkan akta legalitas pengangkatannya dari Menkumham,” katanya.

Terhadap apa yang dialami kliennya, Ponglik selaku PH berjanji akan melakukan langkah hukum kepada pihak-pihak yang mempersoalkan kliennya. Entah langkah hukum apa kita nantikan.

“Semoga saja semuanya berakhir baik agar semua pihak, khususnya siswa dan mahasiswa yang menimba ilmu di perguruan dibawah naungan Yayasan Dwijendra ini tidak menjadi korban,” pungkasnya. (tim)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button