NTT

Wilhelmus Y. Bere Ati: Pemerintah Harus Rubah Mindset Rakyat NTT Dalam Pembangunan Dan Irigasi

KUPANG, NTT, BN – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) Kupang menggelar talk show dengan Tama Potret Pembangunan NTT & Irigasi Solusi Kekeringan NTT, Sabtu, (19/1) bertempat di Asrama Haji Kota Kupang NTT.

Kegiatan talk show yang diadakan oleh PMII Kupang mengangkat tajuk “Potret Pembangunan NTT & Irigasi Solusi Kekeringan NTT”. Hasnu Ibrahim selaku ketua umum PMII Kupang dalam sambutannya menjelaskan bahwa talk show yang digelar oleh PMII Kupang ini berangkat dari kegelisahan dan rasa keprihatinan PMII terhadap kondisi Pembangunan NTT yang belum mencapai taraf kesejahteraan dan pemerataan.

“Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geopolitik, geostrategis dan geoekonomi adalah suatu provinsi yang diilhami oleh sang pencipta sebagai provinsi yang kaya. Namun kekayaan dari provinsi ini hanyalah ilusi dan angan-angan semata. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia ( SDM ) NTT dalam hal ini pemerintah sebagai komponen terpenting dalam pembangunan,” ungkap Hasnu Ibrahim.

Hasnu Ibrahim lebih jauh menjelaskan bahwa dalam kegiatan talk show ini pula PMII Akan melakukan mapping terhadap persoalan yang harus dikerjakan oleh pemerintah provinsi NTT Victor Bung Tilu Laiskodat selaku Gubernur NTT. “Mapping talk show PMII terbagi atas : Mapping Perekonomian, Mapping Kelautan dan Perikanan, Mapping Pertanian, Mapping pariwisata, Mapping Regulasi dan Mapping Renstra, yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menemukan titik temu dari akar persoalan yang ada agar PMII dapat merumuskan suatu langkah baru dalam mengendors (mendorong ) percepatan pembangunan provinsi tercinta ini,” tuturnya.

Untuk itu PMII memiliki harapan besar kepada Victor Bung Tilu Laiskodat agar dapat meraih apa yang menjadi mimpi rakyat NTT. “Kegiatan talk show yang diselenggarakan oleh PMII Kupang ini menghadirkan Narasumber Teknisi Ahli Consultants Internasional, Wilhelmus Y. Bere Ati salah satu putra terbaik asal Belu – NTT yang sangat akrab disapa Wempi ini sudah melalang buana dan telah berkiprah di berbagai dunia internasional dalam urusan irigasi, pembangunan, dan pertanian,” harapnya.

Dalam pemaparan materinya, Wilhelmus Y. Bere Ati menceritakan bagaimana kiprahnya menyedot air sungai Bengawan Solo ke lahan-lahan pertanian milik warga yang mengalir dengan derasnya melalui saluran irigasi untuk menghidupi 40 juta petani yang hidup makmur dari mengumpulkan air sungai Bengawan Solo. “Semua ini saya lakukan demi kemakmuran rakyat provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang luas wilayahnya sekira 670 KM untuk menghidupi 40 juta petani yang hidup dari mengumpulkan air dari sungai Bengawan Solo. Lalu bagaimana dengan provinsi NTT ? Pemerintah kita hanya bisa berpikir dalam membuat Bendungan, agar bisa dimanfaatkan bagi irigasi.

Ini yang membuat pola pikir kita masih kering-keringan. Hal utama yang harus dirubah dalam mindset rakyat NTT yakni hindari sedikit-sedikit menyerah dengan keadaan.

Misalkan Kabupaten Sumba, itu adalah daerah aliran sungai yang sangat bagus, namun hingga sejauh ini pemerintah kita belum mengerti langkah apa yang harus dilakukan.
Secara geografis kabupaten Sumba itu sebenarnya bukan kabupaten yang kering kerontang, tapi kabupaten produktif. Posisi padang rumput Sumba itu bisa dijadikan lahan pertanian paling potensial apabila dibuat dan ditata secara baik.

Untuk pulau Timor seperti Malaka dan amfoang sebagian dimanfaatkan sebagai lahan pertanian produktif dan sangat potensial. Bagaimana dengan Bendungan raknamo, isi airnya 4 tahun dipakai hanya satu musim habis nanti nganggur selama 4 tahun, karena tidak punya sumber air. Ini adalah suatu kebijakan yang konyol dan dungu,” ungkap Wempi.

Masih menurut Wempi, banyak kebijakan pemerintah tentang mengatasi kekeringan itu tidak pada tempatnya. Karena dinilai tidak terlalu mengena pada substansi dalam mengatasi kekeringan NTT. “Saya sering berdebat dengan pemerintah NTT, terkait pembangunan Bendungan Raknamo. Dalam pembangunan Bendungan Raknamo memerlukan anggaran yang besar dan lebih besar lagi untuk bangun jaringan irigasi. Jaringannya lewat air sampai 10 tahun tidak bisa beres-beres. Kegunaan Bendungan Raknamo hanya dijadikan sebagai tempat foto-foto dan selfie saja.
Hemat saya, ada cara yang paling bagus untuk mengatasi kekeringan di NTT yakni dengan irigasi yang langsung kita pergunakan. Air itu walaupun kita pakai pompa atau apa tapi langsung bermanfaat dengan membendung sungai – sungai yang kecil langsung dipompa ke saluran irigasi dan warga sekitar pastinya akan tanam dengan berbagai tanaman ekonomi dan biayanyapun lebih murah dibandingkan dengan membangun Bendungan -bendungan yang besar tapi asas manfaatnya tidak dirasakan oleh rakyat kita” ungkap Wempi.

Saya contohkan di Tuban, rakyat Tuban hidupnya rata-rata punya rumah tinggal yang permanen, punya mobil semua, karena mereka memiliki mindset berpikir yang kualitas dan bernas, pola pikir yang mereka tanam tidak menyerah dengan situasi,” ujarnya.

Menurut Wempi, untuk konteks Provinsi NTT jangan terlalu berpikir muluk-muluk, karena dinilai orang NTT masih terkontaminasi dengan cara berpikir yang terlalu tradisional bahkan primitif seperti zaman Belanda. Paradoks pembangunan provinsi NTT dan Irigasi masih jauh dari harapan. “Artinya bahwa provinsi ini belum mampu untuk mensejahterakan rakyatnya. Sehingga sangat diperlukan sosok pemimpin yang memiliki wawasan luas dan kemampuan dalam meloby dengan daerah-daerah lain yang telah maju di Indonesia,” pintahnya.

Wilhelmus juga mengkritisi program gubernur NTT, Victor Bung Tilu Laiskodat dengan program kelor. “Provinsi ini tidak cocok dengan kelor, apa yang menjadi nilai jual dari kelor. Yang cocok dengan kondisi iklim provinsi ini adalah tanaman jagung, namun pemerintah kita tidak melanjutkan program unggulan rakyat NTT.
Saya sudah puluhan tahun dibidang pertanian bercocok tanam, jadi saya sangat mengerti apa yang dimaksudkan oleh rakyat di Provinsi ini. Jadi, jangan di politisir program yang berpihak pada rakyat tapi nyatanya dipolitisasi demi melanggengkan kekuasaan,” kritiknya.

Wempi berharap hal penting yang harus dilakukan untuk mengatasi kekeringan di NTT sebenarnya tidak terlalu sulit, langkah yang harus dilakukan adalah memperbaiki sistem yang sudah ada serta menjaring orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, pungkasnya.(anis ikun/jati).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button