JABAR

Haerudin: Pancasila Seyogyanya Jadi National Public Norm dan Leading Principles

TASIKMALAYA JABAR, BN – Etika Pancasila sangat menghendaki kukuhnya persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia dalam wadah NKRI berdasarkan prinsif Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan kata lain, kampanye hitam, fitnah, isu SARA, berita bohong atau hoax dan kampanye negatif yang menyerang pribadi kontestan atau partai lain sama berarti melanggar etika Pancasila dan patut dikenai sangsi sosial maupun politis.

Hal tersebut dipaparkan anggota MPR RI, Haerudin, S.Ag., MH pada acara Sosialisasi Empat Pilar yang meliputi Pancasila, UUD 1945, NKRI serta Bhineka Tunggal Ika di Aula Madrasah Aliyah (MA) Al Huaidiah Cibuniasih Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu (9/3 2019).

Acara sosialisasi yang difasilitasi Kepala Desa Cibuniasih dan melibatkan pula staf pemerintah desa sebagai peserta ini guna memberikan wawasan serta edukasi terkait pengamalan nilai-nilai pancasila terlebih dalam momentum perhelatan berdemokrasi dengan rencana aksi untuk membentuk sistem etika di bidang politik, ekonomi.

“Sebagai sistem etika, Pancasila seyogyanya menjadi national public norm dan leading principles, baik bagi penyelenggara negara atau juga khususnya penyelenggara pemilu, parpol, elite politik, dan masyarakat sebagai subjek politik,” jelas calon legislatif untuk DPR RI pada Dapil Jabar XI ini.

Menurut leguslator Fraksi PAN ini, sistem tersebut tidak hanya menjadi rambu-rambu bagi perilaku politisi, tetapi juga bagi semua pemangku kepentingan. Baik bagi KPU, Bawaslu, konsultan politik, ataupun lembaga survei politik, sebab ia menilai mereka memiliki kewajiban moral yang sama dan berkontribusi terhadap terciptanya kualitas demokrasi yang bermartabat dan demokratis.

Anggota Komisi IX DPR RI ini pun secara tegas menyebutkan demokrasi sejatinya dibangun harus dilandaskan pada etika dan moral. Dipaparkan, demokrasi harus berlandaskan pada keyakinan nilai dan martabat manusia, sehingga melahirkan keyakinan diri, intelegensia, diskriminasi etis dan apresiasi estetika.

Selain itu, sambungnya, kebebasan dalam demokrasi diperlukan guna pengembangan moral, intelektual dan spiritual. Disamping pula, menggunakan payung hukum untuk menghindarkan dari nafsu, prasangka dan hak-hak istimewa.

“Ditambah pula demokrasi harus berlandaskan pada azas persetujuan, dimana perlu adanya control kerakyatan atas isu-isu kebijakan. Dan demokrasi harus menepati prinsip perbaikan dan kemajuan,” tandasnya dihadapan ratusan peserta dan tamu undangan.

Oleh karenanya dirinya menilai demokrasi merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasaan terletak pada mayoritas rakyat dan pelaksanaannya dilakukan melalui wakil-wakil yang terpilih.

“Demokrasi tidak sekedar teori mengenai pemerintahan atau bernegara, tetapi juga pandangan hidup yang terkandung dalam dasar-dasar moral,” pungkasnya. (Sn)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button