JABAR

Legislator PAN: Hadapi Dekadensi Moral Dibutuhkan Peranan Santri Sebagai Penjaga Moralitas

GARUT, JABAR BN – Maraknya perbuatan yang dinilainya tidak beradab dan tercela muncul akibat dari dekadensi atau krisis moralitas untuk itu dibutuhkan peranan masyarakat terlatih sebagai penjaga moral.

Demikian disampaikan Anggota DPR/MPR RI, Haerudin, S.Ag., MH dalam sosialisasi 4 pilar di Aula Pimpinan Cabang (PC) Persatuan Islam (Persis) Cikajang Kabupaten Garut, Sabtu (30/3/2019).

Sosialisasi yang difasilitasi Himpunan Mahasiswa (Hima) Persis tersebut memaparkan terkait Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bineka Tunggal Ika.

“Beberapa kasus seperti tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme, ditambah kriminalitas, pornografi dan berbagai jenis aktivitas buruk lainnya menjafi wajah suram bahkan sudah menjadi peristiwa harian yang biasa,” ujar legislator Fraksi PAN ini dihadapan lebih dari seratus peserta ini.

Maka itu, dalam kondisi krisis moralitas tersebut ia menilai dibutuhkan orang-orang yang terlatih dan memang telah memilih sedari awal untuk menjadi penjaga moral itu.

“Santri merupakan penjaga moral yang tepat. Kenapa demikian? Karena santri dalam kehidupannya terdidik dan memiliki jiwa pejuang dan selalu membawa misi dalam hidup yaitu beribadah dan menegakkan kalimat Ilahi,” paparnya.

Bukan hanya itu, diungkapkan anggota Komisi IX ini, inspirasi yang bisa diambil dari kaum santri adalah tradisi hidup mandirinya. Bila menilik saat tengah menempuh pendidikannya di pesantren, mayoritas kaum santri dituntut untuk hidup mandiri.

“Karena para santri sudah terdidik hidup mandiri, maka dari kebiasaan itu akhirnya merubahnya menjadi karakter. Dengan kata lain, ketika sudah memiliki karakter mandiri santri sangat bisa cepat beradaptasi ketika mulai terjun di masyarakat,” ujar Haerudin yang kembali mencalonkan sebagai calon legislatif daerah pemilihan Jabar XI meliputi Kab. Garut, Kota/Kabupaten Tasik.

Menurutnya, berbekal karakter hidup mandiri serta jiwa pejuang itulah dengan sendirinya santri akan menjadi garda penjaga moral bangsa. Peran santri sebagai penjaga moral bangsa sangat diperlukan di era sekarang.

Sebab, sambungnya, tantangan zaman begitu besar, dekadensi moral hampir terjadi di banyak sektor.

Seperti tercatat dalam sejarah, keberadaan pesantren dan santri selalu terlibat dalam setiap peristiwa penting di Indonesia. Salah satunya dalam perumusan dasar negara Pancasila.

“Jangan malu menjadi santri. Yang menggagas dasar-dasar Indonesia salah satunya adalah adanya unsur perwakilan santri,” tegas Haerudin dihadapan ratusan peserta yang mayoritas didominasi santri dan mahasiswa.

Haerudin juga menekankan tentang pentingnya melanjutkan peran yang telah diambil santri pada zaman dahulu. Peranan penting itu harus dipertahankan dan dikembangkan santri masa sekarang. Peran penting itu bisa ditanggung santri masa sekarang dengan syarat mengusai pengetahuan kemasyarakatan yang memadai.

“Santri, tidak hanya paham masalah akhirat tetapi juga memahami urusan duniawi, yaitu urusan kebangsaan dan kenegaraan,” jelasnya.

Dituturkannya apabila moral bangsa hancur, maka akan hancurlah bangsa. Namun, samhungnya, dewasa ini kebanyakan orang cenderung mengabaikan perilaku yang mencerminkan sikap bermoral. Karena moral tercermin pada perbuatan-perbuatan masyarakat itu sendiri khususnya para remaja sebagai generasi penerus suatu negara.

Ia mencatat, pesantren telah memiliki reputasi dan prestasi besar bagi bangsa Indonesia melalui alumni-alumninya yang pantas untuk dikaji dan ditiru dalam penerapan pendidikan dan pengajarannya. Bahkan pesantren telah berhasil dalam penanaman dan penumbuhan rasa nasionalisme terhadap bangsa. Disamping pula telah berhasil dalam menanamkan moralitas bagi para santrinya.

“Perlu diingat bahwa pesantren juga menanamkan ilmu pengetahuan bagi para santri-santrinya. Jadi tidak sepantasnya pesantren atau madrasah yang ada di Indonesia dihilangkan dari peta sejarah pendidikan Indonesia atau mendapatkan perilaku yang menyudutkan pesantren atau madrasah melalui pendiskriminasian fasilitas, bantuan-bantuan, atau memarjinalkan pesatren atau madrasah melalui kebijakan-kebijakan pemerintah,” pungkasnya. (Sam)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button