JATIM

Pasien JKN-KIS Wajib  Ditangani Meski RS Tidak Bermitra Dengan BPJSK

Kepala BPJSK KCU Surabaya Herman Dinata Mihardja

SURABAYA,  JATIM,  BN – Dalam beberapa hari ini viral beredar di group-group Whats App (WA) yang menyatakan pasien Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS)  Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)  jika dalam keadaan gawat darurat atau kritis bisa masuk dan WAJIB  ditangani secara serius di Rumah Sakit (RS)  manapun termasuk RS Bintang Lima tanpa harus membayar terlebih dahulu. Dalam kondisi darurat RS tidak boleh tanya tentang pembayarannya. PASIEN KONDISI DARURAT harus ditangani RS sampai maksimal baru bicara biaya.

Berikutnya dalam alenia ke tiga menyatakan pasien panduan BPJS… tidak wajib membayar sepeserpun walau RS bintang lima tidak bekerjasama dengan BPJS. Alasannya adalah setelah pasien melewati masa kritis, pasien dapat dirujuk ke RS yang sudah bergabung atau telah bekerjasama dengan BPJS dan RS yang telah menangani pasien JKN -KIS yang berstatus gawat darurat dapat menagihkan ke BPJS kelas apapun. Sanksi diberlakukan kepada RS yang menolak pasien JKN-KIS dalam status kegawat daruratannya seperti di atas yaitu pencabutan izin Rumah Sakit.

Seperti dijelaskan sejak tahun 2017 oleh Kementrian kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI)  menegaskan seluruh RS untuk serius menangani apabila ada pasien BPJS kesehatan atau peserta JKN-KIS dalam kondisi darurat. Mengingat sampai saat ini masih banyak RS yang menolak pasien BPJS.

Kemenkes melalui pernyataan tertulisnya mengatakan, pasien BPJS dalam kondisi darurat bisa ditangani secara serius di RS manapun termasuk RS besar tanpa harus membayar terlebih dahulu. Bahkan pasien panduan BPJS, tidak wajib membayar sepeserpun walau RS besar itu tidak ikut BPJS. Karena setelah melewati masa kritis pasien dapat dirujuk ke RS yang sudah bergabung dengan BPJS dan RS yang telah menangani pasien gawat darurat sebelumnya dapat menagihkan ke BPJS (dikutip dari laman resmi kemenkes).

Apabila ditemukan ada RS yang menolak pasien seperti ini, bisa dilaporkan ke 1500567 Halokemenkes atau www.kemkes.go.id tweet@kemenkes.

Menanggapi hal ini, Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Surabaya Herman Dinata Mihardja menjelaskan, kewajiban terkait kebijakan di atas telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

“Aturannya sudah jelas,yang wajib adalah pasien dalam kondisi gawat darurat, pasien emergency, pasien JKN-KIS seluruh Indonesia, Bicara fasilitas kesehatan, baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan, baik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan maupun belum bermitra, wajib memberikan pertolongan pertama dalam kondisi kegawatdaruratan terhadap pasien tersebut karena telah diatur dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2014, ” ujar Herman ketika dikonfirmasi BN, Minggu, (08/09/2019).

Tentang pembiayaan (sambung Herman) RS yang telah menangani pasien gawat darurat JKN-KIS dapat melakukan klaim pengajuan pembayaran kepada BPJS Kesehatan setempat.” seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang mewajibkan rumah sakit untuk mengutamakan penyelamatan nyawa pasien dan tidak boleh meminta uang muka, ” tegas Herman.

“Tagihan bisa di ajukan ke kami (BPJSK)  Surabaya jika pasien dilayani RS di Surabaya. Tapi hanya kasus UGD nya atau gawat daruratnya mas,” imbuhnya.

Kewajiban memberikan pertolongan kepada pasien juga berlaku bagi tenaga kesehatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 59 ayat (1) Uu No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. Pimpinan RS atau tenaga kesehatan yang menolak pasien dalam keadaan darurat bisa di pidana dan dikenakan sanksi denda sebagaimana diatur dalam pasal 190 UU kesehatan.

(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)  tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)  tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah).

Menanggapi berita yang beredar, Herman menambahkan pemberlakuan tersebut tidak hanya diberlakukan pada wikayah surabaya, namun berlaku secara nasional.(boody) 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button