SUMSEL

Menggungkap Ribuan Pegawai “Siluman” Pemkab KBB

Bandung (BN)  – Pemerintah Kabupaten Bandung Barat diduga miliki ribuan pegawai “siluman” berstatus pegawai non-ASN atau tenaga kerja kontrak (TKK). Para pegawai “siluman” tersebut ditempatkan dengan disebar di berbagai instansi atau satuan kerja perangkat dinas (SKPD) di lingkungan Pemkab Bandung Barat.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari BandungKita.id, para pegawai berstatus TKK atau tenaga honorer itu jumlahnya meningkat drastis dalam beberapa bulan terakhir. Tepatnya usai Aa Umbara Sutisna dan Hengky Kurniawan secara resmi dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati KBB pada September 2018 lalu.

Jumlah pegawai TKK di Pemkab Bandung Barat saat ini disebut-sebut mencapai sekitar 3.000 orang. Jumlah yang sangat fantastis itu hampir setara dengan jumlah PNS atau ASN di KBB.

Menariknya, para pegawai TKK yang jumlahnya ribuan itu sebenarnya tak terlalu dibutuhkan oleh SKPD. Sebab, beban pekerjaan di tiap SKPD sebenarnya sudah tertangani dengan PNS atau ASN yang ada. Akibatnya banyak pegawai yang ‘menganggur’ karena tak kebagian pekerjaan.

Perekrutan ribuan TKK tersebut sama sekali tak melalui tahapan kajian. Tak ada pertimbangan atau analisis beban kerja (ABK) dan analisis jabatan (anjab). Meski jumlah pegawai yang ada di tiap SKPD pun sudah melebihi batas, namun ada pihak yang tetap menjejalkan TKK ke SKPD.

Bahkan, sebagaian besar Kepala SKPD mengeluhkan keberadaan para TKK yang jumlahnya sudah overload tersebut. Para pimpinan SKPD mengaku bingung dari mana membayar gaji atau honor para pegawai TKK tersebut. Sebab, anggaran belanja pegawai di tiap SKPD sangat terbatas dan sudah ditentukan jumlahnya.

Namun aneh bin ajaib. Meski banyak pegawai non job alias tak punya pekerjaan atau bahasa sederhananya ‘makan gaji buta’, tetap saja hampir setiap bulan ratusan pegawai TKK masuk dan dititipkan di berbagai SKPD. Orang dekat bupati disebut-sebut diduga terlibat. Mereka lah yang mengatur semuanya.

Para kepala dinas seolah tak punya pilihan kecuali menerima ‘titipan pegawai TKK’ tersebut karena tak kuasa menolak perintah dan keinginan pihak yang disebut-sebut berasal dari lingkaran elit dan pucuk pimpinan Pemkab KBB tersebut. Mereka beranggapan, menolak titah ‘sang raja’ sama saja dengan bunuh diri.

Bukan tanpa sebab, para pegawai TKK itu bisa dengan mudah masuk dan bekerja di lingkungan Pemkab Bandung Barat. Menurut penelusuran BandungKita.id, para pegawai TKK itu bisa bekerja di lingkungan elit pemerintahan Pemkab Bandung Barat melalui beberapa cara. Namun secara garis besar, jalur masuk mereka melalui dua jalur ‘siluman’.

Pertama, melalui jalur orang dalam. Orang dalam di sini melibatkan oknum pemangku kuasa, pejabat SKPD seperti kepala dinas, Sekdis, Kabid, Kasie, staf atau pensiunan alias mantan pegawai/pejabat dinas tertentu.

Kedua, melalui jalur tim sukses Bupati dan Wakil Bupati KBB. Mereka yang terlibat diduga adalah oknum mantan tim sukses baik lingkaran keluarga, tokoh masyarakat, tokoh partai, politisi, hingga kelompok masyarakat.

Terdapat kesamaan dari kedua jalur masuk TKK tersebut yakni sama-sama harus menyetor sejumlah uang. Tiap TKK diminta ‘mahar’ dengan angka yang bervariasi, mulai Rp 10 juta hingga Rp 30 juta. Bila hal itu dipenuhi, maka kesempatan untuk menjadi pegawai pemerintah pun sudah hampir pasti terkabul, walau statusnya hanya pegawai kontrak.

Berdasarkan data yang dimiliki BandungKita.id, awal Februari 2019 lalu saja, terdapat 204 orang TKK yang baru masuk dan disebar ke sejumlah SKPD. Bahkan data tersebut secara lengkap mencantumkan nama-nama pegawai TKK, asal, background pendidikan serta lokasi penempatan para TKK tersebut.

Bila diambil angka setoran rata-rata Rp 10 juta saja, lalu dikalikan jumlah TKK yang masuk pada awal Februari lalu yang berjumlah 205 orang, maka akan terkumpul uang sebesar Rp 2.050.000.000 atau Rp 2 miliar lebih.

Menurut informasi yang dihimpun, setelah Bupati Aa Umbara berkuasa atau menjadi Bupati KBB, pegawai non ASN di Pemkab Bandung Barat bertambah sekitar 400 orang lebih. Itu pun, masih ada daftar tunggu TKK yang kabarnya akan kembali masuk dalam waktu dekat.

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan, ke mana sebenarnya uang ‘mahar’ yang diprediksi miliaran rupiah dari ratusan TKK itu mengalir? Sejumlah narasumber BandungKita.id bersedia memberikan bocoran. Ada beberapa nama yang disebut. Mereka diduga kuat menerima aliran dana yang terkumpul dari ratusan TKK di Pemkab Bandung Barat tersebut.

Siapa saja mereka yang diduga menerima aliran dana dan yang menjadi otak perekrutan TKK siluman tersebut? BandungKita.id akan mengupas dan mengungkapnya dalam artikel berikutnya. (Tunggu artikel sambung Lipsus jilid 2)Motifnya mulai terang berderang. Impian sebagian masyarakat yang ingin bekerja di instansi pemerintah benar-benar dimanfaatkan oleh para oknum yang terlibat untuk mengeruk keuntungan materi.

Lihat saja pengakuan sejumlah TKK kepada BandungKita.id. David (bukan nama sebenarnya) mengaku rela mengeluarkan sejumlah uang demi mewujudkan impiannya bekerja di instansi pemerintahan. Terlebih, pada tahun lalu pemuda berusia 23 tahun itu tak lolos seleksi CPNS yang digelar pemerintah pusat.

 

TKK yang mulai bekerja pada pertengahan Januari 2019 itu mengaku berhasil masuk dan bekerja di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) KBB, tanpa melalui tes dan prosedur yang berbelit.

“Hari jumat disuruh ke kantor Pemda (KBB), terus hari Seninnya langsung disuruh kerja,” ungkap David saat ditemui BandungKita.id di komplek perkantoran Pemda KBB, Selasa, (13/2/2019).

Dia mengatakan, dirinya bisa menjadi TKK karena ia dan ayahnya ikut membantu kesuksesan terpilihnya Aa Umbara dan Hengky Kurniawan sebagai Bupati dan Wakil Bupati KBB.

“Alhamdulillah, udah rezekinya mungkin. Mungkin karena emang saya dan ayah saya mengikuti Aa Umbara dari dia masih di DPRD sampai terpilihnya sebagai Bupati,” ungkapnya.

Bupati KBB Aa Umbara Sutisna memberikan arahan kepada para ASN dan pegawai non-ASN Pemkab Bandung Barat pada kegiatan apel pagi, beberapa waktu lalu. (foto;humaskbb)

Selain dirinya, sambung David, dia mengatakan ada beberapa temannya juga yang diberi kesempatan untuk bekerja di salah satu SKPD. Pasalnya, ia dan beberapa temannya diklaim pernah menjadi tim sukses Bupati saat Pilkada 2018 lalu.

Lain lagi dengan cerita yang diungkapkan Firza (bukan nama sebenarnya). Pria berusia 27 tahun itu juga mengaku mendapat kemudahan masuk sebagai pegawai pemerintah karena sebelumnya ditawari oleh seseorang yang mengaku dekat dengan seorang kepala dinas.

Namun, Firza diminta menyiapkan sejumlah uang. Uang tersebut, kata dia, sebagai ‘uang terima kasih’ untuk kepala dinas.

“Saya diminta Rp 20 juta. Saya penuhi permintaan itu dengan dua kali bayar. Pertama Rp 10 juta, lalu keduanya Rp 10 juta lagi. Setelah lunas, saya langsung kerja,” kata Firza.

Namun setelah masuk dan ditempatkan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnkertrans) KBB, ia mengaku melihat banyak keganjilan. Firza mengaku hanya disuruh datang dan masuk kerja tiap hari. Namun ia mengaku tak mendapat arahan berupa penugasan atau tanda tangan kontrak kerja.

Benar saja, kecurigaannya terbukti. Setelah tiga bulan bekerja, ia tak pernah menerima gaji. Karena merasa aneh dan kesal karena tak digaji, ia mengaku menjadi sering bolos kerja.

“Akhirnya saya menyadari, bahwa saya bayar uang Rp 20 juta itu salah. Saya menyesal, tapi kayanya uang itu enggak akan bisa kembali,” ujar dia.

Seorang TKK lainnya, Ade (bukan nama sebenarnya) memiliki cerita lain lagi. Ade yang mengaku membayar Rp 10 juta melalui seseorang, awalnya dijanjikan untuk bekerja di Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) KBB. Namun ketika masuk, ia ditempatkan di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

 

“Katanya saya tugas di Satpol PP dulu selama tiga bulan. Setelah itu enggak tahu akan ditempatkan di mana,” kata Ade kepada BandungKita.id.

Lain lagi dengan yang dialami Feri. Feri mengaku bisa bekerja di salah satu SKPD melalui oknum anggota organisasi masyarakat (ormas) tertentu.

“Ditempatin di Dinas PU (Pekerjaan Umum). Udah setahun belum digaji kang. Waktu itu diminta bayar Rp 25 juta. Teman saya bahkan bayar Rp 30 juta,” kata pemuda berkumis tipis itu.

Di sisi lain, dari investigasi yang dilakukan, banyaknya pegawai TKK yang tak jelas statusnya, juga dikeluhkan pejabat salah satu SKPD. Pejabat tersebut mengaku bingung akibat banyaknya TKK di instansinya.

“Padahal di DPA, TKK untuk dinas kami itu hanya sekitar 7 orang. Tapi nyatanya ada lebih dari 50 orang. Lah kita mau ngegajinya uang dari mana?” ungkap pejabat tersebut kepada BandungKita.id.

Menurutnya, puluhan pegawai TKK di instansinya masuk tanpa melalui prosedur dan administrasi yang jelas. Bahkan, ia mengaku tidak tahu menahu sejak kapan para pegawai TKK masuk dan mulai bekerja.

“Tiba-tiba ada dan memakai seragam dinas. Tanpa ada konfirmasi terlebih dulu sebelumnya,” ujarnya sambil geleng-geleng kepala.

Ia menduga para pegawai TKK itu adalah titipan sejumlah pejabat, keluarga pejabat dan oknum ormas. Padahal, diakuinya instansinya sama sekali tak membutuhkan tambahan pegawai.

Seorang kepala dinas lainnya juga mengaku tidak tahu menahu bila instansi yang dipimpinnya kelebihan pegawai TKK. Ia mengaku tidak pernah mengajukan penambahan pegawai.

“Saya juga bingung. Mendingan saya pindah saja,” kata kepala dinas tersebut yang meminta namanya tidak ditulis tersebut.

Bahkan, mantan Plt Bupati KBB Dadang Masoem sempat menyoroti terlalu banyaknya pegawai TKK atau pegawai non-ASN di lingkungan Pemkab Bandung Barat. Sebab, keberadaan ribuan TKK itu terlalu membebani anggaran pemkab, padahal keberadaan mereka kurang efektif.

Bagaimana tanggapan Pemkab Bandung Barat mengenai hal ini? Siapa saja yang diduga terlibat? Ke mana duit ‘mahar’ itu mengalir? Tunggu pada tulisan selanjutnya. (Sumber .Tim BandungKita.id/M Zezen Zainal M/Bagus Fuji Panuntun/Restu Sauqi)

Related Articles

Back to top button