JATIM

Pasien Hemofilia Di Surabaya, Rasakan Benar Manfaat JKN – KIS

Muhammad Farrosy (14) Peserta JKN-KIS

SURABAYA, JATIM, BN – Tak ada orang tua yang ingin anaknya sakit atau menderita karena sebuah penyakit. Namun terkadang, takdir berbicara lain, sehingga dibutuhkan ketabahan dan kebesaran hati dari orang tua yang harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa menyembuhkan anak tercinta. Ini pula yang dilakukan Amalia (37) warga Jl. Ampel Kembang Surabaya, ketika anaknya Muhammad Farrosy (14) didiagnosa mengidap penyakit Hemofilia.

Amalia mengetahui anaknya menderita hemofilia pada usia anak 3 tahun, ketika Farrosy bermain lompat-lompat di kasur kemudian lututnya bengkak dan tidak bisa digerakkan. Dan setelah di bawa ke rumah sakit, dan dilakukan pemeriksaan darah, ternyata di ketahui bahwa Farrosy menderita hemofilia.

“Sebenarnya waktu masih belajar merangkak dulu, lutut anak saya selalu biru-biru dan sama dokter disarankan untuk periksa darah, tapi tidak saya lakukan. Baru pada usia 3 tahun itulah saya periksakan dan ternyata anak saya menderita hemofilia,” terang Amalia.

Hemofilia merupakan gangguan pada sistem pembekuan darah, sehingga membuat tubuh kekurangan protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuaan darah. Protein ini lazim disebut faktor pembekuan. Artinya, ketika seseorang penderita hemofilia mengalami luka, maka perdarahannya bisa berlangsung lebih lama bila dibandingkan dengan kondisi tubuh normal. Di samping itu, gejala hemofilia juga bisa ditandai dengan kulit yang mudah memar, perdarahan di area sekitar sendi, dan kesemutan atau rasa serta rasa nyeri ringan pada siku, lutut, dan pergelangan kaki.

“Sebelum ada BPJS Kesehatan, saya harus menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) untuk berobat anak saya karena biayanya besar sekali. Sekali suntik faktor 8 (suntik octocog alfa) itu biayanya sekitar Rp 6.250.000,” tambahnya.

Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN – KIS) diluncurkan tahun 2014, Amalia langsung menjadi peserta mandiri hingga sekarang, sehingga semua biaya untuk pengobatan anaknya dijamin oleh BPJS Kesehatan. Amalia dan keluarga saat ini terdaftar sebagai peserta mandiri perorangan kelas 3.

“Jadi bisa dibayangkan, kalau tidak ada JKN – KIS, apa yang terjadi pada anak saya karena setiap minggu sekali harus suntik faktor 8 yang harganya sekali suntik Rp 6 juta lebih. Tapi berkat program ini, saya tidak perlu mengeluarkan biaya sama sekali,” lanjut Amalia.

Proses pengobatan jalan anaknya di RS Haji Sukolilo pun, menurut Amalia, sejauh ini tidak ada masalah. Perlakuan RS juga tidak membeda-bedakan dengan pasien umum lainnya.

“Pelayanannya baik dan gak ada perbedaan. Ini saya rasakan benar. Karena sebelum ini saya peserta mandiri kelas 1 yang kemudian turun menjadi kelas 3. Tidak ada perbedaan pelayanan dan obatnya kok. Hanya kamar aja berbeda kalau rawat inap,” tambahnya.

Karena sudah merasakan manfaat program JKN – KIS, Amalia juga menyarankan agar masyarakat yang belum ikut segera ikut program pemerintah ini karena sangat membantu. Ia juga tidak mempermasalahkan besaran iuran yang dibayarkan setiap bulannya, karena jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya pengobatan untuk anaknya.

“Untuk masyarakat yang belum menjadi peserta, saya sarankan untuk segera daftar. Saya sudah merasakan manfaatnya. Bayangkan saja, anak saya harus suntik faktor 8 setiap minggu dengan biaya Rp 6,25 juta. Kalau sebulan itu sudah Rp 25 juta. Karena itu saya tidak keberatan sama sekali dengan iuran bulanan yang harus saya bayarkan, jumlahnya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan jika saja program JKN – KIS tak pernah ada,” pungkas Amalia. (ar/ws/boody)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button