JAKARTA

Solusi Kasus Kekerasan terhadap Wartawan

✓ Talk Show Media Lab Dewan Pers Rabu, 11 Agustus 2021, pukul 10.00-12.00 WIB

JAKARTA, BN – Menurut survei Dewan Pers dan Universitas Multimedia Nusantara “Persepsi Publik terhadap Pemberitaan COVID-19 di Media” yang diselenggarakan pada bulan Mei dan Juni 2021, media massa di Indonesia berhasil menjalankan fungsi komunikasi kesehatan masyarakat
dan edukasi publik selama pandemi COVID-19.

Secara umum, responden menunjukkan respons positif saat mengevaluasi kinerja pers sebagai komunikator kesehatan publik dan dalam melaporkan COVID-19.

Diantara kriteria yang digunakan untuk mengukur kinerja pers dalam peliputan dan pelaporan COVID-19 termasuk mengutip sumber-sumber terpercaya, seperti otoritas kesehatan baik di tingkat nasional maupun internasional sehingga turut berkontribusi bagi
upaya melawan penyebaran misinformasi dan disinformasi.

Kriteria lain termasuk memisahkan
pernyataan politik dan pernyataan ilmiah, dan menampilkan imaji berupa foto atau visualisasi data dengan akurat terkait COVID-19.Hasil survei juga menunjukkan, pemberitaan media massa tentang COVID-19 memiliki
dampak positif terhadap perubahan perilaku responden, yang mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat dan higienis.

Responden juga mengadopsi teknologi digital dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah kontak langsung dengan banyak orang. Kelompok usia muda, merupakan
kelompok yang paling adaptif dibandingkan kelompok usia lainnya–paling banyak mengadopsi teknologi dan tidak menunjukkan reaksi emosi tinggi seperti cemas dan marah sebanyak responden dari kelompok usia lainnya.Sebaliknya, responden dari kelompok lansia (Generasi Baby Boomers), menjadi kelompok yang menunjukkan reaksi emosi tinggi (cemas dan marah) terbanyak.

Hasil survei ini membesarkan hati para jurnalis yang tetap melakukan peliputan pada masa pendemi, walaupun membahayakan keselamatan jiwa. Banyak pemimpin redaksi yang terpaksa membatasi mobilitas anak buahnya di lapangan, padahal fakta lapangan merupakan
salah satu bagian penting dalam proses pengumpulan berita.

Alhasil, sebagian peliputan dilakukan secara daring walaupun tidak optimal karena hampir selalu berlangsung searah dari narasumber kepada wartawan dan tidak ada waktu tanya jawab.Ironisnya, kekerasan terhadap wartawan baik di lapangan maupun di dunia maya pada masa pandemi COVID-19 justru mengalami peningkatan.

Menurut Catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terhadap Kebebasan Pers Mei 2020-Mei 2021, kebebasan pers pada masa pagebluk ini memburuk. Divisi Advokasi AJI Indonesia mencatat ada 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang Mei 2020 hingga Mei 2021.

Jumlah ini menjadi yang terbanyak dalam 10 tahun terakhir pada periode yang sama.Intimidasi (28 kasus) dan perusakan alat dan atau hasil liputan (22 kasus) merupakan kekerasan dominan yang dialami jurnalis. Disusul kemudian kekerasan fisik (19 kasus), ancaman kekerasan atau teror (9 kasus), dan pemidanaan/kriminalisasi (6 kasus).

Dari sisi pelaku, polisi yang semestinya memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan jurnalis justru menempati urutan pertama dengan 58 kasus, disusul pelaku tidak dikenal 10 kasus, warga 7 kasus, TNI 5 kasus dan pejabat pemerintah/eksekutif 4 kasus. Sedangkan dari segi wilayah, Malang menjadi tempat terjadinya kekerasan terbanyak dengan 16 kasus dan Jakarta 15 kasus.Baik AJI maupun Dewan Pers menyoroti kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo di Surabaya Nurhadi dan vonis Diananta dalam setahun terakhir ini.

Menurut Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Arif Zulkifli, komisinya juga menangani pengaduan kasus wartawan Tempo Nurhadi dan jurnalis Banjarmasin Hits Diananta.Kekerasan terhadap wartawan di era pagebluk bukan hanya marak secara luring, namun juga secara daring.

Arif pernah menulis tentang teror digital terhadap wartawan di Buletin Etika Dewan Pers Desember 2020 dan AJI juga menengarai serangan digital terhadap jurnalis marak di era pandemi. Data AJI menunjukkan dalam rentang Mei 2020-akhir April 2021, telah terjadi 14 kasus teror berupa serangan digital. Jumlah itu meliputi 10 jurnalis yang menjadi korban dan empat situs media online.

Sedangkan apabila dilihat dari jenis serangannya yakni 8 kasus doxing, empat kasus peretasan, dan dua kasus serangan distributed denial-of-service (DDos).Doxing dilekatkan pada tindakan yang menyebarkan data pribadi. Bisa berupa foto,alamat rumah atau nomor handphone. Istilah “doxing” (kependekan dari “dropping documents”) pertama kali menjadi populer sebagai kata kerja sekitar satu dekade lalu, merujuk pada tindakan peretas dalam mengumpulkan informasi pribadi dan pribadi, termasuk alamat rumah dan nomor identitas nasional.

Beberapa kasus doxing yang menjadi perhatian publik menimpa jurnalis detik.com pada Mei 2020. Teror ini bermula ketika jurnalis Detik memberitakan rencana Presiden Joko Widodo meninjau persiapan new normal di salah satu mal di Bekasi. Setelah berita ini viral, data pribadi jurnalis Detik disebarluaskan oleh para buzzer.Akun ojek onlinenya juga diretas hingga diserbu dengan orderan makan melalui aplikasi. Ia juga menerima ancaman pembunuhan melalui Whatsapp.

Selain doxing, jurnalis juga menjadi sasaran peretasan akun media sosial.Peretasan menimpa dua situs media: Tempo.co dan Tirto.id pada 21 Agustus 2020. Serangan ini terjadi
setelah Tempo online hingga Koran Tempo memberitakan terkait para artis dan pesohor yang dibayar untuk menjadi buzzer RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Hasil penelusuran jurnalis Tempo,
Jaringan Bonus Demografi membayar para artis itu kisaran: Rp1,5 hingga Rp10 juta. Sedangkan situs Tirto.id diretas. Ada 7 artikel Tirto yang dihapus dan sebagian diubah artikelnya, tanpa sepengetahuan redaksi. Berita yang dihapus paling banyak soal Demokrat, 2 soal obat Corona yang akan dilakukan oleh Unair dan TNI-BIN itu dan terkait polisi urusin beras sampai korupsi.

Jenis serangan berikutnya adalah DDOs, yaitu membanjiri situs yang ditargetkan dengan permintaan yang berlebihan agar membebani sistem dan mencegah akses yang sah pada situs tersebut. Pada 15 Mei 2020, situs Konde.co dan Magdalene.co menjadi target DDOs sehingga tidak bisa diakses oleh publik. Dua media tersebut yang gencar menyuarakan hak-hak perempuan dan kelompok minoritas.

Dari 14 kasus serangan digital tersebut, tiga kasus di antaranya telah dilaporkan ke kepolisian. Tapi hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan. Ini menunjukkan
bagaimana teror berupa serangan digital belum mendapatkan atensi yang serius dari penegak hukum.

Selain itu doxing belum diatur secara lebih spesifik dalam norma hukum di Indonesia.Yang terakhir, kekerasan terhadap wartawan yang sering terlupakan adalah kekerasan
seksual. Berdasarkan data Survei Kekerasan Seksual di Kalangan Jurnalis yang dilakukan oleh AJI
Jakarta pada tahun 2020, terdapat 25 jurnalis yang pernah mengalami kekerasan seksual.

Bahkan berdasarkan data tersebut, tak sedikit dari korban yang mengalami kekerasan berulang atau lebih dari satu kali. Korban didominasi oleh jurnalis perempuan yang sebagian besar adalah reporter yang rentan karena merupakan hierarki terendah di newsroom.

Pelaku terbanyak dari kekerasan seksual tersebut adalah narasumber pejabat publik, narasumber non pejabat publik,dan rekan kerja. Rekan kerja yang menjadi pelaku yakni atasan, rekan sekerja sekantor non
atasan, dan rekan sesama jurnalis dari media yang berbeda.

Pada era pandemi ini, jurnalis merupakan aset kunci karena berperan melawan misinformasi dan disinformasi (hoax) serta menjadi komunikator publik untuk mengubah
perilaku masyarakat agar mencegah meluasnya kasus positif COVID-19. Oleh karena itu,wartawan harus mendapatkan perlindungan secara luring maupun daring dari semua
pemangku kepentingan.

Talk show Dewan Pers Media Lab dengan tema “Solusi Kasus Kekerasan terhadap Wartawan” bertujuan membahas apa saja upaya perlindungan wartawan oleh perusahaan media, perlindungan Dewan Pers dalam kasus pengaduan atas produk jurnalistik, advokasi LBH Pers dan peran serta Polri, yang memiliki kerjasama dengan Dewan Pers, dalam memberikan solusi atas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.(*/DP/red)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button