JATIMLAMONGAN

PABRIK BRIKET ARANG DI NGIMBANG DIDUGA TANPA IJIN

Perusahaan briket arang berlabel STAR COCO Premium Natural Coconut Coal yang terletak di Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. (Foto.dok: Bang IPUL / Tian)

LAMONGAN, BIDIKNASIONAL.com – Pabrik penggilingan arang (briket arang) berlabel STAR COCO Premium Natural Coconut Coal milik Mr. Kamal warga negara Timur Tengah diduga tanpa ijin. Selain itu, pabrik yang  terletak di Desa Sendangrejo, tepatnya jalan raya provinsi Babat-Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tersebut diduga juga melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan. 

Keterangan dihimpun Bidik Nasional (BN), di lokasi perusahaan tidak ditemukan adanya papan nama di depan yang menunjukkan nama PT. Terlihat ada sekitar 6 pekerja perempuan di bagian penggilingan dan 9 orang laki-laki,  begitu juga bagian pengemasan, diduga abaikan kesehatan dan keselamatan pekerja (K3).

Pasalnya, beberapa pekerja pembuatan briket arang tidak di fasilitasi dengan alat pelindung diri (APD) seperti tidak menggunakan sepatu Boot (sepatu septi), masker dan sarung tangan saat melakukan aktivitas kerja penggilingan arang maupun pekerja lain yang ada di pabrik tersebut.

Diketahui, sebelumnya perusahaan tersebut disuplay bahan baku arang mentah dari Desa Girik dengan 3 titik pembakaran di Dusun Gandang 2 titik,  1 titik di Dusun Girik Desa Girik serta pengumpulan bahan baku di Dusun Cerme Desa Girik.

Untuk gudang penampungan lainnya pengiriman arang dari Kediri ke Desa Ngimbang Kecamatan Ngimbang.  Mr. Ikhsan juga warga negara arab yakni partner 3 orang warga negara Timur Tengah (arab) yang berbisnis briket arang di Lamongan.

Lanjut sumber itu, “untuk tempat penggilingan arang mentah di Desa Ardirejo Kecamatan Sambeng milik warga pribumi bernama khoirul orang kepercayaan Mr. Kamal. Namun demikian diketahui, perusahaan  penggilingan arang menjadi briket arang label STAR COCO Premium Natural Coconut Coal dengan kemasan kardus karton warna rumput teki dan warna cokelat milamin 1 KG, 25 mm, 72 Kubes dalam satu kartonya berisi 10 KG, 720 Cubes,” ujar warga setempat yang tak mau dipublikasikan namanya.

Ditempat yang sama, saat awak media melakukan konfirmasi kepada Mr. Kamal salah satu Owner (pemilik) perusahaan dengan berbahasa arab dia melimpahkan kepada, sebut saja pak Ndut (Khoirul) selaku orang kepercayaannya mengatakan,  bahwa dirinya tak tahu menahu karena hanya karyawan biasa.

“Saya tidak tahu mas, karena saya hanya pekerja biasa,” kata Khoirul singkat lalu beranjak pergi, kemudian datang lagi ke pabrik bersama satu orang tak diketahui siapa.

“Kalau terkait perizinan, sebelumnya juga pernah ditanya sejumlah awak media soal izin perusahaan tersebut, pak Ndut sapaan akrab Khoirul waktu itu bilang, tidak pakai izin-izinan dengan bahasa kurang bersahabat,” tambahnya.

Sementara hal senada juga dikatakan Ashari yang diketahui sebagai tangan kanan,  perusahaan. Saat ditanya soal regulasi perusahaan tersebut, kata Ashari, “untuk bahan baku arang mentah ini di suplay dari kediri,” katanya.

Selain itu, hasil.penggilingan arang menjadi briket arang tersebut diekspor ke sejumlah negara diantaranya hongkong, cina dan didominasi ekspor ke negara timur tengah. Disampaikan Ashari, untuk jumlah pengiriman berkisar kurang lebih 3 Ton per bulannya. Untuk apa briket arang tersebut di ekspor kebanyakan ke Timur Tengah, “Untuk rokok,” jawabnya.

Dari pantauan awak media pabrik tersebut juga menyimpan hasil produk briket yang siap kirim yang diduga kelasnya internasional ini sudah produksi sendiri sejak 1 tahun lebih.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Non-Governmental Organization Jaring Pelaksana Antisipasi Keamanan (NGO JALAK) Amin Santoso angkat bicara soal perusahaan yang mengekspor hasil produksi briket arang yang berada di wilayah Kecamatan Ngimbang,  Kabupaten Lamongan.

Bang Amin sapaan familiernya mengungkapkan, dalam hal ini merujuk Pasal 36 ayat 1 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangat terang dijelaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL, wajib memiliki izin lingkungan.

“Dalam pengertiannya, jika izin usaha tersebut dianggap sebagai kewajiban, maka pemilik usaha harusnya menghadirkan izin tersebut sebelum usahanya beroperasi.

Hal ini disebabkan jika ketentuan tentang izin usaha dimaksud tidak dijalankan, maka ada sanksi pidana yang dikenakan kepada pemilik usaha,” tandasnya.

Ditambahkan Bang Amin, apakah pihak OPD terkait diantaranya, Kepala DPMTSP (Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu) serta DLH (Dinas Lingkungan Hidup), terkait label Dinas Perindustrian dan Perdagangan sejauh ini benar-benar belum mengetahui.

“Ataukah memang sudah mengetahui,  namun hanya diam tidak melakukan tindakan sesuai tugas pokok dan fungsi sesuai kewenangannya atau bagaimana, ini patut dipertanyakan,” tambahnya.

Laporan: Bang IPUL/Tian)

Editor: Budi Santoso

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button