Kehidupan Petani Terancam Atas Hilangnya 1502 HA di Bolano, Masyarakat Unjuk Rasa
PARIMO, SULTENG, BN – Sekitar tiga ratusan masyarakat adat Bolano Kabupaten Parimo (Sulteng) bersama Serikat Tani Iloheluma (STI) dan Agra Sulteng yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Bolano, Rabu (25/4) sekira pukul 09.40 Wita memblokir jalur trans Sulawesi dusun IV desa Bolano Barat Kecamatan Bolano di wilayah Utara Parimo dan Kantor Camat sekitar 286 KM dari Ibu Kota Parimo melakukan unjuk rasa.
Unjuk rasa yang di koordinir Moh. Zain selaku Kordinator lapangan (korlap) yang berlangsung selama 90 menit ini meminta kepada pemerintah Kabupaten dan Pemprov Sulteng untuk menarik SK nomor 99 Menhut 2005 tentang penunjukan kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) suaka margasatwa Tanjung Santigi dengan total luasan 1.502 Ha yang merupakan ancaman serius bagi petani dan masyarakat adat Bolano.
“Petani yang berada dikawasan SM Tanjung Santigi dan masyarakat adat Bolano justru terancam kehilangan tanah pertanian dan wilayah. Keresahan warga Bolano sejak dikeluarkan SK dari Kementerian Kehutanan RI” teriak jubir dihalaman Kantor Camat Bolano.
Petani dan masyarakat adat Bolano saat ini sudah mawas diri karena ancaman hilangnya aktifitas pertanian mereka. Belum lagi sebagian besar masyarakatnya sangat menggantungkan hidupnya di kawasan danau (laut kecil) dengan memanfaatkan pencaharian ikan, kepiting bakau dan daun nipah (dibuat atap rumah).
Justru kehadiran Perpres nomor 88 tahun 2017 yang menjadi landasan untuk penyelesaian konflik agraria diatas hutan, justru menjadi momok yang menakutkan bagi kaum tani dan masyarakat adat, skema perhutanan sosial dan resetlemen yang dianggap mampu menjadi solusi, namun hal itu justru merampas tanah petani dan masyarakat adat.
“Tidak adanya pengakuan negara terhadap masyarakat adat Bolano merupakan tamparan keras bagi kita. Padahal masyarakat adat Bolano sudah lebih dahulu ada sebelum Indonesia merdeka” ujar korlap dengan tegasnya.
Namun hal itu sangat bertolak belakang dengan Himbauan pemerintah RI dimana pemerintah saat ini sangat mendorong program penyediaan pangan dan perluasan lahan pertanian. Sementara sejarah peradaban masyarakat Indonesia membuktikan bahwa petani merupakan tonggak utama perjuangan dalam meraih kemerdekaan Indonesia dan mayoritas menggantungkan hidupnya disektor pertanian sehingga disebut masyarakat agraris.
“Kami atas nama Front Perjuangan masyarakat Bolano yang tergabung dari masyarakat adat Bolano, Serikat Tani iloheluma dan kelompok Agra -Sulteng dengan tegas menolak suaka margasatwa Tanjung Santigi, menolak perhutanan sosial dan resetlemen dan menolak pelepasan seribuan anak buaya di muara laut kecil (danau) digunung Santigi Kecamatan Bolano Lambunu” teriak Moh Zain.
Pantauan BN, unjuk rasa berakhir dengan tertib melalui pengawalan pihak Kepolisian dari personil Polsek Moutong dan personil Polsek Bolano Lambunu serta BKO Brimob Polda Sulteng bersama PAM Tup eh Satuan Intelkam Iptu Muh. Ali Pide yang berakhir pada jam 11.40 Wita sekaligus membagikan brosur penolakan atas tujuh poin keinginan dari FPR Bolano kepihak Pemerintah Kecamatan setempat sebagai perwakilan Pemerintah Kabupaten. (P’de)