JATIM

Sistem Rujukan Online BPJS Sengsarakan Pasien?

Nur Meliana Harus Rela Kehilangan Nyawa Bayinya

Sony Mardianto

SURABAYA, JATIM, BN – Ramainya perbincangan sistem Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) online pada kehidupan nyata pasien maupun geliat di media sosial semakin menandakan kekecewaan masyarakat baik pemerhati, si pasien sendiri maupun keluarga pasien yang merasakan adanya kebijakan baru BPJS tersebut.

Kepala Bidang JKN PB IDI Noor Arida Sofiana meminta penangguhan rujukan online itu.

“Rujukan online berbasis kompetensi masih perlu diperbaiki dan ditunda,” ujarnya seperti dikutip dari republika.co.id.

Menurutnya, kondisi rujukan online mengakibatkan pergerakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) juga terkendala karena dengan adanya ketentuan jarak faskes dalam radius tertentu.

Persoalan ditambah dengan BPJS Kesehatan yang tidak melibatkan IDI dan perhimpunan dokter spesialis sebagai organisasi profesi tetapi kemudian membuat kebijakan itu.

Sistem rujukan online ini ditampung dalam platform Primary Care BPJS Kesehatan di laman pcare.bpjs-kesehatan.go.id dan telah dijalankan penuh pada 1 Oktober 2018.

“Imbas di jalankannya peraturan baru BPJS berlaku dampak baik dan buruknya,” terang Sony Mardianto, BPJS watch kepada bidiknasional.com (17/10).

“Saya lebih sepakat di telorkannya konsep baru kendali mutu, kendali biaya namun kepuasan layanan adalah prioritas utama. Mengapa di buat suatu konsep baru dan diterapkan, ternyata malah menurunkan kualitas kepuasan peserta. Sebaiknya aturan itu wajib di evaluasi lagi,” ujarnya.

Sony Mardianto menambahkan banyak peserta dengan penyakit akut maupun kronis mengeluh saat meminta rujukan ke RS. Namun gara-gara sistem rujukan online yang baru ini mereka (pasien) harus memulai dari nol lagi, karena tidak bisa meminta rujukan ke poli RS yang lama.

“Terpaksa harus mengikuti aturan yang baru dengan pemeriksaan awal lagi. Jika penyakitnya parah, bukan menutup kemungkinan sembuh namun malah lebih parah,” tandasnya.

Salah satu bukti baru baru ini ialah Pasien Atas Nama Nur Meliana, Nomor kartu BPJS 0001823716xx x, harus rela kehilangan nyawa bayinya. Mengapa demikian ?. Salah satu penyebabkan di karenakan jauhnya jarak tempuh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL).

“Alamat pasien di Kecamatan Jatirejo terpaksa harus di rujuk ke RSUD RA Basuni Kecamatan Gedeg Mojokerto. Padahal banyak RS yang bisa menangani persalinan, Namun karena rujukan terkunci hanya di satu RS maka dengan terpaksa pasien harus berangkat menempuh jarak yang sangat  jauh dari rumahnya,” ungkapnya.

Sony Mardianto mempertegas peraturan direksi ini melukai hati peserta, bahkan ada pasien yang sudah terjadwal kontrol rutin beli tiket kereta api Jombang-Surabaya hangus karena sekarang tak bisa lagi mendapatkan surat rujukan ke RSUD dr. Soetomo Surabaya.

“Padahal semua rekam medis dan hasil pemeriksaan ada di sana.Jika tetap memaksa untuk kontrol,resiko di tanggung pasien dengan harus bayar sendiri karena tidak ada surat rujukannya,” pungkasnya.

Beberapa pemerhati BPJS pun mulai berkomentar atas sistem rujukan online yang telah di berlakukan per 01 Oktober 2018.

Diantaranya, William Perlindungan wakil dari aliansi serikat pekerja lebih mengarah pada peraturan tersebut harus di revisi atau di pelajari kembali.

‘Kita harus lawan. Mama saya juga mengalami permasalahan yang sama atas munculnya peraturan tersebut, sempat di tangani di RS Swasta, dengan menggunakan BPJS dan sekarang malah di rujuk ke RSUD, artinya balik lagi ke nol,” ungkapnya.

Lain halnya dengan Alvindra Azka (bukan nama asli), dirinya berpendapat sistem rujukan online bertujuan mempermudah pasien dalam perawatan, tetapi ternyata malah mempermudah pasien alami kegawat daruratan, miris.

Bang jay, lebih mengkritisi lagi atas kebijakan di atas. Menurutnya konsep berjenjang sebenarnya ada baiknya untuk pemerataan pasien di RS. Peningkatan skill RS adalah salah satu cara mengelola keuangan BPJS di mana type RS mempengaruhi biaya sebelum kondisi pasien gawat darurat.

“Dalam kondisi tersebut pasien baru boleh menggunakan segala macam type RS, baru setelah penanganan kegawat daruratan boleh di rujuk sesuai tingkatnya. Problem yg mendasar adalah type RS yang sesuai rujukan belum sesuai harapan pasien,” tuturnya.

Budi Santosa

Sedangkan Budi Santosa, Pemerhati Kesehatan masyarakat Miskin (PKMM), meminta agar aturan sistem rujukan online yang telah di berlakukan di tinjau kembali oleh BPJS dengan mengajak duduk bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beserta pihak Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Tahun 2018, rujukan berobat memang harus melalui rumah sakit tipe D sebelum ke tipe C, B dan A. Skema ini satu kesatuan dengan penerapan rujukan online yang diterapkan BPJS Kesehatan sejak 15 Agustus 2018. Kondisi ini pun berbeda karena sebelumnya masyarakat bisa memilih rumah sakit rujukan yang dekat dengan tempat tinggalnya.

Ia mengibaratkan efek vertikal dan horizontal yang di rasa masyarakat seyogyanya menjadi penilaian tersendiri oleh BPJS. Pemilihan RS dengan type yang telah ditentukan sedapat mungkin meminimalisir permasalahan baru yang di timbulkan oleh aturan rujukan online yang baru. (boody).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button