JATIM

JKN Dipersimpangan Jalan, Menaikkan Iuran Atau Program Dibubarkan ?

Oleh Sony Mardiyanto BPJS WATCH

SURABAYA, JATIM, BN – Hari ini kita disibukkan dengan pemberitaan 5.2 juta rakyat miskin dinonaktifkan dari kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) Penerima Bantuan Iuran Nasional (PBIN).Dari 96,6 juta rakyat miskin yang tercover dalam JKN KIS PBIN terdapat 5.2 juta orang miskin tidak lagi dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Pemerintah Pusat melalui Kementrian sosial melakukan verifikasi dan credentialing basis data memutuskan  atau menonaktifkan 5,2 juta orang tersebut.

Pemerintah menjelaskan bahwa penonaktifan bagi mereka yang sudah tergolong mampu, status data ganda, peserta meninggal dunia dan lain lain untuk dialihkan pada orang miskin lainnya yang lebih membutuhkan.

Pertanyaannya siapa yang menjamin dari 5.2 juta orang sudah tidak miskin lagi sehingga harus dinonaktifkan???

Bila ada yang sakit ternyata ditolak oleh RS padahal orang itu benar benar tidak mampu SIAPA YG BERTANGGUNG JAWAB?????

Pemerintah berdalih melakukan langkah ini untuk menyikapi defisitnya Program JKN yg dikelola BPJS Kesehatan serta supaya penerima JKN KIS PBIN lebih tepat sasaran.

Bicara soal defisit pasti berbanding lurus dengan penurunan kualitas layanan, itu dikarenakan banyak RS yang mengalami keterlambatan pencarian klaim, akhirnya melakukan langkah yang berpotensi mengurangi nilai manfaat layanan peserta seperti menarik biaya tambahan dan memulangkan pasien JKN yang belum sembuh, ada juga disuruh beli obat dengan biaya sendiri dan lain sebagainya.

Praktik seperti ini sangat mungkin terjadi karena RS harus bertahan dari pembiayaan wajib dan pengeluaran rutin yang tak bisa ditunda lagi, sedangkan penerimaan klaim dari BPJS Kesehatan mengalami keterlambatan.

Bila kondisi ini dibiarkan maka program nasional terancam gagal dan rakyat jadi korban. JKN merupakan program strategis nasional dan badan hukum publik yang bertanggungjawab langsung ke presiden. Presiden jokowi harus mengambil langkah cepat dan tepat agar program ini terselamatkan.

“Salah satunya adalah menaikkan iuran peserta dan mengalokasikan penerimaan cukai rokok untuk pembiayaan JKN, selama ini amanat Perpres 82 tahun 2018 pasal 100 hanya memakai pajak rokok yang sebagian menjadi kewenangan Pemda jadi kurang tepat, bila cukai rokok senilai ratusan triliun pertahun dipakai untuk pembiayaan JKN maka seluruh rakyat bisa dijamin tanpa bayar iuran lagi, itulah keberpihakan negara terhadap kesehatan rakyatnya, bila peserta ingin mendapatkan manfaat layanan kesehatan lebih dipersilahkan memakai Coordination Of Benefit (CoB) sebagai pilihan.

Karena itu pemerintah perlu didorong untuk segera mengalokasikan penerimaan cukai rokok untuk program JKN,”Ini tak bisa ditawar lagi kalo masih ingin JKN eksis” terang Sony Mardiyanto.

Di sisi lain juga perlu mengevaluasi kinerja penyelenggara untuk menghindari penyalahgunaan wewenang, termasuk melakukan audit forensik ke Faskes dan peserta agar praktek fraud atau kecurangan sebagai salahsatu penyebab besarnya defisit bisa diatasi. (boody)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button