Bupati Gayo Lues : Batas Hutan Lindung Sering Menjadi Konflik
GAYO LUES, ACEH, BN-Dampak positif hutan lindung, secara langsung belum dirasakan masyarakat Gayo Lues. Bahkan sering terjadi konflik akibat kurang tegasnya batas yang memisahkan kawasan budidaya yang akan dipergunakan masyarakat.
“Kasus yang sering ditemukan, yakni warga telah menanam sebagai sumber ekonomi mereka di kawasan hutan lindung, ini yang menjadi polemik.” Sebut Bupati Gayo Lues H Muhammad Amru, Selasa (12/11/2019) di Balai Musara, Blangkejeren. Ketika diskusi bersama Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Dikatakannya, akibat tidak jelasnya batasan tersebut, pernah suatu ketika Kepala Balai TNGL masih di tangan pak Andi Basrul, kejadian yang sangat tragis, di mana tanaman-tanaman yang sudah menjadi sumber penghidupan masyarakat harus ditumpas habis dan dipotong, karena terlanjur masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
Seiring dengan perjalanan waktu terjadi proses ditengah masyarakat adanya sistem kerja sama konservasi kehutanan melalui UU No 6 tahun 2018, persoalan ini sudah sedikit mereda dengan diperbolehkannya masyarakat memanfaatkan hutan terbuka untuk dijadikan lahan dengan ketentuan harus dapat izin dari pihak balai atau pemangku kehutanan, “ini langkah positif, kami atas nama masyarakat yang tinggal di kawasan Gayo Lues mengungkapkan terimakasih. Mudah-mudahan dengan kelahiran UU ini memberikan dampak yang baik dengan adanya kesadaran bersama yang bisa menjaga hutan itu adalah masyarakat yang tinggal disekitarnya,” ujar Bupati.
Lanjutnya, karena tidak jelasnya, dan lemahnya pengawasan hutan lindung, masyarakat masih ada yang merambah kawasan, bahkan ada yang merambah di tengah-tengah hutan dengan menanam tanaman yang terlarang. Dari data tahun 2017, sekira 900 warga Kabupaten Gayo Lues berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP), akibat tersandung menanam ganja.
Untuk itu selaku pimpinan, ia harus memiliki komitmen tinggi dalam melestarikan lingkungan. Pada tahun 2017 Pemerintah Kabupaten Gayo Lues telah mewacanakan bahwa setiap desa harus mengalokasikan anggaran 50 juta untuk kepentingan pelestarian lingkungan, hutan dan menjaga hulu air.
“Kesungguhan kami ini dibarengi dengan kepentingan pelestarian lingkungan dan menjaga TNGL” jelas Bupati, menambahkan saat ini pihaknya telah mengalokasikan anggaran untuk memberi bibit jernang, dengan harapan agar teman teman di DPRI, dan KHL membantu bibit jernang dari lahan yang tersedia sekira 6000 hektar,” tandasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Anggota DPRI Salim Fakhry, Anggota DPRA Rijaluddin, Ketua Balai TNGL, Lembaga USAID, Kelompok Tani Hutan Konservasi, tokoh masyarakat dan aktivis lingkungan hidup. (dir)