Gawat, Pemusnahan Limbah B3 Dari Pasien Covid 19 di RSUD Ploso Jombang Diduga Menyalahi SE KLHK RI
JOMBANG, JATIM, BN-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran terkait protokol pemusnahaan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) pasien Covid 19 yang ditujukan ke bupati / walikota se Indonesia, bulan Maret lalu.
Yakni Surat Edaran SE.2/MENLEK/PSLB 3./ SLB 3/3/2020 untuk penanganan pada Pengelolahan Limbah B 3 Infeksius berupa limbah infeksius (A 337-1), sehingga perlu dikelola sebagai limbah B3 sekaligus untuk mengendalikan, mencegah dan memutus penularan Covid-19 serta menghindari terjadinya penumpukan limbah yang di timbulkan dari penanganan Cofid-19 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (Cofid-19).
Terkait SE tersebut, Bupati Jombang mendapatkan sorotan terkait pada penanganan Pengelolaan limbah B3 berupa limbah Infeksius (A337-1) di rumah sakit-rumah sakit khususnya rumah sakit ber plat merah yang ada di Kabupaten Jombang.
Pasalnya hanya satu rumah sakit swasta di Jombang yang memiliki izin Pengolahan limbah B 3 yang dikeluarkan oleh KLHKRI.
Sedangkan rumah sakit milik Pemkab Jombang sendiri diduga masih belum memiliki izin untuk Pengelolahan limbah B3 dari KLHK RI .
Meski demikian, setidaknya prosedur penanganan Pengelolahan limbah B3 berupa limbah Infeksius (A337-1) sesuai dengan SE menteri KLHK RI.
Beberapa hari lalu Bidik Nasional (BN) konfirmasi kepada dr Iskandar Direktur RSUD Ploso, Jombang bagaimana dengan mekanisme terkait penanganan limbah Infeksius B3 yang sesuai dengan Surat Edaran Nomor SE 2/MENLEK/PSLB 3//SLB 3/3/220 dari Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI.
Menurut Iskandar penanganan limbah Infeksius B3 di RSUD Ploso dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
“Limbah di tampung di tempat khusus. Selambatnya 2 hari sekali. Rekanan mengambil untuk diolah di tempat mereka. Untuk pemusnahan limbah B3 padat kami tidak punya, mangkanya kita kerja samakan dengan pihak ketiga,” kata Iskandar.
Ditanya BN soal kerjasama yang bagaimana dan anggarannya? Iskandar menjawab sesuai dengan SE KLHK.
“Detailnya saya tidak ingat, prinsipnya mereka berkewajiban mengangkut dan mengelola limbah B3 tersebut sesuai peraturan yang diberlakukan kementrian lingkungan hidup dan kehutanan. Ditampung di tempat penampungan sementara yang memenuhi syarat keamanan dan pencemaran. Ada prosedur dekontaminasi dan dimasukkan dalam tempat aman (safety box) plastik khusus dan di segel sebelum di masukkan tempat penampungan sementara. Dalam tahun ini kami menganggarkan 433.290.000,” jelasnya kepada BN.
Sementara dari penjelasan Iskandar diduga tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) yang di tujukan kepada Bupati Jombang.
Dijelaskan dalam SE.KLHK RI. Tertanggal 24 Maret 2020, langkah-langkah untuk penanganan limbah Infeksius yang benar yakni seharusnya terlebih dahulu limbah Infeksius ditaruh dalam kemasan yang tertutup paling lama 2 (dua) hari sejak dihasilkan.
Setelah itu, mengangkut dan memusnahkan pada Pengelolahan limbah B3 dalam kemasan yang setelah itu di ambil oleh rekanan (jasa pengelola) yang mengelola limbah.
Setelah di kemas plastik khusus (safety box) yang sebelumnya harus dimusnahkan dulu menggunakan fasilitas insenerator dilakukan menggunakan suhu pembakaran minimal 800 ‘C atau autoclave yang di lengkapi dengan pencacah (sharedder) .
Baru setelah itu residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave di kemas dan di lekati simbol “Beracun” dan label limbah B3 yang selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara limbah B3 untuk selanjutnya di serahkan kepada pengelola limbah B3.
Disitulah untuk memutus tali rantai penyebaran Covid -19 dilakukan langkah-langkah penanganan khusus sesuai SE. KMLH RI.
Sorotan itupun tertuju kepada RSUD Ploso, dengan adanya dugaan kurang memenuhi aturan dari SE yang diberikan oleh KLHK RI.
Dari komentar dr.Iskandar ketika di konfirmasi BN bagaimana terkait penanganan limbah B3 infeksius, Direktur RSUD Ploso tidak menyebutkan atau mengatakan bahwa sebelum di serahkan ke rekanan (jasa pengelola limbah) sebelum di serahkan mengatakan di musnahkan terlebih dahulu menggunakan fasilitas insenerator untuk pembakaran atau autoclave yang di lengkapi pencacah (shredder), berarti ada dugaan bahwa RSUD Ploso tidak memilikinya.
Hasil pantau wartawan BN dilapangan beberapa hari lalu BN melihat pada pembuangan sampah di sekitar wilayah RSUD Ploso dan tampak di temukannya atau terlihat tumpukan adanya sampah yang diduga limbah B 3 di tempat pembuangan sampah tersebut.
Menurut informasi bahwa ada orang suruhan membuang sampah yang di duga limbah B3 tersebut di bayar setiap dua hari sekali.
Melihat kejadian inilah di kwatirkan dampak memutus/mencegah tali rantai Covid-19 ada kendala dari akibat penumpukan limbah B3 yang di timbulkan dari penanganan Covid-19.
Sedangkan akibat adanya dugaan adanya limbah beracun (B3) Infeksius (A 337-1) dikuwatirkan sulitnya memutus tali rantai, mencegah dan memutus penularan Cofid-19.
Akibat penumpukan limbah B3 di tempat pembuangan sampah tersebut sangat menghawatirkan di masyarakat sekitar kecamatan ploso.
Terkait hal itu salah satu tokoh masyarakat Utara Brantas yang tidak mau di sebutkan namanya meminta pihak RSUD Ploso mentaati peraturan yang ada yakni SE Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI (KLHK RI) yang di tetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Maret 2020 / Undang-Undang Nomor 32 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK Setjen /2015 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengelolahan Limbah B3 dari fasilitas Pelayanan Kesehatan yang di tujukan ke Bupati Jombang.
“Kami yakin Bupati Jombang sudah meneruskan himbauan dari SE dari KLHK RI itu ke jajaran bawahannya, jadi secara tidak langsung direktur RSUD Ploso dr. Iskandar lah yang bertanggung jawab,” ujar salah satu tokoh Utara Brantas jombang (Tok) Bersambung)