Logika Dasar Kenaikan BBM Tidak Selesai
Budi S.H.
Penulis: Budi S.H. Mahasiswa Pascasarjana Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Beberapa hari kebelakang, tepatnya pertanggal 3 September 2022 pukul 13.30 pemerintah secara resmi menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsisdi. Itu artinya saat ini harga BBM telah mengalami kenaikan yang sampai saat ini masih menjadi pro kontra dikalangan mahasiswa dan masyarakat.
Hal ini diungkapkan Budi S.H. Mahasiswa Pascasarjana Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Kepada Bidik Nasional melalui sambungan telepon seluler Rabu (7/9/2022).
Budi mengatakan, kiranya ini tidak bisa diabaikan dan harus menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah.
Adapun rincian harga dari pada kenaikan BBM ini menyentuh nilai yang Fantastis. Sebagai contoh misalnya, dari yang awalnya harga pertalite seharga Rp. 7.650 perliternya, naik menjadi Rp. 10.000 per liternya. Solar subsidi dari harga Rp. 5.150 per liter, naik menjadi Rp. 6.800 per liternya. Kemudian pertamax non subsidi dari harga awal Rp. 12.500 menjadi Rp. 14.500 per liternya. Tentu ini bukanlah kabar baik bagi seluruh masyarakat indonesia.
Karena mengingat saat ini khususnya di sektor perekonomian masyakat diseluruh bagian Indonesia sedang mengalami pertumbuhan dan sedang berada di iklim ekonomi yang mantap, setelah sebelumnya untuk dua tahun kebelakang mengalami Inflasi karena adanya wabah Covid-19.
Tidak heran jika keputusan pemerintah untuk menaikan harga BBM ini menjadi polemik serta menuai banyak kecaman dari berbagai elemen masyarakat karena ini akan mempengaruhi statistik ekonomi yang salah satunya diakibatkan naiknya kebutuhan bahan pokok dan akomodasi publik yang ada.
Pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini juga bukan tanpa alasan. Yang sebagian diantaranya, pertama, untuk menekan konsumsi BBM yang begitu tinggi di permintaan pasar Indonesia. Kedua, hampir sekitar 70 % BBM Bersubsidi dinikmati oleh kelomok masyarakat menengah keatas (mampu), sementara diadakannya pemisah antara BBM Subsidi dengan BBM Non Subsidi tidak lain sebagai upaya pemerintah untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat menengah kebawah (kurang mampu) dalam menjalankan upaya pemenuhan kebutuhan ekonominya.
Sehingga pemerintah berkesimpulan bahwa hal ini tidak ideal dan menilai tidak tepat sasaran. Atas dasar untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah merasa perlu untuk membuat regulasi yang baru, yang salah satunya regulasi tentang pengalihan subsidi BBM.
Pemerintah disini pada dasarnya tidak hanya sekedar menaikan harga BBM begitu saja, tapi lebih kepada merubah sistem yang tidak ideal menurut pemerintah menjadi sistem yang dianggap lebih ideal, dalam artian pengalihan subsidi BBM ke Bantalan Sosial. Maksudnya penyetaraan harga BBM ini akan dibarengi dengan pemberian Bantuan Langsung Tunai yang akan diberikan setiap bulannya.
Pemerintah beranggapan hal ini jauh lebih efektif dan tepat sasasaran daripada memfasilitasi masyarakat menengah kebawah dengan memberi BBM subsidi dari data yang sebelumnya dinikmati oleh masyarakat menengah keatas.
Menteri Sri Mulyani yang menjabat sebagai menteri keuangan saat ini menyebutkan ada tiga jenis bantuan yang akan diberikan sebagai pengalihan subsidi BBM. Yang diantaranya, Bantuan langsung tunai untuk keluarga penerima manfaat yang nantinya akan diberikan dua tahap senilai Rp.300.000 setiap bulannya. Kedua, bantuan sosial upah yang akan diberikan kepada 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimal Rp. 3,5 Juta rupiah perbulannya. Ketiga, subsidi transportasi angkutan yang akan disalurkan melalui pemerintah daerah. Itulah rentetan bantuan sosial yang akan diberikan pemerintah pasca pengalihan BBM bersubsidi ke Bantalan Sosial.
Tapi yang menjadi permasalahan besarnya adalah, kita coba berangkat dari logika dasar saja, bahwa apa yang sebenarnya menjadi latar belakang dari pada pengalihan Subsidi BBM kedalam bentuk Bantalan Sosial yang berimbas pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ini?.
Karena jika ditelisik lebih jauh, diawal kan disebutkan bahwa kenaikan BBM ini adalah upaya pemerintah untuk menekan konsumsi BBM yang terus meningkat dimasyarakat setiap tahunnya. Dan jikalau benar itu tujuannya,
Budi Menambahkan kira solusi yang diambil pemerintah sekarang dengan mengalihkan subsidi BBM ke Bantalan Sosial bukan solusi yang tepat dan disorientasi. Karena jika letak permasalahannya adalah yang disebutkan diatas kenapa solusinya menaikan BBM? Kenapa solusi yang ditawarkan bukan mengganti kendaraan yang menggunakan Bahan Bakar Minyak digantikan dengan kendaraan yang lebih ramah lingkungan, mobil listrik adalah salah satu solusi misalnya.
Kemudian untuk kekacauan logika yang kedua, bahwa pengalihan subsidi BBM ke Bantalan Sosial karena BBM subsidi ini dinilai tidak tepat sasaran berdasarkan data yang ada. jika dikaji lebih jauh, jika hal tersebut benar dalam artian data 70 % BBM subsidi ini dinikmati oleh orang dalam taraf menengah keatas, lantas kenapa malah harga BBM yang dinaikan? Dan apakah ada jaminan tepat sasaran sebgaiman alasan yang digadang-gadangkan? Kenapa pemerintah tidak mencoba melakukan pendekatan dengan mebenahi sistem penjualan dan pendistribusian sehingga angka 70 % itu bisa menurun. Karena sebagaimana kita ketahui kenaikan BBM pastinya akan berimbas pada semua Lending Sektor dan itu pasti.
Walaupun disini pemerintah mengganti BBM subsidi kedalam bentuk Bantuan Sosial tidak akan berarti apa-apa untuk masyakarat. Karena pada hasil akhirnya bantuan tunai yang diberikan oleh pemerintah pasca kenaikan BBM ini habis dan tidak akan cukup karena hampir harga semua kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga.
Itulah rentetan-rentetan logika yang tidak linier yang sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar dibenak saya pribadi. Lalu kemudian katakanlah disini pemerintah memberi bantuan sosial kepada masyarakat, itu estimasinya berapa lama dan jaminan dari pemerintah itu sendiri apa? Jangan-jangan bantuan sosialnya hanya satu tahun, dua tahun.
Sementara saya pastikan harga BBM tidak akan pernah turun ke harga awal apabila Bantalan Sosial itu sudah tidak laksanakan oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan.
Bagi saya solusinya hanya ada dua, pertama, kembalikan harga BBM ke harga awal atau jika pemerintah bersikukuh dengan harga BBM yang ada pada saat ini, tolong beri jaminan kepada masyarat bahwa mereka akan terus menerima bantuan sosial yang dimaksud.
(Isi diluar redaksi dan tanggung jawab penulis)