
UMKM di Desa Ngingas, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo mulai menggeliat dan bangkit kembali dari keterpurukan, Rabu(28/9),(Foto dok: Poedji Leksono)
SIDOARJO, BIDIKNASIONAL.com – Suara logam yang beradu dengan alat pemotong itu sudah berbunyi kembali. Lama suara itu “membisu” saat pandemi melanda tanah air termasuk kampung logam yang berada di Desa Ngingas, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo.
Hampir dua tahun suara tang..tang..tang itu jarang terdengar. Imbas pandemi memang menaklukan semua sektor, sehingga usaha apa saja bisa dikatakan kembang kempis berkepanjangan.
Pengrajin besi yang membuka usaha di kampung logam banyak yang tidak kuat menahan perusahaan akibat terbebani pembelian bahan baku yang naik tajam dan pemberian honor pegawainya.
Beban berat terutama dialami oleh UMKM yang memproduksi barang karena mengandalkan pemasaran. Jadi kalau pemasarannya tidak jalan tentu produk yang dihasilkan tidak bisa dijual.
Beda dengan perusahaan yang mengutamakan jasa karena produknya sesuai pesanan. Dan rata-rata mereka mempunyai langganan tetap. Hal inilah yang membuat perusahaan masih bisa hidup walau Pandemi berlangsung.
“Jeritan” UMKM tersebut dikemukakan oleh Kepala Desa Sami’an kepada penulis saat menemui di kantor Desa Ngingas Rabu (28/9).
Menurut dia Pandemi membuat sebagian warga khususnya yang bekerja di sektor kerajinan logam, harus memutar otak bagaimana bisa eksis menerima kenyataan tersebut.
Pihaknya mengakui sangat berat beban yang dipikul para pengrajin. “Tapi Alhamdulillah tetap hidup walau dengan segala cara,” katanya sembari menambahkan saat ini mereka mulai bangkit pasca pandemi.
Saat itu Sekdes Syamsul Huda yang mendampingi Kepala Desa, mengatakan ada sekitar 320 pengrajin besi yang ada di wilayah Ngingas.
Produksi yang dihasilkan juga bermacam-macam seperti alat pertamanan, alat rumah tangga, peralatan listrik dan semua yang terkait dengan logam ada disini.
Ia juga merasa lega karena UMKM di desanya sudah mulai menggeliat dan bangkit kembali dari keterpurukan. Hal itu bisa dilihat sepanjang jalan sekitar Ngingas yang ada perusahaan besi sudah ramai yang datang dan pegawainya mulai bekerja.
Sementara itu menurut Syamsul Anam, pengrajin yang memproduksi spare part kendaraan bermotor melalui perusahaannya Aji Batara Perkasa (ABP) mulanya tidak terpikirkan pandemi bisa membuat “terjun bebas” usahanya.
“Pandemi membuat usahanya sulit bergerak karena barang tidak bisa dijual sementara harga bahan baku melonjak tinggi,” tuturnya kepada penulis.
Anam yang asli Ngingas mengakui sudah menekuni usahanya hampir 20 tahun dan berjalan baik bahkan maju karena produksinya bisa dikirim ke seluruh kota di Indonesia.
Tapi begitu pandemi melanda secara perlahan usahanya menurun. Bahkan penurunan produksi itu membuat pihaknya harus putar otak mensiasati bagaimana perusahaan tetap jalan.
“Saya dengan terpaksa membuat aturan karyawan masuk 3 hari dan 3 hari di rumah karena untuk mengatur perputaran uang yang masuk dan keluar,” katanya.
Sekarang lanjut dia, aturan tersebut sudah tidak diterapkan lagi dengan perkembangan ekonomi yang mulai baik.
“Saya optimis kedepan akan bertambah baik lagi karena pandemi sudah mulai menurun,” tandasnya sembari menambahkan walau keuntungan sangat jauh dari biasa pihaknya tetap bertahan sampai kondisi normal kembali.
Disampaikan pengrajin lain, Zainuddin yang memproduksi tenda mengatakan hal yang sama. “Saya juga mengalami apa yang dialami pengrajin lain yakni terpuruk karena pandemi,” tegasnya.
Tapi pihaknya beruntung dalam situasi terjepit ada pemesanan tenda yang lumayan banyak. Tenda-tenda itu dipesan untuk tempat petugas saat menyekat dijalan-jalan yang sudah ditentukan.
Namun stok besi yang ada habis karena untuk beli bahannya kesulitan karena banyak penyekatan dan juga harganya cukup tinggi. Untuk itulah ia memakai stok yang ada hingga habis.
Sekarang dia memulai perjalanan baru untuk memproduksi tenda walau terbatas tidak seperti dulu. “Yang pesan dulu dari berbagai daerah sampai keluar Jawa,” kata Zainuddin.
Sementara itu Yoyo, pengrajin potong plat yang dihubungi terpisah menyebut pihaknya juga terkena imbas pandemi tetapi tidak begitu hebat seperti teman-temannya yang menawarkan produksi.
“Saya punya langganan tetap dan sebagian baru, datang untuk urusan potong memotong plat dan sekaligus membentuknya,” tuturnya.
Bahkan sekarang ini pihaknya sudah merasa normal kembali. “Semoga situasi ini terus dipertahankan dengan tidak ada pandemi dan juga ekonomi Indonesia semakin baik,” harapnya.
*Menuju Desa Wisata Edukatif*
Melihat situasi ekonomi Desa Ngingas yang semakin membaik ada keinginan dari pejabat desa dan juga warga untuk membuat desanya menjadi “Desa Wisata Edukatif”.
Gayung bersambut karena UMKM yang ada disana setuju akan rencana tersebut. Salah satunya adalah Syamsul yang mengatakan pihaknya sebagai obyek dalam rencana itu mendukung sepenuhnya.
Keinginan itu sendiri tercetus dengan banyaknya kunjungan tamu khususnya para pelajar dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ke Desa Ngingas.
Mereka tidak saja datang dari wilayah Jatim saja tetapi juga dari luar Jatim seperti Jateng.
Kedatangan mereka akan disambut dengan aparat desa dan diarahkan ke Balai Desa untuk diberi penjelasan tentang profil desa.
Baru setelah itu rombongan pelajar akan diajak keliling melihat UMKM yang banyak bertebaran dan akan dilihat sesuai bidang yang menjadi pilihan para pelajar.
Desa Ngingas yang luasnya 198 hektar itu sebagian warganya bekerja sebagai pengrajin dan itu sudah turun temurun mengingat lahan disana tidak cocok dijadikan lahan pertanian.
Jumlah penduduknya dikisaran 14.000 tidak ada yang jadi petani. Warga disana bekerja sebagai pengrajin, swasta dan ada PNS atau karyawan swasta.
Menurut Sami’an selaku Kepala Desa dalam waktu dekat ini akan mensosialisasikan rencana desa yang menjadi Desa Wisata Edukatif.
“Langkah awal kami akan meminta para UMKM memberikan kaos kepada para pegawai yang di belakangnya ada tulisan Desa Wisata Edukatif. Kaos itu dipakai 3 hari sekali sekaligus memviralkan rencana desa,” katanya.
Kalau semuanya berjalan dengan baik pihaknya akan melaunching rencana itu dengan mengundang Bupati atau Gubernur Jatim.
Laporan: Poedji Leksono
Editor: Budi Santoso