CIMAHIJABAR

Soal Green Energi dan EBT Tak Lagi Soal Teritorial

Kuliah Umum bertajuk “Paradoks Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia Terhadap Semangat Green Energy” yang digelar Kementerian Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa BEM KM Unjani di Aula Lt 4 Gedung Psikologi Unjani, Selasa 15 Agustus 2023 (Foto: ist)

CIMAHI, BIDIKNASIONAL.com – Indonesia menetapkan target 23% Energi Baru dan Terbarukan atau EBT pada bauran energi primer di tahun 2025, namun hingga tahun 2023 ini hanya baru mencapai 0.5 persen.

“Dari 2007 sejak lahirnya UU No 30 tentang Energi hingga 2023 sekarang kita hanya baru mencapai 0,5 persen dari target 23 persen pada tahun 2025 mendatang. Tentunya hal ini menjadi sangat imposible atau tidak masuk di akal,” demikian disampaikan akademisi Fisip Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Dr. Wawan Gunawan atau akrab disapa Kang Wagoen.

Hal itu diungkapkannya saat sebagai pemateri dalam Kuliah Umum bertajuk “Paradoks Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia Terhadap Semangat Green Energy” yang digelar Kementerian Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unjani di Aula Lt 4 Gedung Psikologi Unjani, Selasa 15 Agustus 2023.

Selain Kang Wagoen, hadir pemateri lain diantaranya akademisi Guru Gembul, serta Haerudin Inas dari Walhi Jabar.

Masih menurut Kang Wagoen, kebijakan energi nasional adalah kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Maka, sambungnya, EBT selama 16 tahun dengan hitungan yang baru mencapai 0.5 persen merupakan suatu kebijakan atau regulasi yang perlu dievaluasi.

“Jadi titik evaluasinya adalah bukan pada alasan tidak mudah merealisasikan EBT karena menyangkut anggaran dan infrastruktur yang dibutuhkan tetapi di titik implementasi kebijakan yang harus digenjot. Sebab substansi kebijakan relatif secara normatif sudah benar sedangkan di tahap implementasi belum maksimal. Dan ini akan berakibat pada implikasi masa depan EBT yang akan terbengkalai,” tegasnya.

Bukan hanya sudut pandangan kebijakan pemerintah, Kang Wagoen juga menyoal posisi public atau masyarakat yang dinilai lemah akibat tergerus oleh kepentingan dan sikap ketergantungan.“ Publik atau masyarakat sangat lemah pada posisi di pertarungan kepentingan di dalam implementasi Undang-undang No 30 Tahun 2007 tentang Energi,” jelasnya.

Sedang, Guru Gembul memandang bumi sekarang sedang punya masalah besar atau dipandang tengah demam tinggi.

Alasannya itu diperkuat gara-gara populasi manusia yang terlalu banyak. Dengan jumlah banyak, maka mereka membutuhkan energi yang sangat banyak pula.

“Dan sekarang ditambah masalah yang menjadi isu yaitu bahwa cadangan energi kita itu sudah 60% terpakai. Maka dampaknya adalah energi itu akan naik harganya. kita segera menemukan sumber daya energi yang terbarukan,” bebernya.

Kehandalan sumber daya manusia menjadi sangat penting dalam membangun dan mengembangkan baik energi ekonomi maupun EBT.

“Indonesia adalah negara yang manja, banyak janji-janji yang melenakan masyarakat. Berbeda dengan negara maju lainnya. Karenanya soal target nyumbang energi haruslah dan wajib memiliki sumber daya manusia yang handal yang handal dan pinter,” tegasnya.

Adapun, Haerudin Inas menyebut berbicara semangat Green Energi pada saat ini bukan lagi soal teritorial atau negara antar negara. Tetapi harus menjadi semangat bersama lintas negara, lintas teritorial dan harus bahu membahu menyelamatkannya. (*)

Laporan: San

Editor: Budi Santoso

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button