Begini Penjelasan Divisi Hukum dan Humas LRPPN-BI Beberkan Insiden Kematian Residen
BANYUWANGI, BIDIKNASIONAL.com – Setelah mencuatnya pemberitaan diberbagai media online di Banyuwangi terkait meninggalnya Residen / pasien Narkoba atas nama A di Panti Rehsbilitasi IPWL LRPPN BI Banyuwangi akhirnya buka suara.
Melalui Divisi Hukum dan Humas IPWL LRPPN BI Banyuwangi, H Agus Dwi Hariyanto, SH.MH. diungkapkan bahwa kematian inisial A itu karena diduga mengakhiri hidupnya sendiri.
Sebelum peristiwa mengejutkan pada Sabtu (12/10/2024) itu terjadi, Agus Dwi Hariyanto, memaparkan rangkaian atau kontruksi kejadiannya.”
Pada 27 Juli 2024, pihak orang tua korban Sariani 52 tahun sebelumnya menghubungi Ketua IPWL LRPPN BI Banyuwangi, Muhamad Hiksan, MM menanyakan tentang sistematika rehabilitasi penyalahguna narkotika.
Oleh orang tua korban juga menceritakan bahwa A (anaknya) memiliki gejala cenderung pemalas, kurang memperhatikan diri sendiri, hidup tidak teratur dan memiliki tanda-tanda dini kehilangan minat dengan pergaulan atau olahraga dan banyak indikator lainnya.
“Bahkan ada sebuah peristiwa, kalok korban pernah mencekik ibunya sendiri karena meminta uang tidak diberi. Korban juga pernah mengalami halusinasi dan berusaha untuk menghilangkan nyawa dirinya sendiri (bunuh diri),” terangnya.
“Dari ciri-ciri tersebut korban patut diduga merupakan penyalahguna narkotika sehingga orang tuanya menginginkan anaknya untuk di rehabilitasi dan dijemput oleh Tim Reaksi Cepat IPWL LRPPN BI Banyuwangi di kediamannya diwilayah Kecamatan Gambiran. Ketika tim reaksi cepat datang ke rumah korban, sang ibu berubah pikiran dan berkata akan mengantarkan anaknya sendiri ke panti rehab LRPPN BI Banyuwangi,” imbuh H Agus Dwi Hariyanto pada Selasa (15/10/2024).
Janji itu ditepati dan akhirnya korban oleh orang tuanya dibawa ke panti rehabilitasi LRPPB-BI Banyuwangi Jalan Kepiting No 89, Kelurahan Tukangkayu Kecamatan Banyuwangi.
Seperti biasa petugas kemudian melakukan pendataan administrasi serta pemeriksaan awal pada fisik dan kesehatan yang dinyatakan oleh medis cukup sehat. Sesuai aturan standart pemeriksaan di panti rehabilitasi narkoba, korban juga menjalani tes urine tiga parameter dan dinyatakan positif menggunakan benzodiazepine yang terdapat pada jenis obat- obatan Trihexyphenidyl yang diperoleh tanpa resep dokter.
Untuk memutus kecanduan zat adiktif karena penggunakan obat- obatan dan narkoba dilakukan detoksifikasi selama 39 hari terhitung dari tanggal 27 Juli 2024 sampai dengan 4 September 2024,” bebernya.
Selanjutnya dikatakan H Agus Detoksifikasi bisa disebut sebagai tahapan rehabilitasi medis dimana pengguna narkoba akan diperiksa secara menyeluruh kesehatannya seperti fisik dan mental oleh dokter.
Adapun polanya, pertama meliputi evaluasi dimana tim medis melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mengetahui masalah kesehatan fisik dan mental. Kemudian, dokter menggunakan tes darah untuk mengukur jumlah obat dalam sistem tubuh pasien.
Hal tersebut dilakukan untuk membantu menentukan tingkat obat yang dibutuhkan. Selain itu, terdapat tinjauan komprehensif tentang riwayat obat, medis, dan psikiatris. Informasi tersebut menjadi dasar rencana pengobatan jangka panjang pasien.
Kedua, stabilisasi dijalankan usai dilakukan tahap evaluasi. Menstabilkan pasien ini dengan jalan terapi medis dan psikologis yang bertujuan untuk mencegah segala bentuk bahaya pada pasien. Dokter bisa meresepkan obat untuk memulihkan kecanduan obat untuk mencegah konplikasi dan mebgurangi gejala pebarikan diriTiga, persiapan perawatan yang dijalankan dengan program pengobatan. Dokter akan mengarahkan pasien untuk melakukan proses pengobatan supaya terbiasa dan sesuai dengan harapan. Rehabilitasi dilakukan secara rawat inap karena akan jauh lebih efektif untuk berhasil pulih setelah detoksifikasi
Detoksifikasi medis sangat penting untuk dilakukan karena mendapat pengawasan medis. Sehingga pasien akan berada di lingkungan yang aman dan nyaman. Detoksifikasi yang diawasi secara medis mencegah terjadinya komplikasi berbahaya ketika berhenti mengkonsumsi obat dan alkohol.
“Selama proses detoksifikasi korban mengalami beberapa gejala seperti, muncul perasaan gugup dan cemas, mengalami permasalahan tidur (Insomnia), merasakan mual, merasa tidak nyaman pada tubuh, mengalami perubahan suasana hati, kualitas tidur buruk dan kurang fokus atau sulit konsentrasi, dan untuk mengurangi gejala tersebut dokter telah memberikan obat standart medis,”Empat, usai menjalani masa detoksifikasi (rehabilitasi medis) tahap selanjutnya korban menjalani rehabilitasi non medis (primary) yang berisi kegiatan-kegiatan positif seperti konseling, penyuluhan keagamaan, terapi kelompok, dan lain-lain.” terang H Agus Dwi Hariyanto.
Lebih jelas disampaikan atas meninggalnya Residen inisial A. Dalam menjalani program primary awalnya korban masih bisa beradaptasi meskipun sulit lalu mengalami banyak kemunduran semisal menolak mengikuti program yang dijalankan tidak menjaga kebersihan diri, sering kali menolak makan, beberapa kali berusaha melukai diri sendiri. Bahkan. Ia kerap kali menyatakan
ingin mengakhiri hidupnya hingga berusaha untuk kabur dengan cara mendorong petugas saat memasuki entry unit, sehingga korban dimasukkan kembali dalam ruang stabilisasi untuk dilakukan detoksifikasi ulang.
Bahwa selama detoksifikasi ulang korban dilakukan pendampingan secara intensif oleh tim medis dan konselor sampai dengan kejadian peristiwa menghilangkan nyawa dirinya sendiri (bunuh diri) pada Sabtu (12/10/2024).
Menurut H Agus Dwi Hariyanto, pukul 02:00 WIB korban masih terlihat oleh petugas melakukan Salat Tahajud di dalam ruang stabilisasi yang sangat steril dari alat berbahaya yang berpotensi digunakan untuk melarikan diri atau mengakhiri hidup. Di dalam ruangan itu hanya terdapat sarana mandi, cuci, baju dan sarung untuk saat serta kitab suci Alquran, Setelah melakukan pemeriksaan ruangan, petugas panti LRPPN BI Banyuwangi kembali ke kamar untuk beristirahat. Ketika pukul 06:30 WIB petugas membuka pintu kamar semua residen untuk melakukan kegiatan function.
“Ketika petugas masuk membuka kamar, korban terlihat sudah mengakhiri hidupnya dengan menggunakan kain sarung yang biasa digunakan untuk ibadah,” jelentreh H Agus Dwi Hariyanto.
Menindak lanjuti kejadian tersebut, petugas LRPPN BI Banyuwangi langsung melapor ke Polsek Kota Banyuwangi dan ditindaklanjuti dengan menggelar olah TKP yang melibatkan Tim Inafis Polresta Banyuwangi, dan korban langsung di evakuasi dilarikan ke RSUD Blambangan Banyuwangi untuk dilakukan visum et repertum
“Kami juga menghubungi keluarga korban yang selanjutnya menolak untuk dilakukan autopsi. Untuk kasus ini kami sepenuhnya menyerahkan kepada aparat Polresta Banyuwangi,” pungkas H Agus Dwi Hariyanto.
Laporan: Dj/MI/humas
Editor: Budi Santoso