JATIMLAMONGAN

Tahap II, Penahanan Tersangka RPH-U Lamongan Dilakukan di Dua Tempat Berbeda

Kejaksaan Negeri Lamongan menyerahkan tiga orang tersangka dan barang bukti (Tahap II) Foto: ist

LAMONGAN, BIDIKNASIONAL.com – Kejaksaan Negeri Lamongan melakukan penyerahan tiga orang tersangka dan barang bukti (Tahap II) yakni MW (PPK dan KPA), DMA (pelaksana kegiatan) dan SA (Direktur perusahaan), dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPH-U) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan tahun anggaran 2022.

Penahanan para tersangka RPH-U Lamongan dilakukan di dua tempat berbeda. MW dan DMA dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lamongan. Sedangkan tersangka SA ditahan di Cabang Rumah Tahanan Negara Kelas I Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. SA diketahui telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC) sejak 13 Februari 2025.

“Mereka ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam tahap penyidikan. Penahanan dilakukan selama 20 hari, terhitung mulai dari 23 April 2025 hingga 12 Mei 2025,” ungkap Kasi Pidsus Kejari Lamongan, Anton Wahyudi. Selasa 23 April 2025.

Dari hasil penyidikan, jaksa berhasil mengamankan 53 barang bukti berupa dokumen, handphone, dan uang tunai senilai Rp. 88.193.997,65. Adapun kerugian negara akibat perbuatan para tersangka mencapai Rp. 331.616.854,00.

Ditegaskan Anton, pihaknya akan terus mengusut tuntas kasus ini hingga ke tahap persidangan. “Terkait dimungkinkan adanya penambahan tersangka lagi dalam perkara ini, kita lihat nanti di fakta persidangan,” jelasnya.

Para tersangka dijerat dengan pasal primair Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Secara subsidair, lanjut Anton, mereka juga dikenakan Pasal 3 undang-undang yang sama.

“Bahwa alasan penahanan, disampaikan Anton, didasarkan pada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, mengulangi perbuatannya, dan menghilangkan barang bukti. “Tindak pidana yang disangkakan diancam dengan pidana penjara lebih dari lima tahun,” tutupnya.

Pada kesempatan yang sama, Kuasa hukum tersangka MW, yakni Muhammad Ridlwan didampingi partner Ainur Rofiq. Ridlwan menilai, penetapan kliennya sebagai tersangka tidak berdasar dan terkesan dipaksakan.

Ridlwan membeberkan, bahwa berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara dalam proyek tersebut hanya sebesar Rp 92 juta lebih. Kerugian itu pun, menurut dia, disebabkan oleh kesalahan administratif dan telah dikembalikan oleh pihak ketiga sesuai rekomendasi BPK.

“Sejak awal, klien kami bingung atas penetapan tersangka ini. Jika berbicara korupsi, harus ada audit yang sah dari BPK. Dan faktanya, kerugian berdasarkan audit BPK sudah dikembalikan dan permasalahan dianggap selesai,” beber dia.

Ridlwan juga mempertanyakan dasar penetapan tersangka apabila ada audit lain selain BPK. Ditegaskan, bahwa menurut undang-undang, lembaga yang berwenang menetapkan kerugian negara hanyalah BPK, bukan akuntan publik atau lembaga yang lainnya.

“Kalaupun ada audit dari akuntan publik, tambah Ridlwan, hasil audit tersebut harus diumumkan dan dilaporkan ke BPK. Tidak bisa serta merta menjadi dasar penetapan tersangka tanpa proses yang jelas,” tambah dia.

Kendati demikian, tegas dia, dalam perkara ini, penyidik terkesan mengabaikan rekomendasi BPK dan memaksakan proses hukum, tanpa memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.

“Kalau kita bicara hukum pidana, harus ada dua alat bukti yang sah, dan itu belum terpenuhi. Prinsip kami sederhana, hukum harus dijalankan sesuai aturan, tidak bisa dibuat-buat,” tegasnya.

Ridlwan mengungkapkan, pihaknya telah menempuh langkah hukum dengan mengajukan permohonan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap kliennya. Sidang praperadilan, ucap dia, dijadwalkan pada 30 April 2025.

Saat ditanya terkait permohonan penangguhan penahanan, pihak kuasa hukum mengaku belum mengajukan permohonan penangguhan penahanan, namun tetap akan menempuh berbagai upaya hukum lainnya untuk membela hak-hak kliennya.

Reporter : Joko Santoso

Editorial : Budi Santoso

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button