Akibat Korupsi Pejabat Dinas PUBM Sumsel Masuk Penjara
PALEMBANG, SUMSEL, BN-Diduga melakukan tindak pinada korupsi dengan modus memalsukan data gaji pekerja hingga menimbulkan kerugiuan keuangan negara, Yatimura (51), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek pemeliharaan rutin Jalan Muaradua-Kota Batu-batas Provinsi Lampung-OKU Selatan ini dimasukkan ke penjara oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
Bahkan setelah dilakukan penyelidikan sejak September 2018 lalu, hingga akhirnya oknum PNS Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sumsel ini ditetapkan sebagai tersangka dan hari ini setelah berkas perkara dinyarakan lengkap, oleh jaksa, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel, Yatimura dijebloskan ke Rutan Klas 1A Pakjo Palembang.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr Sugeng Purnomo SH Mhum melalui Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Sumsel Khaidirman mengatakan, dalam proyek pemeliharaan rutin jalan Muaradua OKU Selatan sampai ke perbatasan Provinsi Lampung ini, tersangka bertindak sebagai PPTK diduga telah memalsukan data gaji pegawai.
āProyek ini swakelola dan yang bersangkutan sebagai PPTK memalsukan data-data pekerjaan, walaupun pekerjaannya ada, tapi terdapat pemalsuan data-data sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,91 miliar dari nilai proyek sebesar Rp2,87 miliar,ā kata Khaidirman, Rabu (2/10).
Menurutnya, setelah dilakukan pelimpahan berkas, tersangka dan barang bukti ini kasusnya akan segera diteruskan ke Pengadilan Negeri Palembang untuk disidangkan dan untuk sementara tersangka akan menjalani penahanan sementara selama 20 hari ke depan.
āSaat ini jaksa sedang menyiapkan surat dakwaan dan selama proses penyidikan sejak September 2018, yang bersangkutan (tersangka) telah berupaya mengembalikan kerugian negara hingga sebesar Rp1,03 miliar, namun tetap tidak menghapus perbuatan,ā imbuhnya.
Khaidirman menambahkan, atas perbuatan tersebut, tersangka dijerat Pasal 2,3 Jo Pasan 9 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara itu pengamat anti korupsi Sumatera selatan Ahmad Rojali mengatakan sangat mendukung langkah hukuman pihak kejaksaan.
Menurut dia, harus ada tindakan hukuman yang berat agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya ataupun bagi pihak yang diduga melakukan tindakan itu. “Tinggal diputuskan saja oleh hakimnya kalau memang hakimnya berkeyakinan itu akan menjadi solusi.
Yang penting dihukum seberat-beratnya. Itu kan sudah diatur, boleh saja,” kata Rojali saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, menurut Rojali, hukuman mati bagi koruptor tidak bisa dijadikan prioritas. Pasalnya, adanya Undang-Undang Grasi memperbolehkan terpidana untuk mengajukan grasi sehingga hukumannya menjadi ringan.
“Kalau ini (koruptor) dia akan mengajukan grasi lagi grasi lagi, akibatnya terpidana mati itu enggak pernah dieksekusi seperti sekarang terjadi,” tuturnya.
Ia menambahkan, hukuman terhadap para koruptor perlu ditambah dengan menyita seluruh kekayaannya dan dikembalikan kepada negara. Upaya penyitaan ini dilakukan sesuai dengan harta yang diperoleh dari hasil korupsi.
“Kekayaannya diminta negara. Jangan masuk penjara, tetapi kekayaannya enggak berkurang sedikit pun. Ya, dia bikin istana di penjara,” tandasnya. (mas)