Ketua PKN Pusat: Awan Hitam Menyelimuti Hati Penegak Hukum di Gayo Lues
GAYO LUES, ACEH, BN-Pemantau Keuangan Negara (PKN) menilai penanganan Korupsi di Gayo Lues terkesan mangkrak atau jalan ditempat. Bukan tak ada KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) tapi keberanian penegakan hukum oleh pihak kepolisian dan kejaksaan sangat diragukan.
Persoalan sandera kepentingan dan dugaan kasus kasus yang tak tuntas diduga menjadi ladang pundi pundi rupiah penegak hukum. Contohnya saja kasus pengadaan tanah mess pemda yang ada di Kebagusan Jakarta yang menelan dana sekitar Rp15 miliar.
Pajak Blang Nangka di Dinas Pridakop Gayo Lues, tambok penahan tebing di Dinas Kesehatan Gayo Lues tidak berujung.
Kasus-kasus ini telah bergulir lama tapi tak ada penjelasan secara terbuka. Diduga karena kasus ini melibatkan banyak pejabat pemda.
Biaya pengadaan makan minum Dinas Pendidikan Gayo Lues miliaran rupiah serta pengadaan alat peraga pendidikan berbasis animasi multi media dengan nilai Rp3.240.000.000 untuk 19 sekolah dasar dimana seharusnya 20 sekolah dasar tanpa manfaat juga tak berujung.
Ketua Umum Pusat Pemantauan Keuangan Negara (PKN) Patar Sihotang kepada Bidik Nasional melalui sambungan telepon seluler mengatakan, informasi yang ia dapat ada beberapa oknum penegak hukum yang telah menerima aliran dana.
Contohnya persoalan kopi di Dinas Pertanian 2019 lalu yang menelan anggaran miliaran rupiah. Dana APBN, ABPK, DOKA, Dana Pokir Anggota Dewa pada 2019, APBN Rp2 miliar.
Peremajaan kopi, kapan dibagi dan siapa kelompok penerima manfaat tak bisa di jelaskan secara rinci.
Begitu halnya APBK DOKA sebesar Rp5,1 miliar dengan alokasi 500 hektar juga dengan hal yang sama. Siapa penerima, berapa jumlah bibit juga tidak dihitung secara pasti oleh tim penerima serah terima barang secara benar.
APBK dan Poki anggota DPRK juga tak ada bedanya. Kalau dihitung jumlah anggaran hampir mencapai Rp10 miliar. Dana pengadaan kopi di Dinas Pertanian tahun 2019 dari total tersebut hampir lebih 2 juta batang kopi. Kalau berdasarkan jumlah, mungkin negeri ini tak tersedia lagi pertapakan rumah habis ditanami kopi.
Pengadaan bibit doka seolah dipaksakan. Contohnya tanggal kontrak 8 Oktober 2019 tapi bibit sudah di bagi mulai 12 November 2019. Artinya pekerjaan belum dilelang pembibitan sudah di siapkan.
Banyak yang komentar, bukan salah kontraktor tapi rakyat yang tak mau menaman. Lagi-lagi rakyat yang disalahkan.
Pengadaan yang tidak sesuai dengan SID (Sertifikat Identifikasi Desain) atau tidak sesuai dengan perencanaan, misalnya pengurangan spek yang tidak sesuai.
Jenis varitas yang tidak sesuai dengan kondisi ketinggian lahan. Ada unsur sebahagian kelompok dipaksa untuk menerima bibit dengan alasan tepat agar dana 100 persen pencairan anggaran untuk kontraktor tepat waktu.
Lain kami tidak sekedar berbicara fakta hukum jelas mulai dari memperlambat dokumen lelang dari dinas pertanian ampai pelaksanaan di lapangan. Maka dapat dipastikan banyak pelanggaran aturan yang terjadi hingga menyebabkan program pemerintah gagal mensejahterakan rakyat berimbas pada unsur korupsi melanggar aturan.
Memperkaya diri sendiri atau orang lain mengakibatkan ekonomi masyarakat lumpuh.
“Kemana aparat hukum tutup mata sehingga Gayo Lues nyaman bagi koruptor,” kata Patar, Sabtu (25/1/2020).
Patar Sihotang berharap KPK, Kapolri dan Jaksa Agung mengambil alih kasus kasus di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh.
“Kami tidak menaruh rasa percaya terhadap aparat hukum Gayo Lues,” pungkasnya. (dir)