Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara, Guru Besar FK. Hukum UNIBRAW Malang: Sesuai Kedudukan, Peran Dan Fakta Persidangan
JAKARTA, BIDIKNASIONAL.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tuntutan 12 Tahun Penjara terhadap Terdakwa Bharada E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) sebagai pelaku utama pembunuhan berencana Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) sudah tepat.
Rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk Terdakwa Bharada E telah terakomodir dalam surat tuntutan Jaksa sehingga yang bersangkutan mendapat tuntutan pidana jauh lebih ringan dari Terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelectual dader.
“Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah seorang bawahan yang taat kepada atasan untuk melaksanakan perintah yang salah sebagai eksekutor, sehingga pembunuhan tersebut terlaksana dengan sempurna,” kata Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Lebih lanjut Ketut Sumedana menjelaskan Bahwa kasus pembunuhan berencana bukan termasuk dalam yang diatur Pasal 28 huruf (a) Undang – undang RI nomor 31 Tahun 2015 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan juga tidak termasu dalam Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 Tahun 2011.
Deliktum tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah sebagai eksekutor yakni pelaku utama bukanlah penguak fakta – fakta hukum.
“Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu murupakan eksekutor yakni pelaku utama bukanlah sebagai penguak fakta hukum, yang mengungkap fakta – fakta hukum yang pertama justru keluarga korban sehingga tidak dapat dijadikan pertimbangkan untuk mendapat JC (Justice collaborator),” ujarnya.
Terpisah, Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.S. Guru Besar Fakultas Hukum, Ahli Sosiologi dan Filsafat Hukum Universitas Brawijaya Malang dalam keterangan tertulis menyampaikan pandangan hukum terkait tuntutan Jaksa dalam perkara Pembunuhan Berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
◾ Perkara ini sangat menarik secara sosiologi dan telah mengalami pergeseran nilai menjadi kasus sangat luar biasa karena terjadi pada salah satu petinggi aparat penegak hukum, terjadi di rumah dinas penegak hukum, serta pelaku dan korbannya adalah aparat penegak hukum.
Selama Perkara yang menyita perhatian publik ini berjalan, sangat menguras emosi publik dan akhirnya memunculkan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai “pahlawan” karena dianggap berani berkata jujur mengungkap kebenaran dari peristiwa yang terjadi di Magelang, Saguling, dan Rumah Dinas Duren Tiga.
Tetapi, keberanian Terdakwa baru terungkap setelah hampir satu bulan dia mengikuti skenario Terdakwa Ferdy Sambo. “Padahal, pembuktian perkara ini sangat sederhana. Karena korbannya ditemukan, TKP (tempat kejadian perkara) jelas, pelaku merupakan salah satu dari para Terdakwa,”. Namun pelik dan rumit jalan ceritanya ini membuat kejadian seperti sinetron dengan episode yang tak berkesudahan.
Ketika perkara ini masuk dalam persidangan, tentu masyarakat menaruh harapan besar terhadap JPU (Jaksa Penuntut Umum) agar motif dibalik pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat terungkap dan para pelaku dihukum seberat-beratnya.
“Dalam proses pemeriksaan saksi dan para Terdakwa, masyarakat menilai bahwa Terdakwa Bharada E adalah orang yang paling berjasa mengungkap kebenaran, sedangkan Terdakwa lainnya dianggap lebih banyak berkata bohong dan dianggap sebagai tokoh antagonis,” kata Nyoman Nurjaya dalam perspektif sosial legal perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat yang ditulisnya.
JPU dalam membuat suatu tuntutan berdasarkan kedudukan dan peran para Terdakwa inilah yang menentukan tinggi rendahnya tuntutan yang diberikan. Maka, tidak bisa dengan alasan kooperatif atau disamakan peran dan hukumannya karena tetap peran menjadi hal penting untuk dipertimbangkan dalam mengungkap fakta hukum.
“Pembuktian dalam perkara pembunuhan berencana ini menjadi runyam ketika LPSK merekomendasikan Terdakwa Bharada E sebagai justice collaborator dan diberikan hukuman jauh lebih ringan oleh Jaksa Penuntut Umum,” terangnya.
Maka secara tegas tuntutan pidana yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada para Terdakwa adalah sangat independen, objektif, dan tidak bisa diintervensi oleh kepentingan apapun, serta melihat berbagai aspek yang terungkap di persidangan yakni mens rea dari masing-masing pelaku tindak pidana. Hal yang terungkap dalam fakta persidangan. tegasnya.
Hal yang terungkap dalam fakta persidangan yakni sebelumnya Terdakwa FERDY SAMBO memerintahkan Terdakwa RICKY RIZAL untuk mengeksekusi Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, namun ditolak dengan alasan tidak berani. “Akhirnya Terdakwa FERDY SAMBO memerintahkan Terdakwa RICHARD untuk menghilangkan nyawa Brigadir J, dan Terdakwa menyanggupi perintah tersebut sehingga menjadi sempurna pembunuhan berencana itu terjadi,” ungkapnya.
Akhir dari perkara ini adalah putusan Majelis Hakim yakni apakah kedudukan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E akan dipertimbangkan sebagai justice collaborator sehingga dapat menerima hukuman yang lebih ringan dari tuntutan JPU, kita tunggu saja. (*)
Laporan: Red
Editor: Budi Santoso