Formasi Pertanyakan Kasus Pembagunan Hotel Syariah Swarna Dwipa TA 2017 yang mangkrak

Diduga Pihak Jampidsus Kejagung Telah Melakukan Penyelidikan penyertaan Modal Pempov Sumsel Sebesar Rp. 250 Milyar.
PALEMBANG, SUMSEL, BN-Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2015 berencana membangun Hotel Syariah Swarna Dwipa II seluas 4.900 meter persegi dan Museum Islam seluas 1.570 meter persegi di kawasan Asrama Haji Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan dana APBD dengan sistem tahun jamak sebesar Rp. 250.000.000.000. ( Dua Ratus Lima Puluh Milyar Rupiah) Selanjutnya proses lelang dimenangkan oleh PT Prambanan Dwipaka.
Namun hingga 2019 Pembagunan Hotel Syariah Swarna Dwipa diduga mangkrak atau berhenti beroperasional. Mengingat, sebagian dari penyertaan modal Pemprop Sumatera selatan, di klaim masih berada dibawah pengawasan TNI AU.
Hal inilah yang akan di tindaklanjuti oleh Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formasi), H. Muhammad Toher selaku Ketuanya mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus mengikuti perkembangan yang terjadi dan sepakat kepada pemprov Sumsel yang akan meminta pihak BPK dan BPKP melakukan audit Investigasi terhadap seluruh BUMD yang ada termasuk pengelolaan Hotel Swarna dwipa.
Toher menjelaskan juga bahwa kasus tersebut sudah ditagani oleh pihak Kejaksaan Agung dengan Surat perintah penyelidikan nomor print 35/fd.1/04/2018 tanggal 26 April 2018 yang tanda tangan oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) pada JAM Pidsus, Warih Sadono.
Dijelaskan bahwa pihak kejaksaan sudah memanggil beberapa nama besar tokoh Sumatera selatan dianataranya Hj Kencanawati Hasan Zen pemilik sertifikat nomor 4707 tahun 1996 dan 4602 tahun 1997 istri mantan Sekda Sumsel, Fatma Razimona Ramli Hasan Basri pemilik sertifikat nomor 5265 tahun 2000 putri H Ramli Hasan Basri mantan Gubernur Sumsel dan H Ramli Hasan Basri Gubernur Sumsel 1988 1998.
Adapun nama-nama yang dipanggil yakni 1) Hj Kencanawati Hasan Zen selaku pemilik sertifikat tanah Nomor 4707 tahun 1996 dan Nomor 4602 tahun 1997, istri dari mantan Sekda Sumsel sebelum bertugas sebagai Gubernur Bengkulu. 2) Fatma Razimona Ramli Hasan Basri, selaku pemilik Sertifikat Nomor 5265 tahun 2000. Mona adalah putri tertua dari mantan Gubernur Sumatera Selatan Ramli Hasan Basri. 3) Letjend TNI (Pur) H Ramli Hasan Basri, Gubernur Sumatera Selatan tahun 1988-1998. 4) Prof Dr H Mahyuddin NS SpOG (K), Wakil Gubernur Sumatera Selatan tahun 2008. 5) Dr Ahmad Najib, Asisten Pemerintahan dan Kesra Sumsel. 6) H Augie Benjamin Direktur PD Perhotelah Swarna Dwipa Palembang. 7) Direktur Utama PT Dwipaka Prambanan. 8) Ir Ucok Hidayat Kepala Dinas Tata Kota Palembang.
Namun hingga sekarang menurut Toher belum mangkatkan status kasus hingga ke tahap penyidikan, “ memang kasus tersebut sudah ditangani oleh pihak kejaksaan pada tahap penyelidikan, semoga dalam waktu dekat pihak kejaksaan segera meningkatkan statusnya pada tahap penyidikan,”ungkap Toher.
Sebagai informasi tanah tersebut sudah bersertifikat, hal tersebut bersadarkan warkah di BPN bahwa Pemprov mengganti rugi lahan tersebut diduga senilai Rp. 24 Milyar pada tahun 2017 dengan nomor aset 001.001.11 tahun 2012.
Pembangunan hotel syariah Palembang dilaksanakan pada Tahun 2017 yang anggarannya menggunakan dana penyertaan modal Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Bahkan, terkait dengan pembangunan itu pada November 2015 ini sudah mulai dilakukan tender setelah penandatanganan kerja sama (MoU) dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan MoU dengan Kejati sudah diterima.
Sebelumnya, pemprov ingin melakukan perubahan badan hukum PD Perhotelan Swarna Dwipa menjadi PT Swarna Dwipa Sumatera Selatan Gemilang yang tentunya akan memberikan keleluasaan bagi BUMD tersebut untuk tumbuh dan berkembang dengan suatu tata kelola perusahaan yang baik dan akuntabel.
Apalagi saat ini, perseroan sedang mengembangkan usahanya dengan membangun Hotel Swarna Dwipa Syariah. Hotel sendiri akan dibangun dua lantai dengan 90 hingga 100 kamar. Konsep hotel adalah hotel budget syariah. Dengan pembangunan tiga fasilitas ini, kata dia, kawasan asrama haji akan di desain menjadi kawasan wisata religi.
Sementara itu sesuai dengan hasil lelang PT. Prambanan Dwipaka memenangkan tender pembangunan Hotel swarna Dwipa II dan Museum Islam yang di biayai APBD sebesar kurang lebih Rp. 250 Milyar dan telah melakukan proses pembangunan penggalian rencana basement dan pengadaan tiang pancang.
Tetapi kini proyek tersebut mangkrak atau tidak beroperasi dikarenakan terkendala oleh lahan karena pembebasan lahan bermasalah dengan TNI AU yang mengklaim lahan tersebut miliknya. Lahan tersebut diduga telah diganti rugi oleh Pemprov Sumsel tersebut kepada mantan Gubernur Sumsel “RHB” senilai hampir Rp. 24 milyar.
Diatas lahan tersebut terpasang papan nama status kepemilikan Pemprov Sumsel tahun 2012 berdasarkan sertifikat dengan nomor kepemilikan aset 001.001.11 atau di catatkan dalam aset di BPKAD tahun 2011.
Berdasarkan infrmasi investigasi yang dilakukan, bahwa permasalahan ini muncul ketika pihak hotel Swarna Dwipa mengajukan penerbitan IMB ke pihak Pemeritah Kota Palembang dan di duga prosesya tidak berlanjut dikarenakan lahan tersebut masih status pinjam pakai dengan pihak TNI AU.
Karena masih pinjam pakai pihak pemkot Palembang berkoordinasi dengan pihak terkait apakah lahan tersebut sudah di izinkan untuk dilakukan pembangunan Hotel, diduga hingga sekarang pihak pemkot belum menerima surat yang dimaksud.
Diduga Pemprov Sumsel mengajukan permohonan hibah ke TNI AU untuk mengantisipasi ganti rugi yang telah di keluarkan yang menjadi potensi kerugian negara yang diduga sebesar Rp. 24 milyar. Permohoanan Pemprov Sumsel sepertinya sulit di realisasikan pihak TNI AU karena peruntukannya untuk lahan untuk komersial.
Untuk kelancaran pembangunan Hotel Syariah Swarna Dwipa II dan Museum Islam tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengakui bahwa lahan tersebut tercatat milik TNI Angkatan Udara. Oleh karena itu Gubernur Sumatera Selatan dengan surat Nomor 593/2602/BPKAD/2017 tanggal 27 Oktober 2017 mengajukan permohonan hibah lahan TNI AU Lanud SMH untuk kawasan terpadu Asrama Haji Pemprov Sumsel yang ditujukan kepada Komandan Pangkalan TNI AU Sri Mulyono Herlambang Palembang.
Menindaklanjuti permohonan hibah dari Gubernur Sumatera Selatan, maka pihak TNI AU pada minggu kedua bulan November 2017 mengadakan rapat di Gedung 2 lantai 7 Mabes TNI dengan agenda penyelesaian pemanfaatan barang milik TNI AU di pangkalan udara Sri Mulyono Herlambang Palembang.
Rapat dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Hukum TNI AU Marsekal Pertama TNI Syahrudin Damanik SH MH. Namun hingga sekarang belum ada penyelesaian dan kejelasan lahan tersebut sehingga pembangunan hotel Syariah tersebut masi mangkrak.
Sementara itu baru baru ini, Sekretaris Daerah (Sekda) H Nasrun Umar memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) tetang Permasalahan Aset Milik Pemprov Sumatera Selatan (Sumsel), di Ruang Rapat Binapraja Setdaprov Sumsel.
Aset dimaksud di antaranya lokasi yang akan dibangun Museum Islam dan Hotel Syariah di Komplek Asrama Haji Palembang. Lapangan Golf Kenten Palembang serta perjanjian Bangun Guna Serah Pembangunan Kawasan Pasar Modern Pasar Cende antara Pemprov Sumsel dengan PT Magna Beatum.
Sekda menegaskan, ketiga aset yang dibahas dalam rapat ini merupakan permasalahan yang tidak pernah tuntas. Karena itu butuh solusi yang tepat dengan menggandeng Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel yang sebelumnya telah dilakukan penandatanganan MoU atau Nota Kesepakatan Bersama terkait dengan penanganan hukum baik masalah Perdata dan Tata Usaha Negara antara Pemprov. Sumsel dengan Kajati Sumsel yang ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 2019 lalu.
Sementara terkait dengan Asrama Haji Palembang, dipaparkan oleh Kepala BPKAD H. Akhmad Mukhlis yang menyebut terjadi kisruh kepemilikan lahan antara Pemprov dengan pihak Artileri Pertahanan Udara (Arhanud).
“Yang dipermasalahan adalah lokasi untuk perluasan pekerjaan pembangunan Hotel Syariah 4.900 meter persegi dan pembangunan Museum Islam. Pembangunan terhenti karena pihak Arhanut keberatan atas dilanjutkannya pembangunan hotel Syariah,” papar Akhmad Mukhlis.
Dilain pihak Kadis LH dan Pertanahan Pemprov. Sumsel H. Edward Candra dalam paparannya menyimpulkan telah terjadi perbedaan pendapat terhadap lahan lokasi asrama haji antara Pemprov. Sumsel dengan TNI AU Sejak mulai pembangunan asrama haji Palembang Tahun 1991.
Hadir dalam rapat kali ini diantaranya Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumsel, Muchtar Deluma. Direksi PD Swarna Dwipa Rebo Iskandar Pohan. (Mas)