JATIM

Patahkan Argumen Henry J Gunawan, Begini Keterangan Guru Besar FH Ubaya

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) Prof Dr Lanny Kusumawati, SH, M.Hum saat memberikan keterangannya, Kamis (5/12) di pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

SURABAYA, JATIM, BN-Lanjutan sidang pemalsuan keterangan pernikahan kedalam akte otentik terdakwa Henry J Gunawan dan Istri, Iuneke Anggraini menghadirkan saksi ahli Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) Prof Dr Lanny Kusumawati, SH, M.Hum, Kamis (5/12) di pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Ketua Majelis Hakim Dwi Purwadi membuka sidang dan menanyakan kondisi saksi ahli yang di hadirkan terdakwa Henry J Gunawan dan Iuneke Anggreni tersebut.

“Saudara oleh terdakwa dihadirkan sebagai ahli perdata, untuk itu sebelum memberikan keterangan disumpah dulu,” kata Ketua majelis hakim Dwi Purwadi saat membuka persidangan diruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Usai disumpah, tim penasehat hukum kedua terdakwa terlebih dahulu mendapat giliran untuk bertanya pada ahli hukum perdata yang pernah divonis 5 bulan penjara oleh hakim PN Surabaya atas kasus keterangan di akta otentik pada Kamis 9 Agustus 2018 lalu.

Dari pantauan diruang sidang, keterangan ahli hukum perdata yang diharapkan dapat meringankan perbuatan kedua terdakwa justru terlihat menyudutkan. Hal itu terlihat saat tim penasehat hukum kedua terdakwa berupaya menggiring opini melalui pertanyaannya tentang keabsahan alat bukti Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupa 2 akta otentik yang dibuat Notaris Atika Ashiblie telah menyimpang dari syarat formil dalam pembuatan akta.

“Penandatanganan akte boleh saja tidak dilakukan di kantor notaris selama semua pihak menghadap dan ada saksi-saksi,” terangnya menjawab pertanyaan tim penasehat hukum kedua terdakwa.

Sementara saat ditanya terkait tanggung jawab notaris, Lanny menjelaskan, tanggung jawab notaris untuk memastikan kelengkapan keterangan data diri seperti KTP dan dokumen dari para pihak yang mengajukan pembuatan akta.

“Sedangkan judul dan isi dalam akte yang dikonstantir notaris adalah tanggung jawab para pihak,” jelasnya.

Saat ditanya tentang dampak yang ditimbulkan apabila terdapat pelanggaran aspek formal terkait tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta, Lanny menyebut kekuatan akta tersebut turun menjadi akta dibawah tangan.

“Turun derajatnya menjadi akta dibawah tangan, yang kekuatan pembuktiannya hanya mengikat bagi pihak yang membuatnya. Materi dan isi di akta tetap ada,” terangnya menjawab pertanyaan dari Mashuri Effendi selaku hakim anggota.

Sedangkan saat JPU Ali Prakoso menanyakan boleh tidaknya Majelis Kehormatan Notaris (MKN) memberikan surat keterangan terkait salah tidaknya seorang notaris, Lanny mengamininya.

“Boleh saja, tergantung MKN,” ujarnya.

Persidangan kasus pemalsuan keterangan pernikahan ini akan kembali dilanjutkan pada Selasa (10/12) dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa.

“Sidang hari ini dinyatakan selesai,” tutup hakim Dwi Purwadi.

Usai persidangan, JPU Ali Praksoo mengatakan keterangan ahli meringankan yang dihadirkan kedua terdakwa tidak jauh beda dari keterangan ahli hukum perdata yang diajukannya, yakni Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Sogar Simamora, SH.,MH.

“Garis besarnya sama dengan keterangan ahli yang kami ajukan. Salinan akta bisa gunakan sebagai barang bukti dipersidangan karena sudah sesuai dengan minuta akta dan secara otomatis keterangan pernikahan yang dituangkan dalam akta tetap mengikat,” terangnya.

Sementara saat ditanya terkait status Prof Lenny yang pernah dihukum bersalah oleh PN Surabaya atas kasus keterangan palsu pada akta otentik berupa cover notes dibenarkan oleh JPU Ali Prakoso.

“Iya benar dan sekarang kami kasasi karena bebas diputusan banding. Tapi ini tidak ada kaitannya ya. Dalam perkara ini, dia dihadirkan sebagai meringankan oleh terdakwa,” tandasnya.

Terpisah, Prof Lanny enggan berkomentar saat ditanya kelanjutan kasusnya.

“Nggak komentar mas, gak ada kaitan dengan ini,” pungkasnya sembari meninggalkan area PN Surabaya.

Untuk diketahui kronologis perkara keterangan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan utang dan personal guarantee. Namun faktanya, mereka baru resmi menikah secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011. (Tim)

Related Articles

Back to top button