
Humas DPP Ormas Repelita, Royman Nasution (tengah)
PEKANBARU, BIDIKNASIONAL.com – Menanggapi adanya pemberitaan di beberapa media mengenai adanya dugaan penganiayaan terhadap 2 orang terduga yang ditangkap dan dipaksa agar sebut diri sebagai pelaku begal kawan sendiri yang diduga dilakukan oleh oknum Polsek Tapung, Polres Kampar, membuat DPP Ormas Repelita angkat bicara.
Ormas yang dikenal aktif membela masyarakat kecil terlebih kaum termaginalkan ini melalui humasnya pada Selasa (24/05/2022) sekitar pukul 14.00 Wib melakukan konfrensi pers dan memberikan keterangan pada awak media. Ditegaskan dalam waktu dekat akan mengadakan aksi unras di Mapolda Riau dan juga akan menyurati Divpropam Mabes Polri terutama Kapolri Jenderal Pol Listyo SP berikut Presiden RI.
Untuk dugaan tidak presisi Polsek Tapung Resor Kampar Polda Riau, harap DPP Repelita dalam hal ini Polisi dari unit Paminal Polda Riau yang memang terkonfirmasi sudah meminta keterangan terhadap seluruh pihak yang mengetahui terkait tentang permasalahan dan kejadian tersebut serta dikuatkan pernyataan oleh sumber yang dirahasiakan.
Terdukung fakta dan data dilapangan berikut bukti-bukti yang didapat DPP Repelita berupa adanya video amatir percakapan antara Kades dan keluarga yang menyatakan bahwa Kanit Reskrim Polsek Tapung diduga meminta uang yang disebut-sebut untuk beban tetap yang seolah penerimaan resmi negara dengan bentuk biaya pencabutan perkara senilai 35 Juta Rupiah. Diyakini akan dirangkum yang selanjutnya dikirim ke Divpropam Mabes Polri, Kapolri dan Presiden Ri setelah dianggap Pulbaket.
“Sembari persiapan aksi sebagaimana dasar amanat UU RI No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan berpendapat, tim kami juga sebagian sedang kumpul data terkait dugaan penyiksaan dan pungli modus biaya cabut laporan senilai 35 juta,” kata Royman.
Untuk itu DPP Ormas Repelita, melalui Humasnya Royman Nasution menegaskan pihaknya selain akan melakukan aksi unras di depan Mapolda Riau, lebih lanjut akan melampirkan beberapa jejak bekas dugaan perlakuan oknum-oknum Jajaran Polsek di Resor Kampar yang dinilai kerap bertugas tanpa aturan terhadap masyarakat di Kampar.
“Bahkan, kita akan turut lampirkan vidio visual wawancara/ investigasi kita terhadap beberapa orang yang pernah menjadi korban penyiksaan oleh Jajaran oknum Polsek di Resor Kampar, harapannya data pendukung ini nantinya dapat menjadi telaah Kapolri untuk lakukan penyegaran personil, dan menempatkan personil yang humanis dalam bertugas,” tambahnya.
Agar penanganan kasus, tuntut DPP Repelita, di seluruh Sektor pada Polres Kampar khususnya, dan Polda Riau umumnya kedepan lebih memanusiakan manusia dalam proses mulai terima laporan, penyelidikan sampai penyidikan, dan jangan sampai gunakan cara-cara penyiksaan dalam mengungkap tersangka pelaku pidana.
“Untuk mengungkap kasus pidana baik itu muatan kurungan berat atau ringan, harapannya kedepan Penyidik di Sektor-Sektor Polres Kampar kami minta jangan lagi modal petunjuk prematur, sebab dalam kasus dugaan penyiksaan terhadap 2 orang terduga di Sektor Tapung kemarin, yang membuat para orang tua terpaksa kocek 225 juta yang dikabarkan karena takut anaknya mati sia-sia dengan rincian 190 tuntutan materi RJ dan 35 juta beban biaya cabut perkara, kami nilai sangat keji dan tidak manusiawi,” tandas Royman kepada awak media di Jegger Cafe Kota Pekan Baru.
Terpisah, Irjen Pol M Iqbal selaku Kapolda Riau yang digadang sangat humanis dan berteman dengan awak media pada saat menjabat sebagai Kadiv Humas Mabes Polri itu, saat diminta tanggapan oleh awak media pada jabatannya saat ini, terkesan alergi dan memilih bungkam. Bahkan berkali-kali di WA awak media tidak gubris.
Fakta dilapangan, desus-desus informasi yang melanglang buana dimasyarakat Desa Kijang Rejo dan Plambaian, banyak menjadi topik perbincangan bahwa pemeriksaan Paminal Bidpropam Polda Riau mengkerucut kuat terbukti adanya dugaan penyiksaan dan dugaan peras 35 juta oleh Polsek Tapung, dan meski terkonfirmasi para orang tua tertuding yang telah menjadi tersangka secara terpaksa merelakan kocek 225 juta dalam upaya serta merta mengakui anaknya pelaku begal teman sendiri dan diselesaikan dengan peradilan Restoratif Justice (RJ).
Para orang tua kepada media ini mengatakan, penuh cemas mengakui ada tambahan upaya menakut-nakuti (red: melakukan pembodohan publik) oleh seoarang Kades dan seorang anggota Dewan fraksi Nasdem dari Kampung tersebut.
Mirisnya hingga berita ini diterbitkan seorang Kades dan anggota Dewan tersebut tampak menghindar dari konfirmasi awak media ini.
Laporan: Hs
Editor: Budi Santoso