SUBANG, BIDIKNASIONAL.com – Pungutan liar (Pungli) di sekolah menjadi permasalahan yang meresahkan di masyarakat. Fenomena ini terjadi ketika oknum-oknum tertentu di lingkungan sekolah melakukan berbagai cara terhadap siswa, orang tua, atau bahkan pihak lain yang terkait dengan kegiatan pendidikan.
Pungli di lingkungan sekolah tidak hanya merugikan masyarakat secara finansial, tetapi juga dapat merusak moralitas dan integritas di dunia pendidikan.
Disampaikan sumber bidiknasional.com, di SD Negeri Compreng, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang Jawa Barat pengecatan sekolah di masing-masing kelas, orang tua siswa dituntut untuk mengumpulkan dana dan mengecat ruangan kelas dengan anggaran variasi mulai dari Rp.50-100 ribuan.
Sumber yang namanya sengaja minta dirahasiakan yang mengaku sebagai orang tua siswa membenarkan adanya pungutan tersebut.
“Benar pa, saat adanya kumpulan atau musyawarah yang dilakukan oleh komite sekolah meminta kepada semua orang tua siswa untuk mengumpulkan dana mulai dari Rp.50-100 ribuan untuk pengecatan ruang kelas di masing-masing kelasnya,” ucapnya.
Lanjut sumber mengatakan, “awalnya saya menyetujuinya, setelah mengetahui bahwa pengecatan ada anggaranya dari Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS), kami mengurungkan niat untuk memberikan Dana tersebut.walaupun pengecatan kelas sudah dilaksanakan,” ujarnya.
Di tempat terpisah di hari yang sama, Nunung Nurasiah selaku Kepala Sekolah di SDN Compreng saat dikonfirmasi bidiknasional.com di ruang guru membenarkan adanya pengecatan untuk ruang kelas melalui dana dari orang tua siswa, dan itupun melalui musyawarah komite dan orang tua siswa.
Disinggung terkait papan informasi BOS tahun 2023-2024, Nunung Nurasiah tidak bisa menunjukan papan informasi BOS tersebut dengan alasan, “dulunya ada sekarang belum dibuat,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Jam’ih Wikanta selaku salah satu komite sekolah menerangkan bahwa untuk pengecatan ruang kelas berdasarkan musyawarah orang tua siswa dan komite, dan itupun sudah dicontohkan oleh saya pribadi selaku komite sekolah dengan menghabiskan biaya sebesar Rp.2 juta setengah, dari dana pribadi.
Selain itu, Jam’ih Wikanta mengatakan, dirinya juga mengaku sebagai guru di sekolah ini dan statusnya pegawai Negeri sipil (PNS).
Dihubungi terpisah salah satu pengamat pendidikan di Subang menjelaskan, dalam konteks hukum, pungli sekolah merupakan tindakan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Sudut pandang hukum dalam menegakkan keadilan terhadap permasalahan (pungli) disekolah sangat penting untuk menjaga integritas pendidikan.
“Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,” ujarnya.
Laporan: M.Tohir
Editor: Budi Santoso