JATIMMOJOKERTO

Kegiatan BUMDES Desa Kedungudi Disorot

Mohammad Mustofa, Ketua Ormas Pemuda Garuda Bersatu (PGB)/ Foto: Husnan BN Mojokerto

MOJOKERTO, BIDIKNASIONAL.com -Mohammad Mustofa yang biasa dipanggil mas Topeng merupakan aktifis dan ketua Ormas Pemuda Garuda Bersatu (PGB) Jawa Timur menyoroti kinerja dan langkah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) desa Kedungudi, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.

Beberapa pekan terakhir ini Bumdes Kedungudi menjadi sorotan miring dari warga masyarakat. Pembicaraan hangat tersebut lantaran adanya dugaan pengelolaan keuangan Bumdes yang kurang transparan dan terbuka.

Informasi yang masuk ke Topeng selaku aktifis menyatakan bahwa, Bumdes yang mempunyai unit pengelolaan pendakian Gunung Penanggungan, dalam mengatur manajemen hasil dari parkir wisata yang di kelola oleh Bumdes dengan tim Joko Wayudi selaku pengelola kurang berjalan mulus aliyas tersendat. “Hal seperti itu pasti ada sebab, mereka merasa kurang jiwa memiliki, atas kegiatan tersebut,” kata Cak Topeng.

Lebih lanjut ia menuturkan, termasuk peran Pemerintah Desa (Pemdes) kurang peduli dan kurang bijak dalam mengelola Bumdes, apalagi didirikan Bumdes dalam rangka misi pemberdayaan ekonomi desa. Namun, yang terjadi adalah biasanya orang yang dekat Pemdes mendapat keuntungan yang lebih besar. Termasuk hasil dari kegiatan, suatu misal harga tanda masuk ke pendakian diduga kurang transparan, yang menjadi sorotan warga pengunjung. “Kita lakukan cek lokasi pendakian,” tandas Cak Topeng.

Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, informasinya sudah menghasilkan uang ratusan juta dari hasil obyek Pendakian Gunung Penanggungan. Akan tetapi dana tersebut disinyalir tidak disetorkan ke kas desa. Ada dugaan dana hasil dari pengelolaan pendakian tersebut dikuasai oleh oknum-oknum Bumdes.

Didik, selaku ketua Bumdes desa Kedungudi, Kec. Trawas saat dikonfirmasi awak media mengeluhkan Pemdes Kedungudi, yang kurang responsif terhadap keberadaan Bumdes desa setempat, Kamis (03/10/20204).

Apalagi Kepala Desa (Kades) terkesan diskriminatif dalam pengelolaan anggaran dari bantuan yang ada. “Sehingga kami dari Bumdes merasa di anak tirikan, suatu misal fasilitas pendakian minta dibuatkan hingga sekarang belum terwujud, sebagai bentuk protes pengelola pendakian boikot tidak bayar ke Bumdes, sebagai mana kesepakatan,” kata Didik.

Menurutnya, justru yang kurang transparan adalah Abah Kades, dalam mengelola bantuan apa pun. Selaku Kades, semestinya harus mementingkan kepentingan warga dari pada usaha keluarga. “Kami orang kecil butuh dorongan, bimbingan untuk sukses. Jangan dibiarkan seperti anak kehilangan induknya,” ungkap Didik.

Hingga berita diterbitkan H. Dul.Mukti saat dikonfirmasi di kantor balai desa tidak ada di tempat, dengan alasan masih perjalanan luar kota.

Laporan: Husnan

Editor: Budi Santoso

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button