Ilustrasi
JOMBANG, BIDIKNASIONAL.com – Menyoroti adanya dugaan Kejahatan Korupsi melalui ” Pungli” (Pungutan liar) pada Pogam PTSL tahun 2022 di salah satu desa di wilayah Kecamatan Mojoagung masih menjadi buah bibir warga setempat.
Dugaan adanya ” Praktik Pungli” pada program sertifikasi tanah gratis atau Pendaftaran Tanah Sistematis lengkap ( PTSL) di Kabupaten Jombang tahun 2022 , di salah satu desa , tepatnya di wilayah Kecamatan Mojoagung masih menjadi buah bibir warga desa setempat sampai sekarang.
Indikasi adanya praktik kotor dalam progam prioritas pemerintah itu kerap dilakukan pemerintah desa yang mendapatkan kuota sertifikat gratis PTSL dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional.
Dengan melakukan pemalakan atau pungli kepada masyarakat yang ada di wilayah desa setempat. Padahal seluruh kegiatan progam PTSL di Kabupaten Jombang waktu itu sudah di biayai oleh pemerintah dan masyarakat hanya cukup membayar Rp. 150.000,- , ada dugaan masih ditarik lagi dengan alasan untuk biaya patok. Inilah modus pungli yang sering terjadi pada progam PTSL.
Menurut salah satu Sumber yang ditemui bidiknasional (bn.com) mengatakan, ” masing- masing warga di suruh beli patok ,jadi untuk setiap pembelian 1 ( satu) patok di hargai Rp. 10.000,- , padahal setiap warga butuh patok 2 sampai 4 patok setiap bidang tanah yang dibutuhkan. Kalau dibutuhkan kan 2 patok Rp 20.000,- kalau 4 patok Rp 40.000,- berapa banyak patok yang dibeli oleh warga setempat . jika warga nya sekitar desa setempat jumlah nya sekitar 1000 warga, atau sampai 2000 Warga. Sudah berapa jumlah uang hasil pungli yang dikantongi oleh panitia dan kepala desa ” ujar sumber di lingkungan desa setempat yang sempat di temui bn.com.
Sementara Mochtar Camat Mojoagung ketika dikonfimasi BN menyampaikan,” Monggo kesana,sudah saya hubungi kemarin sudah tak klarifikasi , katanya nggak ada pembelian patok. Kebetulan juga staf saya rumah nya juga disana ikut PTSL, saya tanya nggak ada,” ujar camat Mojoagung.
Setali tiga uang ,apa yang di sampaikan camat Mojoagung kepada BN kelihatan nya bertolak belakang, padahal bn.com sudah melakukan cros cek ke desa setempat dengan melakukan investigasi langsung dengan merekam pernyataan warga desa setempat.
Perlu diketahui, bahwa dugaan “Pungli” pada program PTSL di salah satu desa di Kecamatan Mojoagung ini dilakukan secara terstruktur oleh oknum panitia. Mulai dari Kepala Desa ( Kades) Kepala Dusun hingga tingkat RT/ RW. Guna memuluskan aksi praktik pungli itu panitia melakukan dengan cara tambah patok yang dihargai Rp.10.000,- per patok nya, Padahal banyak warga yang membutuhkan lebih dari satu patok setiap bidang tanah nya ,dan mungkin bisa maksimal 4 patok , itupun belum lagi materai yang dibutuhkan. Padahal pada ketentuan SKB 3 menteri yang sebenarnya sudah ditetapkan Rp 150.000,-.
Ada lagi menurut warga setempat,” jika ada warga yang tidak mau membeli patok, akan ditinggal, tidak akan mendapatkan sertifikat PTSL,” ungkapnya.
Jadi ada dugaan bahwa panitia desa setempat memanfaatkan ketidak tahuan masyarakat setempat , terkait aturan pengurusan sertifikat gratis melalui progam PTSL . Sehingga mempermudah pihak panitia mematok pungli lewat jual beli patok diatas ketentuan.
Sementara Agus salah satu aktifis LSM KOMPAK (Komunitas Peduli Anti Korupsi) Jawa- timur, mengatakan.” Progam yang di gagas oleh Kementerian ATR/ BPN ini di jalankan dengan melibatkan Pemerintah Desa ( Pemdes) ,serta bisa di ikuti oleh semua lapisan masyarakat. Bahwa pembuatan sertifikat lewat program sertifikasi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2018 tersebut tidak di pungut biaya,” ujarnya.
Selain itu, biaya sosialisasi dan penerbitan sertifikat tanah ditanggung pemerintah lewat APBN. Adapun biaya lain seperti pengurusan hingga perpajakan, tetap menjadi tanggungan masyarakat atau pihak pemohon. Namun pemerintah tetap memberlakukan aturan terkait biaya maksimal pengajuan PTSL, agar masyarakat tidak terbebani dengan biaya yang melampaui terlalu besar. Jikalau pada progam PTSL itu terjadi pungli , itu adalah salah satu tindakan melawan hukum, hukum yang diatur dalam undang- undang Nomor 31: tahun 1999 junto, Undang- undang Nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana yang korupsi.
“Pungli ( Pungutan pajak liar)) adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa ( extra ordinary crime ) yang harus diberantas sampai ke akar- akarnya,” tambah Agus.
Laporan: Tok
Editor: Budi Santoso