tokoh masyarakat Kebraon saat audiensi dengan Lurah Kebraon. (Foto: Teddy/Bidiknasional.com)
SURABAYA, BIDIKNASIONAL.com – Persoalan pedagang kaki lima (PKL) di gang 5 Kebraon yang diberi Imbauan oleh Kepala Kelurahan Kebraon, Surabaya, didampingi Satpol PP karena berjualan di atas lahan Badan Tanah Kas Deaa (BTKD) untuk pindah alias digusur, berbuntut masalah dengan tokoh masyarakat Kebraon.
Polemik ini muncul ketika Kelurahan Kebraon bersama Satpol PP memberi imbauan kepada para pedagang kaki lima di gang 5 Kebraon untuk pindah dari lahan Badan Tanah Kas Desa (BTKD) yang kini diidentifikasi sebagai aset Pemkot Surabaya.
Persoalan ini mulai disoroti oleh Forum Warga Kebraon Bersatu yang mempertanyakan transparansi dan tujuan penggusuran.
Surat dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Surabaya, yang dikeluarkan pada 23 September 2024, memerintahkan pengosongan lahan TKD di Kebraon.
Dalam surat itu, alasan penggusuran disebutkan karena PKL yang menempati lahan tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan Pemkot.
Namun, tokoh masyarakat Kebraon seperti Hendri Rusdijanto, Hayomi Gunawan, dan Kusnandar menilai ada kejanggalan. Menurut mereka, surat penggusuran ini muncul bersamaan dengan proyek pembangunan taman oleh salah satu PT di belakang lahan BTKD yang ditempati PKL.
“Kami kecewa dengan PT itu, karena tidak berdialog dengan warga terlebih dahulu,” ujar Hendri, Rabu, (6/11/2024) sore.
BACA JUGA: ANGGOTA DPRD SIDOARJO DILAPORKAN ke BAWASLU, KAMPANYE TANPA CUTI
Lebih lanjut, Forum Warga Kebraon Bersatu mencurigai adanya dugaan rencana kongkalikong antara Pemkot Surabaya dan PT itu untuk menyewakan lahan BTKD kepada PT. “Kami sebagai warga Kebraon tidak diajak bicara. Ini pembangunan tanpa izin lingkungan kami,” tegas Hendri.
Hayomi, tokoh lain, mengingatkan bahwa lahan itu sejak 15 tahun lalu diizinkan untuk digunakan PKL oleh pejabat kelurahan sebelumnya. Ia juga menyayangkan adanya oknum yang menyewakan lahan itu dengan nilai tinggi kepada bukan warga Kebraon.
Dalam audiensi dengan Lurah Kebraon Distyani dan Camat Karangpilang Ipong Wisnoe Wardono, warga meminta transparansi mengenai penggunaan lahan tersebut dan rencana Pemkot.
Distyani, menjelaskan bahwa terdapat kurang lebih 20 PKL yang berada di wilayah itu, namun hanya PKL asli Kebraon saja yang mendapatkan relokasi ke Panggon Mangan, daerah lapangan dekat dengan BTKD.
“Tindakan ini berdasarkan instruksi BPKAD untuk mengosongkan lahan. Kami sudah sosialisasi, tapi PKL minta waktu hingga 6 bulan. Tapi, kami diberi batas waktu sampai 25 Desember untuk pengosongan,” jelas Disty.
Mengenai izin pembangunan PT di wilayah Kebraon yang sedang melakukan pembangunan, Distyani mengakui awalnya proyek tersebut tanpa pemberitahuan ke pihak kelurahan, sehingga pernah dihentikan sementara atas keluhan warga yang terganggu oleh debu dan polusi.
Setelah protes warga, pertemuan antara PT dan perwakilan RT/RW dilakukan, dan Distyani menyatakan bahwa PT itu mengklaim telah mengurus izin lingkungan, meski bukti tertulis belum ditunjukkan. “Kami konfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup, namun kata mereka ternyata izin lingkungan masih proses,” tambahnya.
Lanjut, Ipong selaku Camat Karang Pilang juga menyesalkan tindakan PT itu, yang dianggapnya kurang menghormati prosedur bermasyarakat setempat. “Pembangunan itu mengganggu warga. Kami pemangku wilayah Kebraon, jujur juga tidak diberi tahu?” katanya.
Ipong mengusulkan agar Pemkot membangun Sentra Wisata Kuliner (SWK) di Kecamatan Karangpilang. “Kami harap ada fasilitas SWK bagi warga untuk menata PKL ini secara rapi,” tutup Ipong. (Ted)