Selain Divonis Korupsi, Mantan Kades Coprayan Juga Warisi Utang Proyek Ratusan Juta

Rozak, Plt. Kades Coprayan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan (Foto: ist)
PEKALONGAN, BIDIKNASIONAL.com -Polemik kasus korupsi dana desa yang menyeret mantan Kepala Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, Mutofar, terus bergulir. Majelis hakim memvonis Mutofar dengan hukuman penjara selama satu tahun enam bulan atas penyalahgunaan dana desa tahun anggaran 2021. Ia juga diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp 238 juta.
Namun, vonis tersebut ternyata bukan penutup dari masalah yang ditinggalkan sang mantan kades. Dari keterangan sejumlah warga, Mutofar diduga masih meninggalkan utang kepada pihak ketiga atas proyek pengaspalan jalan desa senilai ratusan juta rupiah yang hingga kini belum dilunasi. Dampaknya, kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut kini menagih pembayaran kepada pemerintah desa, memicu tarik ulur yang berujung pada keterlibatan kembali pihak ketiga dalam proyek infrastruktur desa tahun 2024.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Coprayan, Rozak, membenarkan bahwa proyek saluran desa telah selesai dikerjakan tahun ini di dua titik, masing-masing dengan nilai anggaran Rp 90 juta dan Rp130 juta. Ia menekankan bahwa proyek dijalankan dengan sistem swakelola yang melibatkan masyarakat desa.
“Memang ada keterlibatan pihak ketiga, tapi mereka hanya bertindak sebagai mandor proyek,” ujar Rozak saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (23/4/2025).
Rozak juga mengakui bahwa Mutofar meninggalkan utang proyek kepada Azam Sholihin, warga Kajen yang memiliki rumah di Batang. Namun, jumlah pasti utang yang belum dilunasi hingga kini belum dapat dipastikan.
“Kami sudah menggelar rapat bersama perangkat desa, Tim Pelaksana Anggaran (TPA), dan pendamping desa. Kami ingin semua berjalan transparan agar tidak timbul masalah baru ke depan,” tambahnya.
Rozak menambahkan, untuk proyek saluran tahun ini, pembelian material dilakukan di sekitar wilayah desa. Namun, sebagian tenaga kerja didatangkan dari luar karena pertimbangan efisiensi anggaran dan perbedaan harga upah.
Sementara itu, Azam Sholihin saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon membenarkan bahwa dirinya pernah menjadi mandor dalam proyek pengaspalan atas permintaan langsung dari Mutofar.
“Waktu itu pak kades minta tolong karena warga mendesak dan sempat melakukan aksi demo. Saya bantu kerjakan dulu dengan janji akan dibayar dari anggaran tahun berikutnya. Tapi ternyata beliau kena kasus, jadi ya, gak dibayar,” ujar Azam.
Laporan: dikin
Editor: Budi Santoso