SAMPANG, BIDIKNASIONAL.com – Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang di Demo ratusan massa dari Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Madura, menuntut keadilan hukum terkait kasus penembakan terhadap Muarah yang merupakan seorang relawan Prabowo-Gibran.
Dengan duduk diatas kursi roda, Muarah (korban) penembakan yang tampak hadir bersama ratusan massa menggaungkan rasa kekecewaan atas keadilan hukum dengan membawa atribut yang bertuliskan “Kejaksaan Sampang Sarang Mafia Hukum”.
“Kedatangan saya disini untuk menuntut keadilan terkait kasus penembakan yang menimpa saya. Masak otak pelaku penembakan hanya dituntut hukuman penjara 1 tahun. Ada apa dengan kejaksaan Sampang,” ungkap Muarah.
Menurut Muarah (korban), bahwa tuntutan terhadap otak pelaku penembakan tersebut dirasa janggal. Sementara itu, dampak dari aksi penembakan yang menimpa dirinya berakibat cacat dan dinyatakan oleh dokter lumpuh seumur hidup.
Muarah juga pernah menjadi terdakwa dengan kasus penembakan yang sama dan korbannya tidak mengalami cacat. Namun, dirinya dituntut 16 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Pada tahun 2019, saya pernah mengalami demgan kasus yang sama, itupun saya dijadikan sebagai ‘tersangka tunggal’ dan korbannya tidak mengalami cacat kemudian di tuntut 16 tahun penjara sesuai penerapan perundang-undangan Darurat No.12 tahun 1951,” jelas Muarah.
“Sementara itu, untuk kasus penembakan menimpa saya, otak pelakunya hanya dituntut 1 tahun. Dan ini sangat mencederai rasa keadilan,” cetusnya.
Menurut Muarah, tuntutan tersebut sangat menyakitkan dan melukai perasaan dirinya dan keluarganya. ia menduga jaksa penuntut umum Kejari Sampang telah menerima suap sehingga memberi tuntutan yang rendah.
“Dengan kondisi saya yang seperti ini (lumpuh) tuntutan JPU sangat tidak manusiawi hanya memberikan tuntutan sangat rendah bagi otak pelaku penembakan menimpa saya. Sudah terima berapa kejaksaan dari mereka?” celetuk Muarah.
Secara terpisah, Dodi Purba Kasi Pidum Kejari Sampang membantah pihaknya telah menerima suap dalam kasus penembakan Muarah. Menurutnya, kejaksaan tetap profesional dengan tuntutan itu dan sesuai dengan fakta persidangan.
“Nggak benar itu (terima suap), Kami menuntut itu berdasarkan fakta yuridis yang ada sesuai persidangan. Semuanya sudah jelas, cuma memang korban itu kan tidak mengikuti sidang dari awal sampai akhir. Sehingga berasumsi seperti itu,” terang Dodi dikutip DetikJatim.
Dodi menambahkan bahwa tuntutan terhadap terdakwa memang berbeda beda sesuai dengan peran masing-masing. Untuk terdakwa Wijdan yang hanya dituntut 1 tahun itu karena berperan hanya dimintai perlindungan sebagai tokoh oleh eksekutor usai kejadian.
“Jadi otaknya Sutekno dan eksekutornya Rohim itu kami tuntut 7 tahun. Sementara Hannan yang berperan mencarikan eksekutornya kami tuntut 4 tahun, sama dengan terdakwa Haris yang menjadi joki mengantarkan eksekutor,” terang Dodi.
Menurut Dodi, keterlibatan terdakwa (Wijdan) itu ketika sesudah kejadian penembakan eksekutor (pelaku utama) tersebut lari ke rumah terdakwa. Eksekutor datang untuk meminta perlindungan dikarenakan dia merupakan tokoh di Sampang Utara.
“Ketika meminta perlindungan itu, oleh Bunwid (Wijdan) disuruh pulang namun pistolnya disimpan di pekarangan rumahnya. itulah yang menjadi fakta perkara persidangan sehingga kenapa Bunwid (Wijdan) itu hanya dituntut 1 tahun,” pungkas Dodi.
Pewarta: Abd. Rosi
Editor: Budi Santoso