Hj. Sapinah, Hamba Sahaya Mencari Keadilan Di PN Polewali Mandar
POLEWALI MANDAR, SULBAR, BN – Sengketa tanah di negeri ini cukup ramai. Semua pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama dihiasi perkara tanah dan kewarisan, sebagaiman yang terjadi pada wilayah hukum kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).
Maka masyarakat sangat bersyukur sekali program pemeritah menerbitkan sertifikat gratis, terima kasih Pak Joko widodo Presiden Republik Indonesia.
Kronologis permasalahan adalah H. Abdul Hamid (Alm). Punya istri Empat (4) Pernikahan H. Abdul Hamid dengan istri pertamanya Indra Bali dikaruniai anak 3 Orang ( Hj. Ramlah, Nikmat, dan Setia ). Indra Bali meninggal dunia 10 Juni Tahun 1978 dan anak pertamanya Hj. Ramlah kurang lebih umur 13 tahun.
Indra Bali meninggal dunia Pernikahan H. Abdul Hamid dengan istri ke Dua Hj. Sapina dikaruniai lima (5) Orang Anak (Hj. Murni, Reskia, Hasanah, Supriadi, dan Marwah Hamid) Pernikahan H. Abdul Hamid dengan istri ke Tiga Bahara dikaruniai satu (1) anak (Jirana) Pernikahan H. Abdul Hamid dengan istri ke Empat bernama Jahariah dan tidak dikaruniai Anak.
Dalam perjalanan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Polewali Mandar pada Hari Kamis, 31 Mei 2018 dihadirkan Dua (2) saksi, Saksi I yang sebagai penggarap. Saksi II Pak Abdul Malik yang Umurnya (8) yang tak lain anak dari Bapak Boring Pn Jagariah.
Pak Abdul Malik sebagai Tokoh Masyara-kat/Tokoh Adat/Pemangku Adat di Desa Kurma Kecamatan Mapilli Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat, menjelaskan secara terang terang bende-rang waktu ditanya oleh Hakim Ketua I.B. Oka Saputra, M.SH. M.Hum Pengadilan Negeri (PN) Polewali yang memiliki lokasi objek sengketa adalah milik orang tuanya (Boring Pn Jagariah) dijual dan dibarter dengan kerbau kepada H. Abdul Hamid karena waktu itu saya (Abdul Malik / Saksi II) mau menikah pada tahun 1975 artinya sejak tahun 1975 sampai tahun 2013 (meninggal dunia ) yang mengelola dan yang menguasai lokasi tersebut adalah H. Abdul Hamid, sesudah meninggal H. Abdul Hamid yang menguasai dan mengelolah dilanjut-kan oleh Hj. Sapinah beserta ke lima Anaknya (Hj. Murni, Reskia, Hasanah, Supriadi, dan Marwah Hamid ).
Pertanyaannya? Dalam perjalanannya waktu tahun 2014 Hj. Ramlah melaporkan ke pihak kepolisian (Polres Polewali Mandar) menunjukkan Surat Perjanjian Jual Beli Nomor : 35/DM/VI/1980 kepada penyidik waktu itu yang menerima laporannya ALYAFED TUMANGLO, ada dugaan surat perjanjian jual beli Nomor : 35/DM/VI/1980 adalah rekayasa alias abal-abal sampai sekarang tidak pernah diperlihatkan Surat Perjanjian Jual Beli aslinya seakan-akan surat itu ditelan bumi, kita akan buktikan siapa yang pembohong untuk itu hamba sahaya mencari keadilan mudah-mudahan yang mulia hakim (I.B. Oka Saputra, M.SH. M.Hum, H. Rachmat A.T, SH, MH dan Hamsira Halim, SH) membuktikan dan mengungkapkan kebenaran.
Hak kepemilikan Hj. Ramlah selembar kertas Surat Perjanjian Jual Beli yang ditanda tangani kepala desa Nomor : 35/DM/VI/1980 yang pernah melapor kepada pihak kepolisian (Alyafed Tumanglo) umur Hj. Ramlah 16 tahun padahal lokasi objek yang sama dibeli H. Abdul Hamid tahun 1975 dan surat asli pembeliannya hilang bak ditelan bumi. Terus bukti hak kepemilikan Hj. Ramlah itu apa. Inilah waktu yang tepat Hj. Ramlah mempertanggung jawab perbuatannya.
Awak media Bidik Nasional mencari informasi yang akurat menemui pak Abdul Malik (anak dari Boring Pn jagariah/pemilik lahan) yang terlibat langsung waktu transaksi jual beli pada tahun 1975 dengan H. Abdul Hamid dan mencoba mengkon-frontir dengan Jayadi Aco dan pak Alyafed Tumanglo tentang yang dia tahu keberadaannya Surat Perjanjian Jual Beli Nomor : 35/DM/VI/1980 membenarkan hal tersebut. Sekarang aneh bin ajaib anak tiri Hj. Sapina yang dibesarkan yaitu Hj. Ramlah mengklaim membeli lokasi 5.5Ha yang dibawah umur transaksinya pada tahun 1980 yang nota benenya lokasi tersebut di beli oleh H. Abdul Hamid sejak pada tahun 1975 yang dikuasai dan dikelola oleh H. Abdul hamid dan diteruskan oleh istri sahnya yaitu Hj. Sapina beserta lima (5) anaknya.
Inilah pembelajaran kepada kita semua hati-hati kepada anak keluarga kita sendiri karena musuh yang terberat adalah keluarga kita sendiri untuk itu anak-anak kita harus dibekali ilmu-ilmu agama yang kuat dan etika sesuai budaya leluhur nenek moyang kita, jangan dirusak oleh bradaban-bradan yang tidak terpuji.
Pada sidang lanjutan kamis tanggal 07 Juni 2018 pihak perlawanan menghadirkan tiga (3) saksi yaitu satu (1) T.T Ahmad menjelaskan dia menggarap lokasi objek sengketa sejak masih adanya H. Abdul hamid dan menjelaskan kepemilikan dan batas-batasnya bahkan diukur dengan pakai JPS Hp sehingga terbitlah peta blok karena ada niatan bikin sertifikat di atas namakan kelima anaknya yaitu Hj.Murni, Reskia, Hasana, Supriadi dan Marwah Hamid.
Saksi dua (2) Yudda menjelaskan sejak dia jadi kepala desa Kurma pernah dipanggil oleh H.Abdul Hamid untuk membuat sertifikat pada tahun 2010, karena terlambat ikut sertifikat proyek maka nunggu prona berikutnya sehingga membuat surat hak kepemilikan berupa sporadik dan untuk diwariskan kepada kelima anaknya dari Hj. Sapina yaitu (Hj. Ramlah, Reskia, Hasanah, Supriadi dan Marwah Hamid).
Saksi ketiga (3) Jayadi Aco waktu itu kepala dusun dan menjelaskan secara gamblang bahwa yang membayar pajak dari tahun 1975 sampai tahun 2014 (masa jabatannya kepala dusun) yang membayar adalah H.Abdul Hamid dan diteruskan oleh Hj. Sapina beserta kelima anaknya, dia menguasai lokasi sengketa sejak tahun 1975 sampai tahun 2013 (meninggal dunia) dan diteruskan Hj. Sapina beserta kelima anaknya dan juga menjelaskan batas-batas lokasi sengketa, bahkan H. Abdul Hamid menceritakan mau di sertifikat diatas namakan kelima anaknya (Hj.Murni, Reskia, Hasanah, Supriadi dan Marwah Hamid) dan Jayadi Aco juga sebagai penggarap sawah lokasi sengketa sejak tahun 2017 sampai sekarang.(abd basid)