NTT

Bupati SBS Tepis Isu Bahwa Kabupaten Malaka Juara Korupsi, Informasi Itu Tidak Benar

MALAKA, NTT, BN-Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran menepis isu bahwa Malaka Juara Korupsi. Informasi seperti itu tidak benar, menyesatkan dan sangat tidak bertanggung jawab. Pasalnya, di Malaka tidak ada lomba korupsi sehingga harus ada juaranya dan terpenting sejak SBS pimpin Malaka secara tegas meminta dan berjuang supaya tidak boleh ada korupsi. Dan hingga saat ini Malaka tidak ada korupsi.

Hal itu disampaikan Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran menjawab pertanyaan wartawan disela acara penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemkab Malaka dengan Bawaslu Kabupaten Malaka di Betun, Kamis (31/10-2019).

Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran dihadapan wartawan menjelaskan sejak dilantik menjadi Bupati Malaka dirinya bersama jajarannya membangun komitmen bersama dan berjuang supaya tidak boleh ada korupsi di Kabupaten Malaka.

”Kita semuanya berjuang supaya tidak boleh ada korupsi. Bupati bersama pimpinan perangkat daerah pake simbol ini. Tahun lalu kita pake pin kejar WTP karena kami belum tahu mana-mana yang menjadi titik lemah kami. Tetapi sekarang kita sudah tahu maka kita gunakan Pin raih WTP dan tidak boleh ada korupsi,” terangnya.

“Sejak tahun 2016 dihadapan seluruh pimpinan perangkat daerah saya sudah sampaikan supaya tidak boleh ada korupsi , kerja sesuai aturan dan kerja sesuai prosedur,” tambahnya.

“Tanggal 30 Maret 2016 kegiatan kami pertama di Malaka yakni menggandeng Kejaksaan Negeri Atambua untuk mengawal kami dan menjadi pembelanya pemerintah daerah dan kami tanda tangan MOU disini,” lanjutnya.

Bupati menjelaskan seseorang dikatakan korupsi itu kalau sudah ada keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

“Kalau Polisi dan Jaksa panggil seseorang untuk klarifikasi laporan masyarakat, itu bukan berarti orang itu korupsi karena kita menganut asas praduga tak bersalah,” jelasnya.

“Kalau ada aparat penegak hukum memanggil para pelaksana proyek baik dari pemerintah atau swasta bukan berarti orang itu korupsi tetapi hanya diminta klarifikasi karena ada laporan masyarakat dan itu hal biasa,” tambahnya.

“Dalam sistim yang kita anut ada yang melaksanakan, ada yang mengawasi dan ada yang memeriksa. Kalau bagian yang mengawasi memanggil kog langsung divonis bahwa itu korupsi?. Itu ilmu dari mana? Belajar dari mana?. Negara kita negara hukum sehingga semua harus sesuai prosedur hukum dan tidak bisa seseorang langsung divonis korupsi. Tidak ada itu,” ungkapnya.

“Tolong dijaga karena orang-orang berjerih payah untuk kerja. Bila ada kesalahan ada mekanisme dan prosedur yang ditempuh. Misalnya dalam bekerja proyek ada kekurangan fisik dan ada kesalahan masih diberi waktu 60 hari untuk memperbaikinya karena hal itu diatur dalam peraturan perundangan. Bukan serta merta hasil pemeriksaan itu dipaparkan bahwa itu korupsi karena ada tahapan-tahapan yang yang harus dilalui dalam menyikapi persoalan dimaksud,” tandasnya.

” Negara kita negara hukum dan semua harus sesuai prosedur hukum. Bila seseorang dituduh korupsi maka harus melalui pembuktian di pengadilan dengan putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap,” pungkasnya. (edy.s/anis ikun).

Related Articles

Back to top button