OPINI

Ketentuan Pidana dalam Hukum Kesehatan di Indonesia

Oleh: dr. Ng Phi Shi

Mataram – Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, dalam perkembangan selanjutnya timbul permasalahan tanggung jawab pidana seorang dokter, khususnya yang menyangkut dengan kelalaian, hal mana dilandaskan pada teori-teori kesalahan dalam hukum pidana.

Tanggung jawab pidana di sini timbul bila pertama-tama dapat dibuktikan adanya kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan dalam cara-cara pengobatan atau perawatan. Dari segi hukum, kesalahan / kelalaian akan selalu berkait dengan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab apabila dapat menginsafi makna yang senyatanya dari perbuatannya, dapat menginsafi perbuatannya itu tidak dipandang patut dalam pergaulan masyarakat dan mampu untuk menentukan niat / kehendaknya dalam melakukan perbuatan tersebut.

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice apabila memenuhi rumusan delik pidana yaitu : Perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang salah yaitu berupa kesengajaan, kecerobohan atau kelapaan. Kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dapat terjadi di bidang hukum pidana, diatur antara lain dalam : Pasal 263, 267, 294 ayat (2), 299, 304, 322, 344, 347, 348, 349, 351, 359, 360, 361, 531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ada perbedaan penting antara tindak pidana biasa dengan “tindak pidana medis”. Pada tindak pidana biasa yang terutama diperhatikan adalah „akibatnya‟, sedangkan pada tindak pidana medis adalah „penyebabnya‟. Walaupun Sebaliknya jika tidak ada kerugian, maka juga tidak ada penggantian kerugian. Direct causal relationship berarti bahwa harus ada kaitan kausal antara tindakan yang dilakukan dengan kerugian yang diderita.

Tindak pidana dalam pelayanan kesehatan adalah tindak pidana yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimuat dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek kedokteran. Pasal yang mengatur tentang hukuman pidana dalam Undang-undang praktek kedokteran ini ada didalam pasal 75 samapai pasal 80. jika pasien atau masyarakat merasa dirinya dirugikan karena akibat dari praktek kedokteran tersebut dapat menuntut para profesi dokter tersebut dengan ketentuan pasal yang telaha ada.

Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 BAB III Pasal 4 memberikan wewenang kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KDI) untuk melakukan pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis. Oleh sebab itu, KDI diberi tugas untuk: melakukan registrasi dokter dan dokter gigi; mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi (brsama dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan); dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing. Konsil ini bekedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia (pasal 5).

Apabila terjadi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi, dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, dalam hal ini dilaksanakan oleh organisasi internal profesi, yaitu oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Sedangkan terhadap dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) atau Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).

Dengan begini pada saat ini ketidak jelasan terjadi, mlihat adanya dua (2) organ intera didalam profesi kedokteran yang dipersiapkan untuk menangani jika ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh profesi dokter sulit menentukan masalah. kemana sebenarnya dokter harus bertanggung jawab. hal ini menjadikan pertanggungjawaban pidana dokter semakin terhambat, dengan demikian dapat disimpulkan , Jika dokter hanya melakukan tindakan yang melanggar atau bertentangn dengan etik maka yang akanmenyelesaikan nya adalah MKEK. Sedangkan jika terjadi pelanggaran disiplin maka yang akan menyelesaikan nya adalah MKDKI.

Sedangkan pidana tetap dapat mengadukannya ke MKEK atau MKDKI tanpa adanya suatu kepastian bahwa pengaduan yang diajukan di MKEK atau MKDKI akan sama hasilnya jika diajukan di Pengadilan Umum, tindak pidana dalam pelayanan kesehatan adalah tindak pidana yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana dimuat dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek kedokteran. Pasal yang mengatur tentang hukuman pidana dalam Undang-undang praktek kedokteran ini ada didalam pasal 75 samapai pasal 80. jika pasien atau masyarakat merasa dirinya dirugikan karena akibat dari praktek kedokteran tersebut dapat menuntut para profesi dokter tersebut dengan ketentuan pasal yang telaha ada

Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 BAB III Pasal 4 memberikan wewenang kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KDI) untuk melakukan pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis. Oleh sebab itu, KDI diberi tugas untuk: melakukan registrasi dokter dan dokter gigi; mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi (brsama dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan); dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing. Konsil ini bekedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia (pasal 5).

ISI TANGGUNG JAWAB PENULIS

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button