Ribuan Umat Muslim Shalat Idul Fitri di Lapangan T Raja Muda
Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli serdang di Lapangan Tengku Raja Muda, Lubuk Pakam, Sabtu (22/4/2023), pukul 07.00 WIB (Foto.dok: Ist)
DELI SERDANG, BIDIKNASIONAL.com – Ribuan umat Muslim Kota Lubuk Pakam dan sekitarnya mengikuti shalat Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli serdang di Lapangan Tengku Raja Muda, Lubuk Pakam, Sabtu (22/4/2023), pukul 07.00 WIB.
“Hari ini, kita telah memasuki 1 Syawal 1444 Hijriyah, telah menyelenggerakan salat Idul Fitri. Setelah melewati satu bulan penuh (Ramadan) di mana kita berusaha meningkatkan ibadah dan berusaha mengendalikan diri dari hawa nafsu, mudah-mudahan memasuki 1 syawal dan menghadapi hari-hari esok, kita sudah menjadi hamba Allah yang lebih baik dan lebih siap. Tidak saja melaksanakan perintah-perintah agama secara hablum ninallah, tapi juga tidak meninggalkan perintah-perintah agama untuk senantiasa menjadi manusia yang berhablum minannas,” jelas Bupati pada salat Idul Fitri.
Turut hadir Wakil Bupati Deli Serdang, HM Ali Yusuf Siregar; Ketua TP PKK Deli Serdang, Ny Hj Yunita Ashari Tambunan; Wakil Ketua TP PKK Deli Serdang, Ny Hj Sri Pepeni Yusuf Siregar; Dandim 0204/DS, Letkol Czi Yoga Febrianto SH MSi beserta istri; Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Deli Serdang, H Timur Tumanggor Ssos MAP; Ketua Dharmawanita Persatuan, Ny Hj Boya Yanti Timur Tumanggor; para staf ahli, asisten, kepala organisasi pemerintah daerah, kepala bagian (kabag), camat, kepala desa/lurah, pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ormas Islam; Imam, Muhammad Rasyid SpdI dan Khatib, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), Prof Dr H Katimin MAg.
“Mari kita masuki masa-masa depan dengan niat dan semangat yang lebih baik untuk menjadi hamba Allah yang lebih mampu melaksanakan tugas kita sebagai khalifah dimuka bumi ini,” harap Bupati.
Sebelumnya, pada khutbah Idul Fitri 1444 Hijriyah, Prof Dr H Katimin MAg menyampaikan tentang memperkuat kepedulian sosial melalui keseimbangan beribadah.
“Hari ini, jutaan kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia melaksanakan salat Id. Mereka, kita semua menggemakan takbir, tahlil dan tahmid sebagai wujud syukur atas keberhasilan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Hari raya Idul Fitri adalah hari raya kemenangan kaum Muslimin yang berhasil mengendalikan hawa nafsunya selama satu bulan penuh. Fitri artinya suci. Maka Idul Fitri bermakna kembali kepada kesucian. Kaum muslimin menemukan kembali kesuciannya, kefitrahannya melalui bulan suci Ramadan, bulan pensucian dosa-dosa. Fitrah juga bermakna lurus yang dalam terminologi Al Wuran disebut hanif (lurus),” papar Prof Katimin.
Manusia fitrah, sebut Prof Katimin, adalah manusia yang kembali pada jati diri sesungguhnya, yaitu cenderung pada kebaikan dan kebenaran. Mewujudkan sifat-sifat jujur, terpuji terhadap sesama melalui amal saleh.
Sifat-sifat tersebutlah yang membuat manusia menjadi tenang. Sebaliknya, manusia yang banyak melakukan tindakan bertentangan dengan hati nurani, bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan, batinnya tidak tenang.
Dengan demikian, Idul Fitri sesungguhnya adalah peristiwa sakral, syahdu, dan spiritual. Akan tetapi sebagian umat menjadikannya sebagai peristiwa meriah dan mewah. “Tentu saja kita boleh merayakannya dengan penuh meriah atau dengan penuh kegembiraan, asal tidak mengotori kesucian atau fitrah yang telah diperoleh itu,” tegas Prof Katimin.
Momentum hari raya atau lebaran, sambung Prof Katimin, benar-benar sejalan dengan makna takwa dan pembebasan. Puasa yang dilakukan sebelumnya, sebenarnya adalah nama lain dari gerakan pembebasan fitrah manusia dari sederetan hawa nafsu. Idul Fitri adalah bebas dari kekuatan-kekuatan penyanderaan tersebut.
Hal lain yang penting untuk dilakukan sejak hari raya atau lebaran, selain tetap menjaga kesuciannya, umat Islam harus dapat meningkatkan solidaritas sosialnya. Puasa Ramadan sebagai bentuk pembebasan atau pemberishan dosa-dosa pada masa lalu hendaknya jangan diartikan secara sempit.
Puasa Ramadan juga harus diartikan sebagai pembebasan dari dosa-dosa berupa kekurangpedulian terhadap sesama. Bukankah keterbelakangan umat Islam dari berbagai aspeknya merupakan jenis dosa yang perlu segera diputihkan, sehingga setelah Idul Fitri kepedulian sosial menjadi fokus perhatian setiap pribadi-pribadi Muslim.
“Salah satu ciri orang yang bertakwa sebagaimana disebutkan Al-Quran, selain melaksanakan ibadah yang bersifat kesalehan individual (Hablum Minallah), juga melaksanakan ibadah bersifat kesalehan sosial (Hablum Minannas). Perintah ini didasarkan, iman senantiasa digandengkan dengan amal saleh (amanu wa’amilus shalihat). Perintah penegakan salat selalu dibarengi dengan perintah mengeluarkan zakat (aqimush-shalah wa atuz-zakah) yang di dalam Al-Quran disebut 82 kali,” tutup Prof Katimin dalam ceramahnya.
Laporan: Hs
Editor: Budi Santoso