SIDANG GUGATAN CLASS ACTION WARGA BUKIT MAS
Warga Penghuni Bukit Mas Merasa Terpenjara Dirumah Sendiri
SURABAYA, JATIM, BN – Sidang perkara gugatan Class Action oleh warga Penghuni Perumahan bukitmas terhadap PT. Bimaju Bukit Mas (BMS) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) pada Rabu (20/3) dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi.
Sidang kali ini pihak penggugat menghadirkan 4 orang saksi diantaranya saksi Iriyana
Saksi membeberkan terkait keberatan atas adanya iuran pengelola lingkungan (IPL) yang dilakukan pihak Pengembang yakni PT. Binamaju Bukit Mas (BMS).
Saksi Iriyana menerangkan pernah ada kejadian lampu penerangan jalan di depan rumahnya mati untuk perbaikan saja pihak petugas PLN tidak diperbolehkan, padahal penerangan jalan yang bisa memperbaiki pihak PLN, anehnya PLN takut sama pengembang, “pada saat itu petugas dari pengembang mendatangi rumah saya disuruh bayar IPL terlebih dahulu,” kata saksi.
Saksi Iriyana menambahkan, tidak maunya bayar IPL lantaran IPL selalu naik setiap tahunnya dan tidak ada transparansi,” naiknya itu untuk apa, sedangkan kita menebang pohon saja kebersihannya untuk memindahkan pohon saja kita bayar sendiri,” ungkap saksi.
“Saya menempati Perumahan Bukit Mas sejak 2006, jadi setiap tahun IPL itu naik, puncaknya, 2015 saya sudah tidak mau bayar lagi, alasan saya tidak bayar lantaran tidak ada transparan, keterbukaan pengembang terhadap kami, IPL sebanyak itu dibuat biaya apa, sedangkan saya tidak pernah merasakan kenyamanan dari pelayanan pihak pengembang,” terang saksi.
Selain itu kenaikan tidak pernah disosialisasikan terlebih dulu. “Fasilitas seperti kolam renang kita juga bayar, sama dengan warga diluar bukit mas,” ucap saksi.
Kuasa hukum penggugat Adi Cipta Nugraha, SH. mempertanyakan terkait ada tidaknya intimidasi pengembang terhadap warga, “ada, saya pernah diintimidasi terkait renovasi rumah, seperti mau ngecat sedikit saja tidak diperbolehkan, intinya tidak diperbolehkan ini dan itu, sebelum IPL dibayar,” ucap saksi
Usai sidang Kuasa Hukum penggugat mengatakan, terungkap fakta, bahwa warga keberatan dengan adanya pungutan seperti pungutan perbaikan rumah, renovasi rumah yang dimintai iuran tambahan oleh pihak pengembang, seperti biaya retribusi diluar pembayaran IPL, tak hanya itu pihak pengembang juga tidak pernah transparan.
“Untuk tahun ini IPL diatas 2 ribu per meternya, tinggal kalikan saja kalau rumahnya ukurannya 500 meter persegi,” ucap Adi
Irwan selaku Ketua RW setempat membenarkan atas keterangan saksi yang hadir dipersidangan.
“Memang pihak pengembang selama ini tidak pernah ada transparan kepada warga, bayangkan saja rumah itu milik kita, ada sertifikat hak milik, kita ini merasa terpenjara dirumahnya sendiri, ” jelasnya.
“Tak hanya itu fasilitas Umum (fasum) yang harusnya ada, ditempat kita ini tidak ada, bahkan sebelumnya saya sudah mempertanyakan adanya kenaikan IPL setiap tahunnya, namun pihak pengembang mengatakan itu sudah aturan,” tambahnya.
Sebenarnya masalah ini gampang, kita duduk bersama secara musyawarah dengan suasana dingin, transparan, namun pihak pengembang tidak mau, “ya apa boleh buat, bahkan yang lebih menyakitkan lagi, jalan yang ada, katanya milik pengembang ini kan sudah keterlaluan, kita beli pakai uang, coba bayangkan kalau kita beli rumah terus jalan akses keluar masuk warga diklaim punya pengembang, ini kan keterlaluan,” pungkas Irwan. (Red)