KALTENG

Peringatan Hari Buruh, HMI Kalteng Menggelar Seminar Pengupahan

 

PALANGKA RAYA, KALTENG, BN – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalteng mengadakan kegiatan seminar memperingati hari buruh dengan motto “meningkatkan wawasan ketenagakerjaan demi mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja” dalam rangka hari buruh. Sekitar 200 pekerja mengikuti seminar yang di gelar HMI diaula gedung KNPI jalan Tjilik riwut Palangka Raya. Selas, (1/4/ 2018)

Hadir dalam kegiatan tersebut diantara pemateri yang ada, berasal dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kalteng, Majelis Pertimbangan Wilayah Jasa Tarigan, Sekretris SBSI Kalteng Benny Pakpahan dan Bendahara SBSI Kalteng Freddy Simamora.

Jasa Tarigan dalam sambutannya mengatakan”Buruh itu rentan dikatakan para pekerja kasar. Padahal dalam suatu aktifitas perusahaan maupun pembangunan buruh adalah pelaku penggerak roda pembangunan itu sendiri. Karena itu kesejahteraan para Buruh itu tak henti-hentinya harus meski terus diperjuangan. Karna itu hukumnya sangat wajib bagi SBSI kata Jasa Tarigan.

Sedangkan ditempat terpisah Benny Pakpahan SH yang didampingi Bendahara SBSI Kalteng Freddy Simamora, menyampaikan “Dalam rangka memperingati hari buruh sedunia yang jatuh pada tanggal 1 mei 2018 Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI-KALTENG) akan menyampaikan antara lain : Mendesak Pemerintah mencabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Karena berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) ’’tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”, dan Pasal 28D ayat (2) ’’setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja’’. Hal yang sama juga ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ungkap Benny.

Benny juga menyampaikan ke wartawan Bidik Nasional, Dalam PP No 78/2015 memuat bahwa Formula kenaikan upah minimum ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, hal ini  mengakibatkan ; penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak); telah mereduksi kewenangan Gubernur serta peran Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam penetapan upah minimum. Adapun instrumen untuk memenuhi hidup layak itu adalah KHL. Tetapi dengan adanya PP Pengupahan tersebut, KHL tidak lagi dipakai sebagai salah satu acuan untuk menetapkan kenaikan upah minimum.

Memang, besarnya KHL akan ditinjau setiap 5 tahun sekali. Tetapi karena kenaikan upah minimum sudah diikat hanya sebesar inflasi + pertumbuhan ekonomi, maka keberadaan KHL (meskipun ditinjau setiap 5 tahun sekali) tidak akan berarti. Kebijakan seperti ini hanya akal-akalan. PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan telah melanggar ketentuan pasal-pasal dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain ; Pasal 1 ayat (30) ;

” Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan” ; Pasal 88 ; Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Benny juga memberi penjelasan ; Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/ buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Mendesak pemerintah mencabut perpres no 20 tahun 2018 tentang Penggunaan tenaga kerja asing. Menolak penggunaan tenaga kerja asing yang dibawa oleh investor asing ke Kalimantan Tengah karena akan menutup peluang pekerja lokal, sebab sebagian besar tenaga kerja asing yang dibawa oleh investor yang bagian pekerjaan dan atau keahliannya dapat dikerjakan oleh tenaga kerja local. Disinilah peran pemerintah dalam hal ini pengawas ketenagakerjaan berkewajiban mengawasi penggunaan TKA sebagaimana diatur dalam pasal 60 Permenakertrans No 16 tahun 2015;’’Pengawas terhadap pemberi kerja TKA dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan”.
Mendesak Perusahaan-Perusahaan agar mengangkat BHL yang masa kerjanya sudah lebih dari 3 bulan menjadi Karyawan tetap sesuai PERMENAKER Nomor 100 Tahun 2004 ; Mendesak Pemerintah Daerah agar menghapuskan Sistem Kontrak atau dan OUTSOURCING.

Mendesak Pemerintah agar mengangkat Tenaga Honorer yang sudah mengabdi pada negara bertahun-tahun menjadi Pegawai Negeri Sipil, sementara Pemerintah mendesak Perusahaan agar mengangkat buruh yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan agar diangkat menjadi Pegawai tetap, tanpa kita sadari Pemerintah sebenarnya lebih kapitalis dari pada Perusahaan-Perusahan swasta sebab sudah banyak tenaga honorer yang bekerja bertahun-tahun malah sampai berpuluh-puluh tahun tidak juga diangkat sebagai Pegawai Negeri ;

Mendesak Pemerintah Kab/Kota agar Pegawai Tenaga Kontrak (Tenaga Honorer) yang ada di lingkungan Pemerintah Kab/Kota penggajiannya disesuaikan dengan UMP yang ditetapkan oleh Pemerintah Sendiri ; Mendesak Pemerintah Daerah agar lebih memperketat pengawasan terhadap UMP, UMK, UMSK yang dibayarkan perusahaan kepada Pekerja/Buruh ; Mendesak agar seluruh perusahaan mendaftarkan buruh/pekerja pada BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ; denikian pungkas Benny Pakpahan. (Ruhui)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button