JATIM

Catatan Siang Untuk Bu Menkes

Ketua BPJS Watch Jawa Timur Arief Supriyono & Kepala Cabang BPJS Kesehatan Gresik Greisty E.L Borotoding

SURABAYA, JATIM, BN – Terkait aksi Aliansi Buruh di Gresik (03/05) akibat dari di putusnya kerjasama kontrak sementara antara RS Ibnu Sina Gresik dengan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan Gresik. Kepala Cabang BPJS Kesehatan Gresik dr.Greisty E.L Borotoding kembali mengingatkan kepada sejumlah rumah sakit yang menjadi mitranya untuk memperbarui status akreditasi.

Sesuai regulasi yang berlaku, akreditasi menjadi salah satu syarat wajib untuk memastikan peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Greisthy saat di hubungi wartawan Koran Mingguan investigasi Bidik Nasional & bidiknasional.com,hari ini (04/05) menjelaskan, adalah Kementrian Kesehatan yang mengeluarkan kebijakan. Dalam hal ini BPJS Kesehatan Cabang Gresik selaku Implementing policies pada pelaksana akreditasi rumah sakit yang berada di wilayah Gresik dan Lamongan.

Menyinggung permintaan yang disampaikan oleh “teman-teman” dari perwakilan buruh Gresik kemarin (Jum’at,03 Mei 2019),Ia mengatakan BPJS Kesehatan Gresik tetap mengacu pada Peraturan Kementerian Kesehatan yang ada.

“Namun kami juga akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Gresik (Dinas Kesehatan), bagaimana cara mengatasi layanan kesehatan yang bersinggungan dengan pasca di berhentikannya sementara kontrak Rs Ibnu Sina dengan BPJS Kesehatan akibat dari belum di penuhinya akreditasi oleh pihak RS ?”, terang Greisty.

Seperti di lansir dari laman https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2019/05/03/135114/bpjs-hentikan-kerja-sama-ribuan-pasien-rsud-ibnu-sina-telantar. Hari ini Ketua BPJS Watch Jawa Timur Arief Supriyono memberikan catatan eksklusifnya kepada BN, terkait permasalahan yang terjadi. Berikut catatan siang  Ketua BPJS Watch Jatim untuk bu mentri.

Teman-teman di Gresik pagi ini menyuguhkan berita tentang terputusnya kerjasama RSUD Ibnu Sina Gresik dengan BPJS Kesehatan. Hal ini didasarkan pada pemberitahuan yang disampaikan RSUD Ibnu Sina Gresik bahwa untuk sementara RSUD Ibnu Sina tidak bisa melayani pasien BPJS Kesehatan, kecuali pasien Hemodialisa dan gawat darurat.

Pengumuman ini disampaikan sebagai tindak lanjut terputusnya kerjasama antara RSUD Ibnu Sina dengan BPJS Kesehatan, akibat RSUD Ibnu Sina belum selesai mengurus perpanjangan akreditasi RS. Teman-teman Gresik menilai pengumuman ini akan berakibat langsung terhadap pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di sana.

Akreditasi RSUD Ibnu Sina jatuh tempo bulan April lalu dan saat ini sedang menunggu survei yang dilakukan KARS (Komisi Akreditasi RS) untuk proses perpanjangan akreditasinya.

Kasus seperti ini juga terjadi di RSAD Udayana dan RSUD Karangasem Bali, namun RSAD Udayana saat ini sudah bekerjasama lagi dengan BPJS Kesehatan karena sudah mendapatkan perpanjangan akreditasi, sementara RSUD Karangasem masih terhenti kerjasamanya karena saat ini sedang proses perpanjangan akreditasi.

Memang fakta hukumnya saat ini akreditasi RSUD Ibnu Sina dan RSUD Karangasem sudah jatuh tempo, ini artinya kedua RSUD tersebut belum memiliki akreditasi lagi dan dengan menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no. 71 Tahun 2013 jo. Permenkes No. 99 Tahun 2015 Kementerian Kesehatan langsung menutup kesempatan kedua RSUD tersebut bekerjasama lagi dengan BPJS Kesehatan, karena dalam aturan tersebut akreditasi dijadikan sebagai syarat untuk melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Tanpa menilai keberadaan kedua RSUD tersebut yang memang sangat dibutuhkan rakyat, khususnya masyarakat peserta JKN, Bu Menkes langsung memutus kerja sama kedua RSUD tersebut dengan BPJS Kesehatan. Bu Menkes tidak memikirkan bagaimana bertambah sulitnya masyarakat peserta JKN untuk mendapatkan pelayanan di RSUD tersebut. Bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa peserta JKN pun terus mengalami persoalan mengakses pelayanan kesehatan di RS RS, nah dengan adanya pemutusan kerjasama ini maka peserta JKN akan semakin sulit mendapat layanan kesehatan karena RS yang bisa melayaninya semakin berkurang jumlahnya.

Tentunnya RS memang wajib melakukan akreditasi dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan secara berkala. Akreditasi RS adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit dan wajib dilakukan minimal 3 (tiga) tahun sekali, sesuai amanat Pasal, 40 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2009 tentang RS.

Apakah ketika kedua RSUD tersebut masih dalam proses re-akreditasi maka dengan serta merta Pemerintah yang diwakili oleh Bu Menkes tidak mengakui lagi kualitas pelayanan RSUD tersebut, dan Manajemen RSUD tersebut dinyatakan telah gagal melayani masyarakat dan merugikan masyarakat sehingga kerjasama harus diputus?

Saya kira tidak begitu. Bu Menkes harus bijak melihat proses ini dan tidak kaku melaksanakan ketentuan hukum positif yang ada. Bu Menkes harus melihat pertama kali bagaimana kondisi riil masyarakat peserta JKN yang sangat membutuhkan kedua RSUD tersebut dan apa dampaknya bila kedua RSUD tersebut tidak bisa diakses oleh peserta JKN khususnya rakyat miskin.

Harusnya UU No. 44 Tahun 2009 dan Permenkes no. 71 Tahun 2013 jo. Permenkes No. 99 Tahun 2015 dilihat sebagai regulasi yang hidup yang berorientasi pada kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Lawrence Meir Friedman, ahli sosiologi hukum dari Stanford University, mengingatkan kita bahwa substansi hukum juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).

Bila RS yang belum memiliki akreditasi diberikan kesempatan untuk tetap bekerjasama dengan BPJS Kesehatan hingga 30 Juni 2019, mengapa RS yang sedang melakukan re-akreditasi, artinya RS tersebut sudah memiliki akreditasi sebelumnya, harus diputus kerjasamanya saat ini. Bila mau fair ya harusnya RS yang sedang re-akreditasi juga dikasih kesempatan hingga akhir Juni 2019. Aneh memang bila Menkes lebih percaya kepada RS yang belum memiliki akreditasi dibandingkan dengan RS yang sedang proses re-akreditasi.

Saya kira persoalan akreditasi dan re-akreditasi khususnya untuk RSUD juga harus menjadi perhatian para kepala daerah agar seluruh Direksi RSUD bisa segera mengajukan akreditasi atau melakukan re-akreditasi sehingga pelayanan kepada peserta JKN tidak terkendala. Bila ada Direksi yang lalai maka kepala daerah harus menegurnya dan bila perlu diganti. Saya menilai para kepala daerah mempunyai tanggungjawab atas pelayanan kesehatan yang baik bagi rakyat.

Oleh karenanya BPJS Watch meminta agar Menteri Kesehatan tetap membuka kerjasama kedua RSUD tersebut, dan RS RS lainnya yang sedang dalam proses re-akreditasi, dengan BPJS Kesehatan sehingga rakyat peserta JKN dapat terlayani.(boody)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button