BPJS kesehatan Siap Selesaikan Hutang Rp 2,2 Trilyun
SURABAYA, JATIM, BN-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jawa Timur diakhir tahun 2019 memiliki tunggakan sebesar Rp 2,2 triliun kepada 328 rumah sakit (RS) di Jawa Timur. Kemungkinan kekurangan tersebut akan terbayar di tahun 2020 dengan rincian perkiraaan denda yang harus di bayar lebih dari 100 milyar.
“Jadi jika kita kalkulasikan, total hutang keseluruhan akhir tahun 2019 ini bisa menjadi Rp 2,2 triliun. Utang Rp 2,2 triliun yang akan terbawa dari 2019 ke 2020, kemungkinan akan terbayarkan pada pertengahan tahun 2020. Kami siap membayar denda akibat keterlambatan. Sebelumnya, ditahun 2018, untuk Jatim sendiri denda mencapai Rp 48 Milyar. Di tahun ini perkiraan denda yang kami bayar Rp100 miliar lebih,” beber Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VII Jawa Timur, Handaryo, di kantornya, Kamis (26/12/2019).
Lebih lanjut, Handaryo mengatakan hutang dan denda akan bisa segera terbayarkan apalagi di awal Januari 2020 tarif penyesuaian iuran akan diberlakukan.
“Kami masih menunggu hingga awal tahun 2020, apakah akan ada aturan baru soal kenaikan iuran atau tidak. Bila tidak ada perubahan, maka patokan kami adalah Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019,” ungkap Handaryo.
Menurutnya, pembayaran denda tersebut merupakan bentuk konsekuensi dan konsistensi BPJS terhadap proses transaksi. Sebab, pihaknya menyadari bahwa utang tersebut berkaitan dengan cash flow rumah sakit.
“Proses hitung iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak awal masih missed match. Sampai saat ini, solusi untuk missed match belum selesai. Solusi penyelesaiannya masih dengan dana talangan dari pemerintah,” tandasnya.
Sebagai informasi, per 1 Januari 2020, Pemerintah menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan hingga 100 persen lebih, dimana untuk peserta kelas 3 yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 42.000, peserta kelas 2 yang semula Rp 51.000 menjadi Rp110.000 dan peserta kelas 1 menjadi Rp 160.000 dari semula sebesar Rp 80.000.
“Dalam proses pelunasan nanti, RS maupun FKTP harus bersabar sesuai urutan masuknya tagihan, karena memang sistem yang dipakai di BPJS Kesehatan adalah first in first out. Artinya yang lebih dulu memasukkan tagihan dan sudah benar akan lebih dulu dilayani pencairannya. Jadi tidak persoalan yang masuk lebih dulu itu RS besar atau RS kecil,” urainya.
Evaluasi UHC BPJS Kesehatan Jatim
Bicara Universal Health Coverage (UHC), Handaryo Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VII Jawa Timur menjelaskan Peserta JKN-KIS segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 96 juta lebih. Alokasi untuk masyarakat prasejahtera sendiri untuk tahun 2020 sebesar 107 juta.
“Masih ada 11 juta penduduk yang menganggur. Bagaimana masyarakat yang tidak mampu dan tidak kebagian ?, kami mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk merubah data update nasional. Masih dua juta lebih yang semestinya ada pembaharuan,” tegasnya.
Lanjut Handaryo, menjadi peran pemerintah daerah. Bagaimana untuk menjamin masyarakat menjadi sejahtera dengan catatan kalau sakit tidak jatuh miskin.
“Mendorong cakupan kepesertaan untuk UHC, dari 2,4 juta penduduk Jatim, kami breakdown untuk ditindak lanjuti oleh pemerintah kota, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten di masing-masing kabupaten/kota melalui Dinas Sosial,” tutupnya. (boody)