Ratusan Warga Krapyak Gelar Aksi Minta Keadilan, Terkait Sengketa Lahan
KOTA PEKALONGAN, JATENG, BN-atusan warga kampung Annajah, di Jalan Truntum, Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jumat (24/1/20) sore, menggelar aksi penyampaian pendapat di lahan kapling yang tengah menjadi sengketa.
Selama lebih dari 25 tahun terakhir 172 warga setempat berjuang untuk mendapatkan hak kepemilikan tanah yang telah dibeli melalui cicilan namun dipersulit oleh pemilik lahan sebelumnya.
Kesaksian warga, pemilik lahan yang lama enggan melepas tanah seluas 24 ribu meter persegi yang telah dikapling meski akad jual beli dengan sistem cicilan sudah dilunasi melalui CV Ardha Putra yang menjadi wakil dari pemilih lahan.
“Berbagai upaya telah dilakukan warga seperti mediasi yang difasilitasi pemkot Kota Pekalongan, mengadu ke Polres, BPN dan Pengadilan namun semuanya gagal dan buntu,” terang Kadar (58), perwakilan warga.
Kadar menjelaskan, awal sengketa lahan bermula dari empat bersaudara pemilik lahan sepakat mengkaplingkan lahan kepada 172 warga dengan cara dicicil, di mana warga menyetor tiap bulan kepada CV Ardha Putra selama tiga tahun sejak 1998 hingga tahun 2000.
Menurut Khadar, hampir seluruh warga sudah melakukan pelunasan dengan bukti kwitansi tanda pembayaran serta sejumlah dokumen akad jual beli antara kedua belah pihak.
“Namun dalam perjalanan waktu atau pada saat warga hendak mengurus sertifikat pihak pemilik lahan menolak dan secara sepihak mengklaim bahwa selama ini tidak pernah menerima setoran uang dari warga maupun dari CV yang ditunjuk,” ujar Kadar.
Bahkan, lanjut Khadar, pihak pemilik lahan melakukan tekanan dengan mengintimidasi warga agar membayar ulang cicilan mulai awal lagi hingga lunas dengan nilai atau harga yang lebih tinggi yang dibayarkan kepada pihak pemilik lahan secara langsung, kalau warga menolak maka akan diperkarakan secara hukum.
“Karena takut, sebagian warga terpaksa membayar ulang cicilan dengan nominal lebih tinggi sejak 2012 hingga selesai 2015, namun bagi warga yang menolak pasrah digugat sebesar Rp 1 miliar di Pengadilan Pekalongan dengan tuduhan penyerobotan tanah,” beber Kadar.
Kendati sudah melunasi pembayaran yang kedua, lagi-lagi warga harus menerima kenyataan pahit tidak bisa mengurus sertifikat karena pemilik lahan dan ahli warisnya berulah kembali.
Kesal dan merasa lelah berjuang kesana kemari akhirnya warga nekat melaporkan kondisi tersebut kepada Polda Jawa Tengah untuk mencari keadilan dan selanjutnya menindaklanjuti persoalan tersebut.
“Kami sudah melapor dan ada salinan surat bukti tanda laporan diterima. Saat ini kami dalam posisi menunggu, namun demikian warga sepakat akan melakukan upaya lainya seperti akan membuat laporan ke Gubernur hingga Presiden terkait persoalan yang dihadapi warga saat ini,” jelas Kadar. (Tim)