Warga Patimban Minta Aparat Penegak Hukum Usut Jual Beli Tanah Aprahan dan Timbul
SUBANG, JABAR, BN-Desa Patimban adalah desa yang memiliki tanah timbun sekitar ratusan hektare, ada yang berupa fisik ada juga yang masih berupa laut atau biasa disebut tanah aprahan.
Tanah tersebut rencananya akan dilakukan pengurukan tanah bila reklamasi pembangunan proyek pelabuhan sudah selesai.
Lokasi reklamasi dari bibir laut sekitar 40 hektar sehingga yang 40 hektar tersebut akan di jualbelikan dengan cara mengeluarkan Surat Keterangan Desa (SKD) dan di buatkan Peraturan Desa nomor 7 tahun 2013, tentang tata tertib pengolahan penggarapan tanah timbun/aprahan.
Sementara Peraturan Desa nomor 7 tahun 2013 tersebut sudah ditolak oleh pemerintah daerah melalui Asda Bidang Praja berdasarkan surat penolakan nomor 180.01/1424/HK Tanggal 11 Oktober Tahun 2016 yang di tandatangani Asep Nuroni.
Meskipun telah ditolak namun Pemerintah Desa Patimban Kecamatan Pusaka Negara Kabupaten Subang masih terus menerus menjual tanah timbul tersebut ke beberapa investor.
Keberanian Pemdes Petimban diduga di bekingi oleh pejabat penting di Subang, bahkan kabarnya pejabat Pemda Subang diberi tanah timbul atau aprahan.
Beberapa warga desa meminta aparat penegak hukum mengusut terkait jual beli tanah timbul dan aprahan di Patimban, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan.
Pejabat Pemdes Patimban yang terlibat didalamnya tidak tersentuh hukum walaupun beberapa awak media memberitakan tentang tanah timbun tersebut.
Informasi yang diterima bidiknasional.com untuk pembuatan SKD tanah timbun dikenakan biaya Rp 2,5 juta tiap hektarnya.
Pada tahun 2013 sampai 2017, menjadi Rp 5 juta tiap 1 hektarnya. Pada 2018 sampai 2020 menjadi Rp 20-25 juta tiap 1 hektarnya dan adanya pemungutan SPPT. Ada dugaan SPPT tersebut bodong.
Sumber bidiknasional.com yang mengaku sebagai warga Patimban membenarkan adanya pemberitaan bidiknasional.com tersebut tentang adanya Perdes dan penolakan dari Pemda.
Bahkan sumber bidiknasional.com mengungkapkan tidak itu saja, ada juga penolakan dari Provinsi Jawa Barat.
Sumber bidiknasinal.com mengungkapkan, pada saat adanya rapat dengan pemerintah daerah, yang boleh di keluarkan Surat Keterangan Desa (SKD) adalah tanah yang sudah memiliki SKD lama yang harus diperbarui.
Hasil patauan bidiknasional.com di lapangan berdasarkan isi Surat Keterangan Desa (SKD) bahwa atas nama menggarap tanah. Diketahui, tanah garapan per SKD seluas dua hektar.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana atas nama mengakui menggarap tanah tersebut sedangkan tanahnya saja masih berupa lautan atau tanah aprahan dan bagaimana munculnya SPPT kalau fisik tanahnya tidak ada.
Kabarnya ada dugaan pemerintah Desa Patimban memiliki puluhan tameng waja sehingga saat adanya pemberitaan atau pelaporan terkait SKD selalu tidak berlanjut ke ranah hukum alias putus di tengah jalan sehingga masyarakat enggan lagi untuk melaporkannya.
Terkait permasalahan tersebut, wartawan bidiknasional.com mendatangi kelurahan Desa Patimban untuk melakukan konfirmasi tetapi tidak pernah ditemui dan diberi penjelasan.
(M.tohir/tim)