NTT

Mengais Rejeki Ditengah Pandemi Covid-19, Sepasang Difabel Jahit Masker Untuk Sambung Hidup

MAUMERE, NTT, BN-Yoseph Loku (48) dan Albina Abong Wadan(41) adalah sepasang suami Istri Difabel yang mata pencaharian sebagai penjahit dikota Maumere, Kabupaten Sikka Flores NTT memanfaatkan sepinya orderan jahitan ditengah pandemi Covid-19 dengan menjahit masker kain sesuai pesanan.

Langkah ini dilakukan sepasang difabel sejak merebaknya Pandemi Covid-19.

Pasangan inipun kemudian sejak maret 2020 menerima banyak pesanan jahitan masker, namun setelah pesanan jahitan selesai para pemesan belum mengambilnya karena tidak boleh keluar rumah sejak Pemerintah mengumumkan loukdown.

Pasangan Difabel ini merasa terpukul ketika jahitan orderan tidak lagi laris seperti sedia kala sebelum pandemi Covid-19.

Akhirnya pasangan ini mengambil langkah lain agar bisa bertahan hidup dalam situasi wabah pandemi Corona virus yang begitu cepat menyebar ke seluruh dunia tidak ketinggalan Negara Indonesia.

Selama ini sebelum bulan April 2020, sempat ada orderan menjahit baju untuk hari raya Paskah, tapi bajunya tidak diambil hingga sekarang sehingga untuk saat sekarang apabila ada yang pesan jahitan harus bayar dulu uang muka karena takutnya setelah jahitan selesai tidak diambil pemesan, ujar Yoseph Loku kepada media ini, Jumat, 8/5/2020.

Dikatakan Yoseph Loku, bahwa dirinya bersama istri hidup dari usaha jasa menjahit pakaian. Tapi sejak merebaknya wabah corona tiba-tiba orderan menjahit tidak ada sama sekali.

Iapun bersama istrinya sempat putus asa, namun ditengah rasa keputusasaan itu rejekipun datangnya tidak terduga, tiba-tiba ada permintaan menjahit masker 200 lembar dari Adonara Kabupaten Flores Timur.

“Kami menyanggupinya yg penting ada uang masuk dulu, soal untung belakangan. Kami jual Rp 10.000 perlembar tapi kalau pesanan banyak kami jual dengan harga Rp. 5.000 perlembar,” tuturnya.

Yoseph Loku mengaku tidak disangkah ternyata ada berkat dibalik semua ini. Banyak orderan pemesanan masker mulai mengalir dari berbagai daerah di daratan Flores.

“Ini suatu berkat bagi kami, pemesanan maskerpun terus mengalir diantaranya dari Adonara 400 lembar, Kabupaten Ende 400 lembar, Nagekeo 400 lembar, Puspas Keuskupan Maumere 585 lembar.

Kemudian disusul Ibu Mayaestanti salah satu Anggota DPRD Kabupaten Sikka dari Fraksi Golkar sebanyak 1000 lembar dan untuk sekolah-sekolah yakni sekolah Tanjung Darat, Nita dan SDK wailiti dengan sumber pemesanan masker dari Dana Bos.

“Kami juga sedang melobi kepihak-pihak sekolah agar bisa membeli masker menggunakan dana yg dimiliki,” jelasnya.

Yoseph mengaku bersama istrinya sudah menjahit 2000 lebih masker kain sisa jahitan pakaian berbahan Tenun dan permintaan pemesan warna motifnya harus seragam sehingga kami harus membeli kain tenun baru.

“Untuk satu masker yang terbuat dari kain tenun ada sedikit keuntungan yang diperoleh Rp. 1.500.Sementara kalau kainnya bekas kami bisa untung Rp.3000 perlembar,” ujarnya.

Sementara Albina sang pendamping hidupnya menuturkan bahwa dirinya sangat bersyukur bisa mengais rejeki lewat jahitan masker sehingga dapat membiayai kehidupan keluarga bersama keenam anaknya, walaupun harga bahan baku melonjak di pasaran.

“Untuk saat ini harga karet satu roll naik rp. 45.000 bahkan sampai Rp. 100.000 pada hal sebelum pandemi Covid-19 hanya Rp. 25.000 per roll,” tuturnya.

Albina Abong Wadan sang pendamping hidup Yoseph loku mengakui bahwa sejak tahun 2001, mengontrak sebuah los di lantai dua pasar Tingkat Maumere yg saat itu disewa dengan biaya sebulan Rp.150.000 hingga saat ini.

Disinggung soal bantuan, Albina mengatakan dengan tegas meskipun dikatakan difabel namun tidak pernah mengharapkan bantuan dari pihak manapun.

Pasangan suami istri ini lebih memilih hidup mandiri walaupun dalam situasi sesulit apapun.

“Kami tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah atau pihak manapun karena lebih baik hidup mandiri. Kita memutuskan untuk meminjam uamg di BRI maumere melalui Dana KUR sebagai modal awal untuk mengembangkan usaha menjahit dengan mengadakan peralatan dua unit mesin jahit elektrik seharga empat juta rupiah per unit agar usaha kami ini bisa berkembang dimasa datang. Terus terang kami sudah mengontrak los di lantai Maumere ini sudah 19 tahun,” tandasnya.

Lanjut Albina mrnambahkan suatu waktu pernah sekali pihak Ketua Pasar menggembok pintu los jahitannya karena sudah tiga bulan tunggak bayar kontrakan.

“Kami tunggak bayar kontrakan ini karena suami saya sakit. Namun melalui negosiasi yang panjang akhirnya kami diperbolehkan untuk melanjutkan masa kontrakannya. Syukur untuk saat ini kami merasa sangat untung dimasa pandemi Covid-19 ini karena tidak ditagih retribusi los pasar yang kami tempati ini,” ungkapnya.

Pasangan difabel ini pernah juga ditawari bantuan berupa ternak ayam namun mereka tolak tawaran bantuan dari Kelurahan tersebut karena bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan keahlian yang digeluti saat ini.

“Kita berharap jika ada pihak yg ingin membantu berikanlah kami mata kail bukan ikan.Kita juga menunggu progam kerja Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo dan Wakil Bupati Sikka yaitu program Beli Sikka Bela Sikka.program ini bukan hanya kami tapi semua kaum difabel di Kabupaten Sikka ini,” harapnya.(athy Meaq).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button