JABAR

Sumber Air Baku Tercemari, Sonny Berharap DPRD Sampaikan Keluhan Perumda Tirtawening

BANDUNG BN – Direktur Utama Perumda Tirtawening Kota Bandung, Sonny Salimi mengakui di masa pandemi Covid-19 banyak memberikan dampak dan pengaruhnya pada tiap sektor, tak terkecuali terjadi juga pada Perumda Tirtawening Kota Bandung. Dampak yang sangat dirasakannya terutama dalam pembiayaan pengolahan air baku seiring kualitasnya yang cenderung menurun.

Penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air baku kini semakin meningkat dan berimbas pada biaya atau ongkos produksi. Sementara di satu sisi, lanjut Sonny di masa pandemi ini, pemasukan Perumda Tirtawening sendiri mengalami penurunan sebesar Rp5 milyar per bulan akibat daya bayar masyarakat yang menurun.

Menurutnya, kondisi menurunnya kualitas air baku sudah terjadi sejak 2016. Bahkan, sambungnya, penurunan terjadi dari tahun ke tahun sehingga dilakukan upaya lebih untuk melakukan sterilisasi.

Sterilisasi dimaksud dengan penggunaan bahan kimia, sementara penggunaan biasa sebelumnya hanya di 600 kilogram zat kimia untuk setiap aliran air sebanyak 600 liter per detik, sekarang justru membutuhkan sekitar 4 kali lebih banyak dari biasanya.

Kendati demikian, sambungnya, selama pandemi ini, pihaknya berusaha untuk tidak mengurangi atau memotong gaji sebagai hak-hak karyawan. Namun, langkah yang akan diambil adalah akan melakukan efisiensi dalam pengolahan air baku.

“Selama pandemi, daya bayar masyarakat menurun, sehingga pendapatan kami juga menurun. Sementara kami membutuhkan ongkos produksi lebih besar karena penggunaan bahan kimia yang lebih banyak. Mengingat bahan kimia ini merupakan pengeluaran paling besar dari pengeluaran lainnya,” beber Sonny usai bersama pimpinan dan anggota Komisi B DPRD Kota Bandung meninjau Intake Bantar Awi di Kawasan Tahura, Selasa (3/8/2021).

Baginya, langkah terbaik adalah dengan cara melakukan efesiensi. Salah satu hal yang diharapkan bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas air baku, sehingga tidak memerlukan bahan kimia terlalu banyak.

“Dengan hadir dan peninjauan langsung bersama Komisi B ke sumber air PDAM Sub-Daerah aluran Sungai Cikapundung Intake Bantar Awi di kawasan Taman Hutan Rakyat atau Dago Pakar dan sebelumnya meninjau juga instalasi Pengolahan Air milik PDAM di Badak Singa. Kami berharap usai melihat kondisi objektif di lapangan, anggota DPRD bisa mendorong dan membantu menyampaikan kesulitan kami kepada pihak yang berwenang,” tuturnya.

Dari pengamatan di lokasi, salah satu sumber air baku Intake Bantar Awi memang sudah tercemari oleh banyaknya buih-buih yang mengotori aliran sungai. Buih tersebut diduga akibat kotoran hewan ternak sehingga hal itu dinilai sangat mempengaruhi kualitas air baku.

Akibat terkontaminasi sumber air baku itu, Perumda Tirtawening melakukan upaya sterilisasi. Namun belakangan biaya yang harus dikeluarkan pihaknya dalam mengolah air baku menjadi sangat mahal akibat semakin meningkatnya kebutuhan bahan kimia. Ditambah persoalan kemampuan dan daya bayar masyarakat dalam membayar kewajibannya ikut menurun.

“Sejak pandemi bila kita amati dari 2020-2021, kemampuan membayar masyarakat menurun sampai 25 persen. Biasanya kita terima pembayaran dari masyarakat Rp20-21 miliar, kini turun di angka Rp15-16 miliar per bulan. Bagi tukang ledeng ini menjadi persoalan, karena disisi lain kita membutuhkan cost produksi jauh lebih besar. Maka itu mudah-mudahan dengan efisiensi akan menjadi solusi terbaik,” paparnya.

Permasalahan air baku yang buruk ini bukan terjadi saat ini saja, kondisi ini sudah lama terjadi. Pihaknya juga sudah berkirim surat, upaya lain juga telah melakukan audiensi pada tahun 2017 silam bersama pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Bandung Hasan Faozi mengatakan persoalan buruknya sumber air baku saat ini tidak dapat diselesaikan oleh Pemkot Bandung saja tetapi butuh melibatkan instansi lain terutama Pemprov Jabar.

“Pemerintahan kabupaten/kota bahkan provinsi harus ikut serta dalam mencari solusi. Apalagi, penggunaan bahan kimia berlebih dapat memberikan dampak terhadap kesehatan manusia. Seperti kondisi di Bantar Awi, salah satu sumber air baku yang kita tahu tercemar oleh kotoran hewan ternak. Memang ada beberapa titik limbah harus cepat ditangani baik oleh kota/kabupaten dan provinsi,” ujarnya usai peninjauan Intake Bantar Awi.

Dipastikannya, pihak Komisi B DPRD Kota Bandung akan segera menindaklanjuti dengan melaporkan hasil kunjungannya kepada pimpinan. Sehingga diharapkan, adanya koordinasi di tingkat provinsi.

“Jelas, cost pengolahan air baku akan lebih tinggi apabila air baku yang diolah seperti ini (tercemar). Mudah-mudahan, dengan hasil kunjungan ini akan sampai kepada pemangku kebijakan di provinsi,” pungkasnya. (Ihsan)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button