Ilustrasi gambar
• Jika terbukti bersalah mengambil kebijakan dan merugikan negara, Direksi BPJAMSOSTEK bisa dipecat
Rudi Wahyudiana Sekjen FP JAMSOS
SURABAYA, bidiknasional.com – Kinerja Direksi BPJAMSOSTEK saat ini menjadi sorotan lantaran kasus dugaan kebocoran dana kelola akibat double payment atau pembayaran ganda penerima klaim JHT, via aplikasi JMO atau Jamsostek Mobile.
Kejadian ini diduga bermula dari aplikasi resmi terbaru JMO dari BPJS Ketenagakerjaan yang diluncurkan pertama pada tanggal 4 September 2021 bertepatan dengan Hari Pelanggan Nasional.
Aplikasi JMO diduga tidak melalui serangkaian uji coba yang tepat sehingga terjadi kekacauan sistem yang merugikan Dana Kelola BPJS itu sendiri.
Penting untuk diketahui, aplikasi JMO merupakan aplikasi buatan BPJS Ketenagakerjaan yang dirilis menggantikan aplikasi BPJSTKU.
Kembali lagi, sejak tanggal 4 september 2021 Peserta BPJSKetenagakerjaan segmen JHT yang hendak mencairkan klaim Jaminan Hari Tua atau JHT melalui aplikasi JMO diwajibkan melakukan pengkinian data dengan memasukkan data diri dan foto biometrik untuk kemudahan akses.
Langkah ini diharapkan mempermudah peserta mencairkan JHT tanpa harus datang ke kantor BPJSketenagakerjaan.
Namun setelah berjalannya waktu sekitar dua bulan, ternyata aplikasi tersebut tidak sesuai harapan.
Banyak peserta yang mayoritas pekerja dan buruh mengalami kesulitan masuk ke dalam registrasi aplikasi JMO.
Aplikasi semakin sulit diakses dan hanya mampu melayani pencairan klaim JHT dengan saldo dibawah 10 juta saja, JMO juga menghilangkan menu saldo Jaminan Pensiun yang sebelumnya muncul di BPJSTKU.
Hal ini disampaikan oleh Rudi Wahyudiana
Sekjen FP JAMSOS (Forum Peserta Jaminan Sosial) ketika menerima laporan masuk mengenai ditemukannya fakta tersebut, respon peserta penerima double payment cukup beragam.
“Penerima ada yang mengatakan bahwa uang ditarik kembali secara otomatis oleh Bank, namun sebagian langsung diambil semua oleh penerima setelah tahu ada dua kali uang masuk,” kata Rudi usai mengklarifikasi beberapa peserta.
Lebih lanjut, Rudi membeberkan, dalam sehari diperkirakan ribuan orang mencairkan JHT. Sebagai contoh pencairan pada tanggal 8 oktober 2021 tercatat kurang lebih 1.248 orang menerima double payment mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah , sebagian dikembalikan namun sebagian lagi tidak dikembalikan.
Kejadian ini kata dia, tentu merugikan BPJSKetenagakerjaan dari sisi dana kelola JHT, artinya ada dana peserta yang bocor ke pihak lain yang tidak berhak.
” Ini menunjukkan kegagalan sistem di aplikasi JMO yang merupakan tanggung jawab direksi BPJS Ketenagakerjaan. Direksi harusnya melakukan mitigasi resiko dari aplikasi yang dibuat, maka JMO mestinya lebih baik dari BPJSTKU, tapi ini kok sebaliknya” tambahnya.
Aplikasi JMO terdapat banyak kekurangan, mulai dari sulitnya mengakses saldo JHT dan pengkinian data, pencairan JHT via JMO maksimal hanya 10 juta, hilangnya menu saldo Jaminan Pensiun serta double payment JHT.
Rudi menegaskan, semua fakta ini menunjukkan kegagalan direksi BPJAMSOSTEK mempertahankan dana Kelola peserta, apalagi saat ini Rasio Kecukupan Dana JHT sudah dibawah 100 persen.
Kejadian tersebut justru membuat Dana Kelola JHT semakin tergerus habis, seharusnya imbuh Rudi, Direksi BPJAMSOSTEK lebih hati hati menerapkan kebijakan namun faktanya sembrono.
Jika terbukti bersalah mengambil kebijakan dan merugikan negara maka Direksi BPJSKetenagakerjaan bisa dipecat oleh Presiden, hal ini sejalan dengan pasal 34 huruf c UU 24 tahun 2011 tentang BPJS.
“Usut tuntas kasus ini dan selamatkan dana buruh di BPJS Ketenagkerjaan” pungkasnya.
Handoko Sunarko Jubir FP JAMSOS
Disisi lain, Handoko Sunarko selaku Juru bicara FP JAMSOS, kepada bidiknasional.com di Surabaya, Minggu (24/10/2021) malam, mengungkapkan, temuan ini bisa berakibat serius.
Cukup beralasan kata dia, mengingat pekerja meng-iur setiap bulan dari tetes keringat menabung untuk bekal di hari tua, namun akibat kasus ini pekerja yang hendak mencairkan JHT mungkin tidak kebagian uang lagi.
“Pemerintah harus turun tangan. Harus segera dilakukan audit keuangan. Kami berencana melaporkan masalah ini ke DJSN, BPK, Kemenkeu RI dan Komisi IX DPR RI ” tegasnya.
Hingga berita ini dtayangkan,dalam waktu dekat, wartawan media ini hendak melanjutkan perimbangan Keterbukaan Informasi Publik melalui wawancara kepada BPJSKetenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK pusat maupun cabang. .
(boody/bersambung…)