INDRAMAYUJABAR

Bupati Nina Agustina Minta Masyarakat Jaga Aset Negara Bersama

• Selesaikan Konflik Lahan PG Rajawali Jatitujuh

INDRAMAYU, bidiknasional.com – Bupati Indramayu Nina Agustina Da’i Bachtiar meminta masyarakat petani untuk bersama-sama dengan pemerintah menjaga dengan baik keberadaan aset milik negara. Hal ini dikatakan orang nomor satu Indramayu saat Rapat Penyelesaian Konflik Lahan Perusahaan Gula (PG.) Rajawali Unit II Jatitujuh, di Ruang Ki Tinggil Indramayu, Rabu (24/11/21) kemarin.

Dalam pertemuan ini, Bupati Indramayu Nina Agustina didampingi Ketua DPRD Kabupaten Indramayu Syefudin, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Indramayu AKBP M. Lukman Syarif, Direktur Utama PT. Rajawali Unit II Jatitujuh, Ardian Wijanarko, Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Maman Kostaman, serta Forkopimcam dan para kuwu di wilayah penyangga Hak Guna Usaha (HGU) PG. Rajawali Jatitujuh.

Dalam rapat penyelesaian konflik lahan ini, Bupati Nina Agustina menyayangkan ketidakhadiran perwakilan petani sebagai penggarap HGU PG Jatitujuh yang sebelumnya melakukan aksi demo di Alun-Alun Indramayu. Padahal rapat tersebut menjadi momen yang tepat bagi petani penggarap tersebut untuk menyampaikan aspirasinya.

Bupati Nina Agustina menegaskan, terkait dengan persoalan HGU, pemerintah daerah telah melakukan segala upaya dan sudah disepakati bersama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Indramayu bahwa petani masih berhak menjadi mitra sebagai penggarap lahan tebu.

“Bagi saya sih sudah tepat dalam program kemitraan di lapangan dengan camat dan kuwu semuanya bahwa di waktu yang tepat mitra-mitra petani ini sebagai penggarap,”ungkapnya.

Bupati Nina Agustina menjelaskan, dalam memutuskan segala sesuatunya, pihaknya telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sehingga pemerintah akan selalu hadir untuk masyarakat dalam mengatasi dan membenahi segala persoalan yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.

“Saya ini posisinya di tengah. Saya ada untuk masyarakat. Itu pasti. Kedua saya di pemerintahan berdiri bersama camat dan kuwu di wilayah desa-desa penyangga. Dan terakhir, ini adalah aset negara yang harus dijaga dan dilindungi oleh petani dan kita bersama,” tegasnya.

Bupati Nina mengatakan, terkait sengketa tanah, peran camat dan kepala desa harus memberikan pencerahan kepada petani bahwa keputusan ini tetap dan tidak bisa diganggu gugat. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi konflik berkepanjangan yang dapat merugikan banyak masyarakat.

“Saya minta camat, kita bersama-sama bagaimana bisa menjaga kondusifitas dan keamanan untuk di wilayahnya dan sampaikan tentang kebenaran. Artinya ini sudah Inkracht, tidak ada sengketa lagi terkait tanah tersebut,” tambahnya.

Bupati Nina Agustina memastikan pemerintah daerah menjembatani segala urusan kesejahteraan masyarakat, kesejahteraan bagi pihak yang ingin berinvestasi, termasuk untuk objek vital negara.

“Sekali lagi saya minta untuk dibantu para kuwu sebagai wilayah penyangga dan masyarakatnya dijaga diinformasikan kembali tentang legal standing jadi sering-sering dikumpulin, bahwa memang terkait HGU tidak disengketa,” pintanya.

Sementara itu Direktur Utama PG. Rajawali Unit II Jatitujuh, Ardian Wijanarko, memaparkan, pertama legal standing dari PG l. Jatitujuh singkatnya bermula dari PT. Rajawali II yang merupakan perusahaan dari Rajawali Nusantara Indonesia milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh negara.

“Negara memberikan HGU tersebut kepada PT. Rajawali II yang sudah diperpanjang dari 2024 sampai 2029 dan di situ jelas bahwa peruntukannya adalah untuk tanaman tebu guna mendukung swasembada gula nasional dan sudah Inkracht di Mahkamah Agung Jadi legal standing kita clear and clean bahwa HGU itu milik Rajawali II dan peruntukannya 100 persen untuk tanaman tebu,” jelasnya.

Sementara itu, Kapolres Indramayu AKBP M. Lukman Syarif berencana untuk mengakhiri konflik dengan mendidirikan sebuah Posko Penanganan konflik PG. Rajawali Jatitujuh dengan melibatkan karyawan PG. Rajawali Jatitujuh, Pemkab Indramayu, TNI dan Polri serta unsur lainnya, sehingga mengakomodir petani yang sudah bermitra maupun yang belum bermitra sebagai penggarap lahan.

“Jadi jangan sampai keluar dari sini kita memegang panggung tanpa ada yang kita kerjakan. Untuk itu kita membentuk Posko agar pemerintah pusat melihat persoalan ini serius. Kalau kita biarkan akan menjadi konflik yang horizontal yang berkepanjangan,” ujarnya. (Candra)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button