JATIMLAMONGAN

Gerakan Pribumi Bangkit, Ahli Waris Masyarakat dan Ormas Blokade Jalan di Lamongan

Keterangan Gambar : Ahli waris dan masyarakat bersama para ormas blokade jalan tambak kerapu di Brondong Lamongan yang bersengketa, Selasa (1/3/2022),

LAMONGAN, BIDIKNASIONAL.com – Aksi ahli waris bersama warga blokade atau tutup jalan masuk menuju lahan tambak kerapu Dusun Cumpleng, Desa Brengkok, Kecamatan Brondong yang bersengketa dan usai mediasi berakhir Deadlock, saat ini berbuntut panjang.

Dari hasil pantauan wartawan kantor berita Bidik Nasional di lapangan, blokade akses jalan tersebut bersama sama Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPM), Gerakan Pemuda Islam (GPI) Jatim).

Selain itu juga diikuti oleh Kesatuan Pemuda Pantura Lamongan (Kapal), Madani Institut, Forum Diskusi Poros Pantura (FDPP), Aliansi Petani Indonesia (API) Jatim, dan Aliansi Petani Tambak Pantura (Alpatara).

Pada kesempatan ini, Khoirul Amin, Kuasa Hukum penggugat atau ahli waris Muntaha (alm), menyampaikan atas perbuatan sepihak yang dilakukan Killy dan anaknya  kliennya mengalami kerugian yang besar.

Padalnya, pemblokiran jalan ini dilakukan oleh ahli waris bersama warga karena modus kerjasama yang dilakukan sebelumnya mau dikuasai secara pribadi 100 persen oleh tergugat,” kata Khoirul, Selasa (01/03).

Menurut Khoirul penutupan akses jalan ini dilakukan oleh warga sebagai bentuk solidaritas dalam membantu ahli waris melawan PT SBM, demi menuntut keadilan dan memperoleh haknya.

“Ini bukan akses jalan dusun, kata Khoirul,  selama ini pihak ahli waris mengikhlaskan jalan pribadi ini untuk akses jalan PT SBM.

Namun, karena PT SBM tidak menghargai masyarakat Cumpleng, akhirnya kami memutuskan untuk menutup akses jalan ini untuk PT SBM.

Hal ini karena notabennya perusahan asing bukan asli Lamongan, sebagai bentuk perlawanan,” ucapnya menirukan penjelasan ahli waris dan masyarakat.

Sebelumnnya juga terjadi warga dan pemuda sempat melakukan pemblokiran jalan dusun karena lalu lalang truk PT SBM yang dinilai telah merusak jalan.

Berbeda dengan sebelumnya, jalan yang ditutup kali ini berada di lahan pribadi milik Sarbuning (82), warga Desa Labuhan Kecamatan Brondong, yang disewa oleh Muntaha (alm) dan dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Selama dalam masa sewa, Sarbuning memberikan kuasa penuh kepada Muntaha (alm) beserta ahli warisnya untuk mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut.

Termasuk wewenang memberikan izin atau tidaknya kepada pihak lain saat melewati akses jalan lahan tambaknya.

Di sekitaran lokasi lahan tambak sengketa ini, ahli waris dan warga juga mendirikan Posko Gerakan Pribumi Bangkit sebagai simbol perlawanan. Bahkan, aksi mereka juga mendapat dukungan penuh dari sejumlah aktivis dan organisasi masyarakat (ormas).

“Dulu mereka sempat membayar kompensasi sebesar Rp 25 juta untuk pemakaian jalan dusun. Namun untuk jalan yang kami blokir hari ini adalah jalan pribadi, bukan jalan dusun.

Jalan ini akan terus ditutup selama PT SBM atau Killy Chandra tak bisa diajak negosiasi secara kekeluargaan,” tandasnya.

Terpisah, Kuasa Hukum Tergugat, Harimuddin mengungkapkan jika pihaknya sangat menyayangkan atas adanya aksi pemblokiran jalan yang dilakukan warga dan ahli waris tersebut.

“Kami sangat menyayangkan sikap penggugat (ahli waris Muntaha) yang menutup jalan untuk klien kami memasukan pakan ke tambak KM-1

Saat ini di tengah proses hukum yang sedang berjalan di PN Lamongan,” ungkap Harimuddin.

“Mestinya aksi penutupan jalan ini tak terjadi karena saat ini masih menunggu putusan PN Lamongan.

Pihaknya menyebut, sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, baik penggugat maupun tergugat masing-masing seharusnya masih bisa memanfaatkan 50 persen atas KM-1 maupun KM-2.

Lebih lanjut, ia dan kliennya bahkan mengaku sangat keberatan dengan adanya narasi melalui banner bertuliskan “Gerakan Pribumi Bangkit” yang terpasang di jalan menuju tambak.

“Ini jelas berbau sara. Karena penggunaan istilah pribumi dan non pribumi sudah dihapus dengan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dan juga tidak sejalan dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Meski demikian, pihaknya berharap agar penggugat kembali membuka akses jalan untuk kliennya sambil menunggu putusan PN Lamongan hingga berkekuatan hukum tetap.

“Ini persoalan perdata antara klien kami selaku tergugat dengan ahli waris Bapak Muntaha selaku penggugat. Klien kami tidak bermasalah dengan Pemuda dan Masyarakat Dusun Cumpleng, termasuk masyarakat petambak di Lamongan pada umumnya,” ujar Harimuddin.

Penulis     : Bang IPUL

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button