MALANG, BIDIKNASIONAL.com – Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jawa Timur dalam rangka deteksi dini dan cegah dini perkembangan dan pergerakan radikalisme/terorisme di wilayah Provinsi Jawa Timur, menyelenggarakan pembentukan dan pelatihan tim penyuluh terpadu anti radikalisme di Hotel Aria Gajayana Malang, (29/6/2022).
Dalam hal ini Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur menggandeng 4 Narasumber kompeten antara lain Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, R. Heru Wahono Santoso, S.Sos, M.M dengan tema Pencegahan dan penanganan Konflik Sosial, Penyalahgunaan Narkoba dan Radikalisme/terorisme melalui Peningkatan Wasbang, Bela Negara, dan Revolusi Mental.
Pemateri kedua dari Forum Koordinasi Penanganan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur disampaikan oleh Dr. Bambang Sigit Widodo, S.Pd., M.Pd dengan judul Radikalisme, Ekstrimisme, Terorisme dan kelompoknya, serta upaya Pencegahan dan Penanggulangannya.
Dipaparan ketiga disampaikan oleh Narasumber dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur dengan judul Pemantapan pemahaman Agama yang benar dalam menangkal Radikalisme/Terorisme, kemudian disusul pemateri keempat oleh Satgaswil Jatim Densus 88 /AT, pemateri kelima disampaikan oleh Mantan Narapidana Terorisme.
Serta Narasumber berikutnya disampaikan oleh Ketua Komisi A DPRD Province Jawa Timur, Dir Intelkam Polda Jatim, Asintel Kasdam V/Brawijaya.
Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, Heru Wahono dalam paparannya menyampaikan, Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling luas dibandingkan 5 provinsi lainnya di pulau Jawa, dengan bentangan wilayah seluas 47.152 Km², terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota, 666 kecamatan dan 8.501 desa/kelurahan.
Secara demografi Jawa Timur memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi dengan jumlah penduduk 39,74 juta orang. Berdasarkan peta sosial budaya penduduknya terbagi ke dalam 4 (empat) wilayah yaitu wilayah mataraman sebanyak 45%, wilayah madura sebanyak 30%, wilayah arek sebanyak 20% dan wilayah osing tengger sebanyak 5%.
Kategori dalam peta sosial budaya tersebut menunjukkan bahwa penduduk Jawa Timur terdiri dari suku yang cukup beragam, mulai dari suku Jawa, Madura, Tengger, Osing, Bawean, Samin dan masih banyak suku lainnya.
“Hal tersebut dapat menjadi sumber kekuatan dalam mempererat persatuan dan kesatuan masyarakat, namun derasnya arus globalisasi menuntut kita untuk menyebabkan munculnya persaingan ketat, kejahatan berdimensi baru, disertai memudarnya nilai luhur kebangsaan dengan diawali munculnya rasa intoleran hingga aksi massa yang berujung separatisme bahkan terorisme,” jelasnya.
Ancaman nyata radikalisme dan terorisme yang berkembang di masyarakat kata Heru, dapat dilihat dari fenomena-fenomena modus rekruitmen kelompok radikal terhadap mahasiswa semakin mengkhawatirkan.Hal itu dikarena mereka menawarkan tempat tinggal dan kos gratis dengan syarat mengikuti kajian mereka, mendampingi mahasiswa baru dan mengarahkan pada kelompok diskusi tertentu.
Selain itu sambungnya, terdapat rumah tahfidz di Jawa Timur yang terindikasi radikal, dengan mengajarkan cara mati syahid ala kelompok radikal. Pernyataan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, setiap bulan mengeluarkan surat keputusan pemberhentian Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terpapar radikalisme.
“Hingga penangkapan pimpinan khilafatul muslimin Abdul Qadir Baraja, sehingga perlu mengantisipasi keberadaan khilafatul muslimin di daerah,” imbuhnya.
Dijelaskan nya, kelompok radikal melancarkan aksinya melalui berbagai media, salah satu nya media sosial guna mempercepat pergerakan dengan berbagai propaganda yang mereka miliki. Mulai rekruitmen hingga pemberian kajian-kajian. Media sosial memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan dengan media konvensional karena siapa saja bisa menjadi pemilik media dan menshare apa saja yang diinginkan.
“Sehingga masyarakat harus waspada dan hati-hati dalam mendownload dan menshare berita yang tidak dapat dipastikan kebenarannya,” tuturnya.
Ditambahkan nya, dalam melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanganan konflik sosial dan radikalsime tentunya pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak dapat berjalan sendiri, namun perlu bersinergi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), tiga pilar plus (Babinsa, Bhabinkamtibmas dan Lurah/Kepala Desa)serta yang terpenting bersinergi dengan seluruh elemen masyarakat (tokoh Agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda) dalam menjaga kondusifitas di Jawa Timur.
Beberapa hal ia sampaikan dalam memerangi intoleran, radikalisme dan terorisme antara lain:
1. Mempunyai rasa ikut memiliki negeri ini dan terpanggil untuk ikut serta dalam upaya Bela Negara.
2. Menolak dan memberantas penyebaran ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
3. Membangun persaudaraan, toleransi, kerukunan dan harmoni sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
4. Mempersiapkan diri dengan baik, menjadi agen perubahan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengikuti perkembangan lingkungan strategis baik Nasional, Regional hingga Internasional.
5.Terus menciptakan peluang untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia, agar dapat sejajar dengan negara maju.
6. Berjiwa “Merah Putih” dengan selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok dan pribadi.
Kegiatan ini dihadiri oleh para Penyuluh Agama, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Kabupaten Kota Se Jawa Timur, perwakilan dari Persatuan Jurnalis Indonesia, Perwakilan undur masyarakat lainnya, serta lembaga instansi terkait.
Laporan: Ags/boody
Editor: Budi Santoso