JATENGPEKALONGAN

Sidang Pemeriksaan Terdakwa Kasus Dugaan Tagihan Fiktif Pelabuhan Khusus PLTU Batang

Sidang pemeriksaan terdakwa, Rosi Yunita dalam kasus dugaan tagihan fiktif Pelabuhan Khusus PLTU Batang, di Pengadilan Negeri (PN) Kota Pekalongan (04/11)/Foto: Dikin

PEKALONGAN, BIDIKNASIONAL.com – Sidang pemeriksaan terdakwa, Rosi Yunita dalam kasus dugaan tagihan fiktif Pelabuhan Khusus PLTU Batang, saat sidang pemeriksaan, Rosi Yunita menangis saat dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut umum (JPU) dan Majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kota Pekalongan (04/11/2022).

Sidang pidana kasus pidana tagihan fiktif Pelabuhan Khusus PLTU Batang dipimpin Ketua Majelis hakim Mukhtari dengan hakim anggota Hilarius Grahita, Budi Setyawan, sempat mempertanyakan beberapa hal.

Dalam sidang, Rosi mengaku hanya disuruh. Ia pun akhirnya blak-blakan menyebut peran tiga saksi yang dalam sidang sebelumnya hadir.

Tiga nama yang disebut dalam persidangan adalah Kapten Pandu Agus Pujotomo, Supervisor Ahmad Zaenuri, dan Direktur PT Aquila Transindo Utama M Rondhi.

“Saya hanya disuruh yang mulia?, atas nama Agus Pudjo,” ucapnya sembari terisak menjawab pertanyaan majelis hakim.

Ia menyebut nama kapten pandu itu saat dicecar hakim serta jaksa penuntut umum (JPU) tentang permintaan blangko kosong yang ditandatangani beserta cap pada staf PT Sparta Putra Adhyaksa (SPA) melalui chat. Staf PT SPA yang dimintai adalah Syaiful Niko yang juga pernah hadir sebagai saksi.

RY juga mengungkapkan bahwa yang memerintahkan adalah Kapten Pandu Agus Pudjo. Setelah mendapatkan itu, ia serahkan pada Agus Pudjo.

Kemudian, ia kembali disuruh membuat surat keterangan pandu sebagai dasar pembuatan pra nota. Pra nota itu sebagai dasar terbitnya invoice.

“Ngeprintnya di kantor. Printernya di meja Supervisor. Disitu bertiga. Saya, Agus Pujo, dan Pak Ahmad Zaenuri (supervisor). Tahu semua,” jelasnya.

Penerbitan invoice jasa pandu dan tunda, hal itu merupakan kewenangan finance atau keuangan. Ia tidak tahu sama sekali.

Rosi juga mengatakan hanya mengerjakan perintah. Untuk jobdesk atau aturan kerja selama bekerja di PT ATU, ia mengaku sejak masuk kerja tidak pernah diberi tahu. Selama kerja, ia hanya bekerja sesuai perintah atasannya.

Hingga akhirnya ada laporan ke Polres Pekalongan Kota, Rosi merasa syok. Saat itu, ia mendapat tekanan dari pimpinannya agar tidak menyebut nama kapten Agus Pujo dan Ahmad Zaenuri.

“Saya dipaksa untuk bilang seperti itu, dipaksa pak Rondhi direktur. Sebelum BAP Pertama,” tutur Rosi di depan majelis hakim.

Ia bahkan dijanjikan mendapat pendampingan, tapi tidak ada. Bahkan ada utusan PT ATU yang datang ke Rutan untuk memaksanya mengaku bahwa perbuatan itu dilakukan sendiri.

Hingga akhirnya, Rosi sadar dikorbankan dan membuat pernyataan tambahan dalam BAP. Ia mengungkapkan bahwa mengalami tekanan pada BAP pertama.

“Setelah jadi tersangka saya baru cerita ke orang tua. Saya baru sadar kalau dikorbankan,” ucapnya sambil menangis.

Ketiga hakim itu menyesalkan pernyataan Rosi yang baru diungkapkan saat pemeriksaan terdakwa. Seharusnya, pernyataan itu dibuka saat ketiga nama yang disebut Rosi menjadi saksi.

“Mengapa kemarin tidak ngomong? Jujur, ada apa dengan kamu? Sekarang, di sini tidak ada orangnya,” kata Hakim Hilarius Grahita.

Rosi hanya menjawab lupa sambil menangis. Hingga menyebut bahwa yang bekerja di PT ATU merupakan seniornya.

Rosy juga mengungkapkan perkataan Rhondhi ibarat main bola kamu yang masuk saya yang diluar,” kata Rosy.

Laporan: Dikin

Editor: Budi Santoso

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button